METODE
PEMBIASAAN SEBAGAI UPAYA INTERNALISASI
NILAI AJARAN ISLAM DI SMP MUHAMMADIYAH
2
YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan
Kepada Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Untuk
Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat
Guna
Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan Islam
Oleh :
KHAJAH NURHAYATI
0041 0452
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2004
|
PENDAHULUAN
A. Penegasan Istilah
Untuk memperoleh pemahaman dan
mencegah timbulnya kerancuan dalam berfikir, penulis memberikan penegasan
istilah berdasarkan judul skripsi yang penulis ajukan yaitu sebagai berikut :
1. Metode Pembiasaan
Metode berarti cara yang teratur dan
ilmiah dalam mencapai maksud untuk memperoleh ilmu atau cara kerja yang
sistematis untuk mempermudah suatu kegiatan dalam mencapai maksudnya.[1]
Pembiasaan adalah sesuatu yang
dibiasakan, yaitu dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk senantiasa
mengamalkan ajaran agamanya. Dengan pendekatan ini, siswa dibiasakan
mengamalkan ajaran agama, baik secara individual maupun secara kelompok dalam
kehidupan sehari-hari.[2]
|
Metode pembiasaan yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah sesuatu yang dibiasakan dari pihak sekolah bagi seluruh
peserta didik dalam mengamalkan ajaran agama Islam, terutama di lingkungan
sekolah.
Beberapa pembiasaan yang diterapkan
di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta adalah sholat dzuhur berjamaah, sholat
dhuha, membaca Al-Qur’an sebelum
pelajaran dimulai, membaca doa sebelum dan sesudah pelajaran dimulai, berjabat
tangan dan mengucapkan salam, serta pengumpulan dana sosial.
2. Internalisasi
Internalisasi
adalah penghayatan[3],
pendalaman (sebuah proses), internalisasi
sebagai upaya dalam menghayati nilai ajaran Islam. Sehingga nilai ajaran Islam
dapat tertanam dengan baik pada diri peserta didik, untuk selanjutnya menjadi
sumber motivasi bagi peserta didik dalam bergerak, bertindak dan berperilaku
dalam kehidupannya sehari-hari sesuai dengan nilai ajaran Islam.
Sesuatu yang hendak
diinternalisasikan kepada peserta didik adalah nilai-nilai ajaran Islam yang
ada pada pembiasaan yang diterapkan di sekolah SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta,
sehingga nilai-nilai tersebut dimiliki oleh peserta didik dan diamalkan dalam
kehidupan sehari-hari.
3. Nilai Ajaran Islam
Nilai adalah sesuatu yang
dianggap memiliki harga bagi sekelompok orang tertentu.[4]
Sedangkan ajaran Islam adalah ajaran yang bersumber dari Al Qur’an dan Al Hadits,
yang mengandung ajaran aqidah, muamalat, Syari’ah, dan ibadah. Pendidikan Agama
Islam merupakan pendidikan nilai, sehingga nilai di sini erat kaitannya dengan
lebih menekankan dalam bentuk moral, akhlak, dan etika. Banyak sekali
macam-macam nilai dan nilai yang dimaksud dalam penelitian ini adalah nilai
ajaran Islam.
Dalam penelitian ini yang
ditekankan adalah nilai-nilai yang terkandung pada pembiasaan yang diterapkan
yaitu; sholat dzuhur berjama’ah, sholat dhuha, tadarus Al-Qur’an sebelum
pelajaran dimulai, membaca do’a sebelum dan sesudah pelajaran, berjabat tangan
dan mengucapkan salam, serta pengumpulan dana sosial.
Nilai yang dimaksud dalam
skripsi ini adalah yang terkandung pada
pembiasaan yang diterapkan seperti di atas, yaitu nilai keimanan, ketaqwaan,
kedisiplinan, kebersihan, persamaan, persaudaraan, syukur, ikhlas, dan
tawakkal.
4. SMP
Muhammadiyah 2 Yogyakarta
SMP
Muhammadiyah 2 Yogyakarta berada di bawah naungan Majelis Pendidikan Dasar
Menengah Muhammadiyah (PDM Kotamadya Yogyakarta). Sekolah ini berstatus
akreditasi disamakan, yang berada di Jalan Kapas II / 7a. Di SMP Muhammadiyah 2
Yogyakarta inilah penulis bermaksud mengadakan penelitian.
Dari penegasan istilah di atas,
dapat diketahui bahwa judul skripsi ini
adalah studi lapangan terhadap metode pembiasaan yang diterapkan di SMP
Muhammadiyah 2 Yogyakarta sebagai upaya menginternalisasikan nilai ajaran
Islam, apakah nilai-nilai tersebut sudah tertanam dalam diri peserta didik,
sehingga nilai-nilai ajaran Islam diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
B. Latar Belakang Masalah
Pendidikan Agama Islam (PAI ) di sekolah (baik sekolah umum atau madrasah)
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional. Tetapi
tujuannya berbeda dengan pendidikan nasional
yaitu menurut Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 pasal 3 bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar rakyat menjadi manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.[5]
Eksistensi Pendidikan Agama Islam
semakin kuat dari tahun ke tahun, apalagi setelah disahkannya Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 tentang pelaksanaan pendidikan agama. Hal
ini sangat memungkinkan bagi sekolah untuk dapat menyelenggarakan pendidikan
agama dengan sebaik-baiknya sehingga tujuan PAI dapat tercapai.
Pendidikan Agama Islam merupakan
pendidikan nilai, karena lebih banyak menonjolkan aspek nilai, baik nilai
ketuhanan maupun nilai kemanusiaan, yang hendak ditanamkan atau
ditumbuhkembangkan ke dalam diri peserta didik sehingga dapat melekat pada
dirinya dan menjadi kepribadiannya.[6]
Bagaimana Pendidikan Agama Islam
dapat diterima dengan baik oleh peserta didik, baik aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik, sehingga peserta didik dapat menginternalisasikan nilai-nilai
ajaran Islam yang diajarkan pada Pendidikan Agama Islam. Tetapi khususnya
Pendidikan Agama Islam, aspek afektif sangat perlu diperhatikan, sehingga
peserta didik dapat menjalani kehidupannya sesuai dengan ajaran Islam dan nilai
ajaran Islam sendiri menjadi pedoman dan kontrol dalam menghadapi globalisasi
dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang selama ini berlangsung agaknya terasa
kurang terkait atau kurang concern
terhadap persoalan bagaimana mengubah pengetahuan agama yang bersifat
kognitif menjadi “makna” dan “nilai”
yang perlu diinternalisasikan dalam diri peserta didik, untuk selanjutnya
menjadi sumber motivasi bagi peserta
didik untuk bergerak, berbuat, dan berperilaku secara konkrit-agamis
dalam kehidupan praktisi sehari-hari.[7]
Proses Internalisasi nilai ajaran
Islam menjadi sangat penting bagi peserta didik untuk dapat mengamalkan dan
mentaati ajaran dan nilai-nilai agama dalam kehidupannya, sehingga tujuan
Pendidikan Agama Islam tercapai. Upaya dari pihak sekolah untuk dapat
menginternalisasikan nilai ajaran Islam kepada diri peserta didik menjadi
sangat penting, dan salah satu upaya tersebut adalah dengan metode pembiasaan
di lingkungan sekolah. Metode pembiasaan tersebut adalah dengan menciptakan
suasana religius di sekolah, karena kegiatan–kegiatan keagamaan dan
praktik-praktik keagamaan yang dilaksanakan secara terprogram dan rutin
(pembiasaan) diharapkan dapat mentransformasikan dan menginternalisasikan
nilai-nilai ajaran Islam secara baik kepada peserta didik.
Metode Pembiasaan tersebut juga
diterapkan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta sebagai salah satu upaya
menginternalisasikan nilai–nilai ajaran Islam
kepada diri peserta didik, sehingga peserta didik dapat menghayati dan
mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Bentuk pembiasaan yang diterapkan di
SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta adalah sholat dzuhur jama’ah, sholat dhuha,
membaca Al-qur’an sebelum pelajaran dimulai, membaca doa sebelum dan sesudah
belajar, berjabat tangan dan mengucapkan salam, serta pengumpulan dana sosial.
Dari pemaparan di atas, penelitian
ini mencoba membahas tentang bentuk dan pelaksanaan metode pembiasaan sebagai
upaya menginternalisasikan nilai ajaran Islam kepada peserta didik di SMP
Muhammadiyah 2 Yogyakarta.
C.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
yang penulis paparkan di atas maka
ditarik rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana
bentuk metode pembiasaan yang diterapkan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta
sebagai upaya untuk menginternalisasikan nilai ajaran Islam ?
2.
Nilai-nilai
apa saja yang muncul dan dirasakan oleh peserta didik?
D. Alasan Pemilihan Judul
Beberapa
hal yang mendorong penulisan skripsi ini adalah :
1.
Pendidikan
Agama Islam (PAI) merupakan pendidikan nilai yang perlu adanya proses
internalisasi nilai ajaran Islam kepada peserta didik.
2.
Salah satu
metode yang digunakan sebagai upaya internalisasi nilai ajaran Islam adalah
metode pembiasaan
3.
Terinternalisasinya
nilai-nilai ajaran Islam oleh peserta didik merupakan keberhasilan dari
Pendidikan Agama Islam
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan
yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah :
a.
Untuk
mengetahui bentuk dan pelaksanaan metode pembiasaan di SMP Muhammadiyah 2
Yogyakarta sebagai upaya internalisasi nilai ajaran Islam.
b.
Untuk
mengetahui nilai-nilai apa saja yang
dapat terinternalisasi oleh peserta didik dari metode pembiasaan yang diterapkan
oleh guru PAI di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta
2. Kegunaan
penelitian ini bagi penulis adalah :
a. Diharapkan
dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi SMP Muhammadiyah
2 Yogyakarta pada khususnya dan bagi sekolah pada umumnya, sebagai salah bentuk
upaya menginternalisasikan nilai ajaran
Islam untuk mencapai tujuan PAI.
b. Untuk
menambah khasanah Ilmu Pengetahuan, khususnya untuk meningkatkan mutu
Pendidikan Agama Islam.
F. Tinjauan Pustaka
Dalam penulisan skripsi ini, sebagai acuan menggunakan buku
“Paradigma Pendidikan Islam “ karya Muhaimin dan kawan-kawan, yang menjelaskan
tentang internalisasi nilai pendidikan agama Islam. Karena Pendidikan Agama
Islam merupakan pendidikan nilai, sehingga perlu terjadi internalisasi
nilai-nilai tersebut ke dalam diri peserta didik.
Selain itu menggunakan beberapa skripsi yang membahas tentang
pendidikan nilai (afeksi) dari Pendidikan Agama Islam. Skripsi-skripsi yang ada
sebelumnya memberikan gambaran skripsi yang akan disajikan. Di antara skripsi
tersebut adalah sebagai berikut :
Skripsi yang ditulis oleh saudara Fauzan Lutfiyanto (2003), yang
membahas tentang pengaruh metode ceramah dan pembiasaan dalam pendidikan Aqidah
Akhlak terhadap pengamalan keagamaan siswa di MTs N Pundong Bantul. Dalam
penelitiannya tersebut ia memberikan kesimpulan adanya pengaruh yang positif
dalam mengamalkan ajaran Islam para siswa dengan metode ceramah dan pembiasaan.
Skripsi yang ditulis oleh saudara Nuryanto yang berjudul “Pengembangan
Nilai-Nilai PAI Dalam Sistem Pendidikan Nasional “. Dalam penelitiannya
tersebut ia memberikan penjelasan tentang nilai-nilai PAI, menurutnya bahwa
tujuan PAI sangat membantu terwujudnya Pendidikan Nasional terutama untuk
membentuk peserta didik yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME.
Selain itu skripsi yang ditulis oleh saudari
Immawati yang berjudul “Urgensi Teori Kebiasaan Bagi Pembentukan Karakter
Remaja Dalam Pendidikan Islam (Study
Pemikiran Stephen R Covey Dalam Buku 7 Kebiasaan yang Sangat Efektif)”. Dalam
penelitiannya dijelaskan bahwa suatu pembiasaan sangat penting dalam
pembentukan karakter, terutama karakter yang Islami.
Selanjutnya skripsi yang ditulis oleh
saudari Noor Hayati (1998) yang berjudul “Penanaman Dan Pembinaan Nilai
Keagamaan Pada Anak Berdasarkan Fase Perkembangan (Suatu Kajian Ilmu Jiwa
Perkembangan)”. Dalam penelitiannya, ia lebih menitikberatkan pada masalah
penanaman dan pembinaan nilai keagamaan yang harus disesuaikan dengan fase
perkembangan serta dilakukan secara berangsur-angsur dan bijaksana.
Skripsi ini membahas tentang internalisasi
nilai ajaran Islam melalui metode pembiasaan yang merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah,
sehingga peserta didik menerima dan memiliki nilai-nilai ajaran Islam dalam
meningkatkan kesadaran menjalankan perintah agama dalam kehidupan sehari-hari.
G. Landasan Teori
1.
Metode
Pembiasaan
Dari segi bahasa metode berasal dari dua
perkataan , yaitu meta dan hodos, meta berarti “melalui “ dan hodos berarti
“jalan “ atau “cara “. Dengan demikian metode dapat berarti cara atau jalan
yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.[8]Selanjutnya
jika metode tersebut dikaitkan dengan pendidikan Islam, dapat membawa arti
metode sebagai jalan untuk menanamkan pengetahuan agama pada diri seseorang
sehingga terlihat dalam pribadi obyek sasaran, yaitu pribadi Islami. Selain itu
metode dapat pula membawa arti sebagai cara untuk memahami, menggali, dan
mengembangkan ajaran Islam, sehingga terus berkembang sesuai dengan
perkembangan zaman.[9]
Metode dapat pula dikatakan sebagai seni dalam mengajar, sehingga metode sangat
penting dalam dunia pendidikan.
Pendidikan merupakan usaha sadar manusia
dalam mencapai tujuan tertentu (tujuan pendidikan). Banyak para tokoh yang
mengemukakan definisi pendidikan, tetapi pada intinya pendidikan mempunyai lima unsur utama, yaitu:[10]
a. Usaha (kegiatan) yang
bersifat bimbingan, pimpinan, atau pertolongan yang dilakukan secara sadar
b. Ada pendidik, pembimbing atau penolong
c. Ada yang dididik atau si terdidik
d. Adanya dasar atau tujuan dalam bimbingan tersebut
Dari kelima unsur pendidikan di atas dapat diketahui
bahwa fungsi metode sangat penting dalam proses belajar mengajar. Karenanya
terdapat suatu prinsip yang umum dalam memfungsikan metode, yaitu prinsip agar
pengajaran dapat disampaikan dalam suasana menyenangkan, menggembirakan, penuh
dorongan, dan motivasi, sehingga pelajaran atau materi pendidikan yang akan
disampaikan itu dapat dengan mudah diberikan. Banyaknya metode yang ditawarkan
dalam mengajar merupakan usaha untuk mempermudah atau mencari jalan paling
sesuai dengan perkembangan jiwa peserta didik dalam menerima materi pelajaran.
Dalam penelitian ini, dari beberapa metode yang ada, maka
metode yang dibahas adalah metode pembiasaan. Pembiasaan adalah sesuatu yang
sengaja dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaannya. Pembiasaan
sebenarnya berintikan pengalaman, yang dibiasakan itu adalah sesuatu yang
diamalkan. Oleh karena itu, uraian tentang pembiasaan selalu menjadi satu
dengan uraian tentang perlunya mengamalkan kebaikan yang telah diketahui.
Metode pembiasaan juga digunakan oleh Al-qur’an dalam
memberikan materi pendidikan melalui kebiasaan yang dilakukan secara bertahap.
Dalam hal ini termasuk merubah kebiasaan–kebiasaan yang negatif. Kebiasaan
ditempatkan oleh manusia sebagai sesuatu yang istimewa. Ia banyak sekali
menghemat kekuatan manusia, karena sudah menjadi kebiasaan yang sudah melekat
dan spontan, agar kekuatan itu dapat dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan dalam
berbagai bidang pekerjaan, berproduksi dan aktivitas lainnya.[11]
Pembiasaan dalam pendidikan agama hendaknya dimulai
sedini mungkin. Rasulullah SAW memerintahkan kepada orang tua, dalam hal ini
para pendidik agar mereka menyuruh anak-anak mengerjakan sholat, tatkala mereka
berumur tujuh tahun. Hal tersebut berdasarkan hadits di bawah ini:
مُرُوْا
أَوْلاَدَكُمْ بِاالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ وَاضْرِبُوْهُمْ
عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِيْنَ، وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ
فىِالمَضَاجِعِ (رواه أبوداوود)
Artinya: “Suruhlah
anak-anak kalian untuk melaksanakan sholat ketika mereka berumur tujuh tahun,
dan pukullah mereka apabila meninggalkannya ketika mereka berumur sepuluh
tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka”. ( HR. Abu Dawud).[12]
Berdasarkan hadits di atas maka anak-anak atau peserta
didik dibiasakan untuk sholat.
Membiasakan anak shalat, lebih-lebih dilakukan
secara berjamaah itu penting. Sebab dalam kehidupan sehari-hari pembiasaan itu
merupakan hal yang sangat penting, karena banyak dijumpai orang berbuat dan
bertingkah laku hanya karena kebiasaan semata-mata. Tanpa itu hidup seseorang
akan berjalan lambat sekali, sebab sebelum melakukan sesuatu seseorang harus
memikirkan terlebih dahulu apa yang akan dilakukan.[13]
2.
Internalisasi
Nilai
Nilai adalah daya pendorong dalam hidup, yang memberi makna dan pengabsahan pada tindakan seseorang. [14]
Pengertian nilai adalah suatu penetapan atau kualitas obyek yang menyangkut suatu jenis aspirasi atau minat.[15] Banyak sekali macam-macam nilai yang berkembang di masyarakat, baik dari lapangan hidup, fungsional ataupun kejiwaan. Salah satu nilai tersebut adalah nilai ajaran Islam.
Pendidikan agama Islam merupakan pendidikan nilai di mana peserta didik diharapkan dapat bertindak, bergerak dan berkreasi dengan nilai-nilai tersebut. Ajaran Islam mengandung nilai spiritual yang mendalam, di mana diletakkan iman terhadap-Nya. Iman inilah yang merupakan sumber kekuatan bagi kehidupan manusia dalam menjalin kehidupan agar dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Nilai ajaran Islam merupakan sistem yang diwujudkan dalam amal perilaku para pemeluknya, termasuk dalam hal ini anak, peserta didik maupun masyarakat pada umumnya. Sistem nilai agama Islam adalah suatu keseluruhan tatanan yang terdiri dari beberapa komponen yang saling mempengaruhi dan mempunyai keterpaduan yang bulat yang berorientasi pada nilai Islam. Jadi bersifat menyeluruh, bulat dan terpadu
Pendidikan agama menyangkut manusia seutuhnya, ia tidak hanya membekali anak dengan pengetahuan agama, atau mengembangkan intelek anak saja dan tidak pula mengisi dan menyuburkan perasaan (sentimen ) agama saja, akan tetapi ia menyangkut keseluruhan diri pribadi anak, mulai dari latihan-latihan (amaliah) sehari-hari, yang sesuai dengan ajaran agama, baik yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, manusia dengan alam, serta manusia dengan dirinya sendiri.[16]
Internalisasi adalah upaya menghayati dan mendalami nilai, agar nilai tersebut tertanam dalam diri setiap manusia. Karena pendidikan agama Islam berorientasi pada pendidikan nilai sehingga perlu adanya proses internalisasi tersebut. Jadi internalisasi merupakan ke arah pertumbuhan batiniah atau rohaniah peserta didik. Pertumbuhan itu terjadi ketika siswa menyadari sesuatu “nilai” yang terkandung dalam pengajaran agama dan kemudian nilai-nilai itu dijadikan suatu “ sistem nilai diri” sehingga menuntun segenap pernyataan sikap, tingkah laku, dan perbuatan moralnya dalam menjalani kehidupan ini.
Tahap-tahap dalam internalisasi nilai
adalah: [17]
a. Tahap transformasi nilai, pada tahap ini guru
sekedar menginformasikan nilai-nilai yang baik dan yang kurang baik kepada
siswa, yang semata-mata merupakan komunikasi verbal.
b. Tahap transaksi nilai, yaitu suatu tahap pendidikan
nilai dengan jalan melakukan komunikasi dua arah, atau interaksi antara siswa
dan guru bersifat timbal balik. Dalam tahap ini tidak hanya menyajikan
informasi tentang nilai yang baik dan yang buruk, tetapi juga terlibat untuk
melaksanakan dan memberikan contoh amalan yang nyata, dan siswa diminta
memberikan respons yang sama, yakni menerima dan mengamalkan nilai itu.
c.
Tahap transinternalisasi, yakni bahwa tahap
ini lebih dalam daripada sekedar transaksi. Dalam tahap ini penampilan guru di
hadapan siswa bukan lagi sosok fisiknya, melainkan sikap mentalnya
(kepribadiannya). Demikian juga siswa merespons kepada guru bukan hanya
gerakan/penampilan fisiknya, melainkan sikap mental dan kepribadiannya. Oleh
karena itu, dapat dikatakan bahwa dalam transinternalisasi ini adalah
komunikasi dua kepribadian yang masing-masing terlibat secara aktif.
Proses internalisasi terjadi
apabila individu menerima pengaruh dan bersedia bersikap menuruti pengaruh itu
dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa yang ia percayai dan sesuai dengan
sistem yang dianutnya. Dalam hal ini, maka isi dan hakekat sikap yang diterima
itu sendiri dianggap oleh individu sebagai memuaskan. Sikap demikian itulah
yang biasanya merupakan sikap yang dipertahankan oleh individu dan biasanya tidak
mudah untuk berubah selama sistem nilai yang ada dalam diri individu yang
bersangkutan masih bertahan.[18]
Jadi,
internalisasi nilai sangatlah penting dalam pendidikan agama Islam karena
pendidikan agama Islam merupakan pendidikan nilai sehingga nilai-nilai tersebut
dapat tertanam pada diri peserta didik,
dengan pengembangan yang mengarah pada internalisasi nilai-nilai ajaran
Islam merupakan tahap pada manifestasi manusia religius. Sebab tantangan untuk
arus globalisasi dan transformasi budaya bagi peserta didik dan bagi manusia
pada umumnya adalah difungsikannya nilai-nilai moral agama. Sebagai seorang
muslim maka yang difungsikan adalah nilai-nilai ajaran Islam, yang dapat
terwujud dalam kehidupan sehari-hari.
Pada tahap-tahap internalisasi ini diupayakan
dengan langkah-langkah sebagai berikut:[19]
a.
Menyimak, yakni pendidik memberi stimulus kepada peserta didik dan peserta
didik menangkap stimulus yang diberikan.
b.
Responding, peserta didik mulai ditanamkan pengertian dan kecintaan terhadap
tata nilai tertentu, sehingga memiliki latar belakang Teoritik tentang sistem
nilai, mampu memberikan argumentasi rasional dan selanjutnya peserta didik
dapat memiliki komitmen tinggi terhadap nilai tersebut.
c.
Organization, peserta didik mulai dilatih mengatur sistem kepribadiannya
disesuaikan dengan nilai yang ada.
d.
Characterization, apabila kepribadian sudah diatur disesuaikan dengan sistem nilai
tertentu dan dilaksanakan berturut –turut, maka akan terbentuk kepribadian yang
bersifat satunya hati, kata dan perbuatan. Teknik internalisasi sesuai dengan
tujuan pendidikan agama, khususnya pendidikan yang berkaitan dengan masalah
aqidah, ibadah, dan akhlakul karimah.
3.
Nilai
Ajaran Islam
Nilai merupakan esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat
berarti bagi kehidupan manusia. [20]
Ajaran Islam adalah ajaran yang dibawa oleh
Nabi Muhammad SAW yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadits. Sebagai seorang
muslim, ada lima
perkara yang membuat status muslimnya sempurna yaitu dengan menjalankan lima rukun Islam yaitu:
membaca dua kalimat syahadat, mengerjakan shalat, menjalankan puasa,
mengeluarkan zakat dan pergi haji ke Baitullah Mekah bagi orang yang mampu.
Islam
sebagai agama wahyu mengandung ajaran-ajaran yang bersifat universal dan
eternal, serta mencakup seluruh aspek kehidupan. Dengan ajaran-ajaran tersebut
Islam menuntun manusia untuk meningkatkan harkat dan martabatnya agar
memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. [21]
Jadi ajaran Islam tidak hanya mengatur hubungan dengan Allah tetapi ajaran
Islam juga mengatur hubungan dengan sesama manusia bahkan mengatur hubungan
dengan alam semesta.
Ajaran
Islam meliputi bidang-bidang sebagai berikut:[22]
a. Bidang
Ibadah (rubu` ibadah), yang menjelaskan soal hubungan manusia dengan
Tuhannya dengan jalan mengerjakan ibadah dan pengabdian menurut tata cara
tertentu.
b. Bidang
Ekonomi (rubu` mu`amalah), yang berhubungan dengan penghidupan dan
mencari rejeki.
c. Bidang
Pernikahan (rubu` munakahat), yaitu yang berhubungan dengan nikah,
talak, rujuk, yang merupakan saluran untuk mendapatkan keturunan yang sah
d. Bidang
Hukum Pidana (rubu` jinayah), yang berhubungan dengan pelanggaran dan
kejahatan antar individu, individu dengan masyarakat umum atau negara.
Rahmatan lil
`alamin memang benar, jika kita sebagai orang Islam
menjalankan ajaran-ajaran Islam dengan benar karena manusia diciptakan sebagai
khalifah di muka bumi. Oleh karena itu umat Islam wajib mentaati dan
melaksanakan perintah-perintah Allah SWT, dan Allah tidaklah menciptakan
manusia kecuali untuk beribadah. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam surat adz-Dzariyat ayat
56:
وَمَا خَلَقْتُ
الْجِنَّ وَاْلأِنْسَ اِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ
Artinya : “Dan
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”.[23]
Beberapa nilai ajaran Islam yang ditanamkan
kepada peserta didik sebagai kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari adalah
sebagai berikut :
a.
Iman
b.
Taqwa
c.
Ikhlas
d.
Tawakkal
e.
Disiplin
f.
Kebersihan
g.
Persaudaraan
h.
Persamaan
i.
Syukur
4. Tahap-tahap Perkembangan
Nilai Moral
J. Piaget dan
L. Kohlberg bahwa tahap- tahap
perkembangan nilai moral seseorang terbagi ke dalam 4 tahap beserta
ciri-cirinya dan perkembangan moral itu berhubungan dengan perkembangan
kognitif seseorang, yaitu sebagai berikut:[24]
a. Tahap pertama: usia 0-3
tahun (pra moral)
Pada fase ini anak tidak
mempunyai bekal pengertian tentang baik dan buruk, tingkah lakunya dikuasai
oleh dorongan-dorongan naluriah saja, tidak ada aturan yang mengendalikan
aktivitasnya, aktivitas motoriknya tidak dikendalikan oleh tujuan yang berakal.
b. Tahap kedua: usia 3-6
tahun (tahap egosentris)
Pada fase ini anak hanya
mempunyai pikiran yang samar-samar dan umum tentang aturan-aturan, ia mengubah
aturan untuk memuaskan kebutuhan pribadi dan gagasannya yang timbul mendadak,
ia bereaksi terhadap lingkungannya secara instinktif dengan hanya sedikit
kesadaran moral.
c. Tahap ketiga: usia 7-12
tahun (tahap heteronom)
Pada fase ini ditandai
dengan suatu paksaan. Di bawah tekanan orang dewasa atau orang berkuasa, anak
sedikit menggunakan kontrol moral dan logika terhadap perilakunya, masalah
moral dilihat dalam arti hitam putih, boleh tidak boleh, dengan otoritas dari
luar (orang tua, guru dan anak yang lebih besar) sebagai faktor utama dalam
menentukan apa yang baik dan yang jahat. Karena itu, pemahaman tentang
moralitas yang sebenarnya masih sangat terbatas.
d. Tahap keempat: usia 12
tahun dan seterusnya (tahap otonom)
Pada tahap ini seseorang
mulai mengerti tentang nilai-nilai dan mulai memakainya dengan caranya sendiri.
Moralitasnya ditandai dengan kooperatif, bukan paksaan, interaksi dengan taman
sebaya, diskusi, kritik diri, rasa persamaan dan menghormati orang lain
merupakan faktor utama dalam tahap ini. Aturan dan pikiran dipertanyakan, diuji
dan dicek kebenarannya. Aturan yang dianggap dapat diterima secara moral
diinternalisasikan dan menjadi bagian khas dari kepribadiannya. Pada masa
remaja, seseorang menganggap aturan-aturan sebagai persetujuan teman-teman
sebaya yang saling menguntungkan. Ia memberontak terhadap moralitas orang tua,
tetapi akhirnya mereka kembali kepada moralitas yang sebelumnya merupakan tolak
mati-matian sewaktu masih remaja.
5. Metode
Pembiasaan sebagai Upaya Internalisasi Nilai Ajaran Islam
Kebiasaan terbentuk karena sesuatu yang
dibiasakan, sehingga kebiasaan dapat diartikan sebagai perbuatan atau
ketrampilan secara terus-menerus, secara konsisten untuk waktu yang lama,
sehingga perbuatan dan ketrampilan itu benar-benar bisa diketahui dan akhirnya
menjadi suatu kebiasaan yang sulit ditinggalkan, atau bisa juga kebiasaan
diartikan sebagai gerak perbuatan yang berjalan dengan lancar dan seolah-olah berjalan
dengan sendirinya. Perbuatan ini terjadi awalnya dikarenakan pikiran yang
melakukan pertimbangan dan perencanaan, sehingga nantinya menimbulkan perbuatan
dan apabila perbuatan ini diulang-ulang maka akan menjadi kebiasaan.
Kebiasaan-kebiasaan yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah kebiasaan-kebiasaan dalam menjalankan ajaran Islam,
sehingga nilai-nilai yang ada pada pembiasaan yang dilakukan dapat dimiliki dan
tertanam dengan baik atau nilai-nilai tersebut dapat terinternalisasi dan dapat
menjadi suatu karakter. Jadi kebiasaan di sini merupakan hal-hal yang sering
dilakukan secara berulang-ulang dan merupakan puncak perwujudan dari tingkah
laku yang sesungguhnya, di mana ketika seseorang telah memiliki kemampuan untuk
mewujudkan lewat tindakan dan apabila tindakan ini dilakukan secara
terus-menerus, maka ia akan menjadi kebiasaan, dan kebiasaan tersebut akan
mewujudkan karakter.
Karakter itu terbentuk dari luar. Karakter
terbentuk dari asimilasi dan sosialisasi. Asimilasi menyangkut hubungan manusia
dengan lingkungan bendawi, sedangkan sosialisasi menyangkut hubungan antar
manusia. Kedua unsur inilah yang membentuk karakter.[25]
Pendidikan agama Islam sebagai pendidikan
nilai maka perlu adanya pembiasaan-pembiasaan dalam menjalankan ajaran Islam,
sehingga nilai-nilai ajaran Islam dapat terinternalisasi dalam diri peserta
didik, yang akhirnya akan dapat membentuk karakter yang Islami. Nilai-nilai
ajaran Islam yang menjadi karakter merupakan perpaduan yang bagus (sinergis)
dalam membentuk peserta didik (remaja) yang berkualitas, di mana individu bukan
hanya mengetahui kebajikan, tetapi juga merasakan kebajikan dan mengerjakannya
dengan didukung oleh rasa cinta untuk melakukannya.
Pembentukan karakter seseorang (terutama
peserta didik) bersifat tidak alamiyah, sehingga dapat berubah dan dibentuk
sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Kaidah umum dalam pembentukan karakter
adalah sebagai berikut :[26]
1.
Kaidah
kebertahapan, proses perubahan, perbaikan, dan pengembangan harus dilakukan
secara bertahap.
2.
Kaidah
kesinambungan, anda harus tetap berlatih seberapapun kecilnya porsi latihan
tersebut, nilainya bukan pada besar kecilnya, tetapi pada kesinambungannya.
3.
Kaidah
momentum, pergunakan berbagai momentum peristiwa untuk fungsi pendidikan dan
latihan. Misalnya menggunakan bulan Ramadhan untuk mengembangkan sifat sabar,
kemauan yang kuat, kedermawanan dan seterusnya.
4.
Kaidah
motivasi intrinsik, jangan pernah berfikir untuk memiliki karakter yang kuat
dan sempurna, jika dorongan itu benar-benar lahir dalam diri anda sendiri, atau
dari kesadaran anda akan hal itu.
5.
Kaidah
pembimbing, anda mungkin bisa melakukannya seorang diri, tetapi itu tidak akan
sempurna. Jadi, anda membutuhkan kawan yang berfungsi sebagai guru.
Dari kaidah di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa selain kebiasaan diberikan juga
pengertian secara kontinyu, sedikit demi sedikit dengan tidak melupakan
perkembangan jiwanya, dengan melihat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
pembentukan karakter dengan melihat nilai-nilai apa yang diajarkan serta
bersikap tegas dengan memberikan kejelasan sikap, mana yang harus dikerjakan
dan mana yang tidak. Memperkuatnya dengan memberikan sangsi dengan kesalahannya
dan juga tidak kalah pentingnya dengan adanya teladan atau contoh yang
diberikan.
Metode pembiasaan sebagai upaya
internalisasi nilai ajaran Islam
sehingga dapat membentuk karakter peserta didik yang Islami, hal ini
juga dikaitkan dengan hukum panen sebagai berikut :[27]
Tanamlah pemikiran
Kamu akan menuai tindakan
Tanamlah tindakan
Kamu akan menuai kebiasaan
Tanamlah kebiasaan
Kamu akan menuai karakter
Tanamlah karakter
Kamu akan menuai nasibmu
H. Metode
Penelitian
1.
Jenis
dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan
(field study research) yang bermaksud mempelajari secara intensif tentang
latar belakang keadaan sekarang dan interaksi suatu sosial, individu, kelompok,
lembaga, dan masyarakat.[28]
Penelitian ini bersifat deskriptif yang
memberi gambaran secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala,
atau kelompok tertentu, dalam penelitian ini untuk mengetahui informasi tentang
metode pembiasaan yang diterapkan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta sebagai
upaya menginternalisasi nilai ajaran Islam.
Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini
adalah pendekatan kualitatif, yang berusaha memahami dan menafsirkan makna
suatu peristiwa interaksi tingkah–laku manusia dalam situasi tertentu menurut
perspektif peneliti sendiri.[29]
Pendekatan ini digunakan karena data yang diperoleh adalah data deskriptif yang
berupa kata-kata tertulis dan lisan dari orang-orang serta berupa perilaku yang
diamati.
2.
Metode
Penentuan Informan
Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi
tentang situasi dan kondisi latar penelitian.[30]
Untuk menentukan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik berdasarkan
tujuan-tujuan tertentu (purposive sampling), dengan cara bola salju (snow
ball) yaitu menelusuri terus data yang dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan
yang ada.
Informan dalam penelitian ini dibedakan menjadi :
a.
Informan
kunci (key informan)
Informan kunci dalam penelitian ini adalah guru agama Islam,
terutama bidang Aqidah, Ibadah, dan Akhlak.
b.
Informan
pendukung
Informan pendukung dalam penelitian ini terdiri dari :
1.
Kepala
Sekolah
2.
Guru BP
3.
Sebagian
siswa kelas 3 A, ada 9 siswa
3.
Metode
Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan atau memperoleh data,
menggunakan beberapa metode yaitu :
a.
Observasi
Metode observasi adalah pengamatan dan
pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti.[31]
Metode ini digunakan untuk memperoleh
data tentang :
1.
Gambaran
umum tentang keadaan sekolah
2.
Gambaran
tentang pelaksanaan metode pembiasaan
3.
Suasana
religius di sekolah
b.
Wawancara
Metode
wawancara adalah tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara
langsung.[32]
Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara
yang bebas terpimpin, sebab sekalipun wawancara dilakukan secara bebas tetapi
sudah dibatasi oleh struktur pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya.
Wawancara dilakukan untuk memperoleh data
sebagai berikut :
1.
Tujuan
pelaksanaan metode pembiasaan
2.
Nilai-nilai
ajaran Islam yang hendak diinternalisasikan kepada peserta didik.
3.
Nilai-nilai
apa saja yang muncul dan dirasakan oleh siswa.
c.
Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah teknik pengambilan
data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen.[33]
Metode ini digunakan untuk memperoleh data
tentang :
1.
Kondisi
dan gambaran umum tentang SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta.
2.
Keadaan
guru, karyawan, dan siswa.
3.
Sarana dan
fasilitas sekolah.
4.
Metode
Analisis Data
Analisa data dalam penelitian adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan
data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan
tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.[34]
Data yang telah terhimpun kemudian diklarifikasikan untuk dianalisa
dengan menggunakan pendekatan analisa
induktif, yaitu berangkat dari fakta-fakta yang khusus, peristiwa-peristiwa
yang konkrit, kemudian dari fakta-fakta dan peristiwa-peristiwa yang khusus
konkrit itu ditarik generalisasi-generalisasi yang mempunyai sifat umum.[35]
Selanjutnya menggunakan analisa data yang dikembangkan oleh Miles
dan Huberman, dengan tiga jenis kegiatan, yaitu; reduksi data, penyajian data,
dan penarikan kesimpulan/verifikasi sebagai sesuatu yang jalin menjalin pada
saat sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar. [36]
Alur pertama adalah reduksi data, merupakan kegiatan pemilihan,
pemilahan, penyederhanaan dan transformasi data kasar yang berasal dari
lapangan. Reduksi data berlangsung selama proses penelitian sampai tersusunnya
laporan akhir penelitian. Sejak tahap ini analisa data sudah dilaksanakan
karena reduksi data juga merupakan bagian yang tak terpisahkan dari analisis
data.
Alur kedua adalah penyajian data yang merupakan sekumpulan informasi
yang tersusun dalam teks naratif. Penyusunan informasi tersebut dilakukan
secara sistematis dalam bentuk tema-tema pembahasan sehingga mudah difahami
makna yang terkandung di dalamnya.
Alur ketiga adalah menarik kesimpulan atau verifikasi dari semua
kumpulan makna setiap kategori, peneliti berusaha mencari makna esensial dari
setiap tema yang disajikan dalam teks naratif yang berupa fokus penelitian.
Selanjutnya ditarik kesimpulan untuk masing-masing fokus tersebut, tetapi dalam
suatu kerangka yang sifatnya komprehensif.
Ilustrasi dari prosedur di atas adalah pertama, peneliti mengadakan
pengumpulan data di lapangan dengan menggunakan pedoman yang sudah disiapkan
sebelumnya. Pada saat itulah dilakukan pencatatan dan tanya jawab dengan
informan. Dari informasi yang diterima tersebut seringkali memunculkan
pertanyaan-pertanyaan baru, baik pada saat wawancara berlangsung maupun sudah
berakhir atau disebut proses wawancara mendata.
Setelah data dilacak, diperdalam dan diuji kebenarannya, selanjutnya
dicari maknanya berdasarkan kajian kritik yang digunakan, dengan cara
pemilihan, pemilahan, dan penganalisaan data. Langkah selanjutnya data
transformasikan dan disusun secara tematik dalam bentuk teks naratif sesuai
dengan karakter masing-masing. Terakhir, dicari makna yang paling esensial dari
masing-masing tema berupa fokus penelitian yang dituangkan dalam kesimpulan.
I. Sistematika Pembahasan
Untuk
mencapai pemahaman yang utuh, runtut, dan sistematis dalam penulisan skripsi
ini, maka menggunakan sistematika pembahasan
sebagai berikut :
BAB
Pertama, berisi uraian tentang pendahuluan, yang
menjadi landasan bagi bab-bab selanjutnya. Bab ini memuat tentang penegasan
istilah, latar belakang masalah, rumusan masalah, alasan pemilihan judul, tujuan dan kegunaan
penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian yang digunakan
dan ditutup dengan sistematika pembahasan.
BAB
Kedua, Membahas kondisi dan gambaran umum tentang
SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta, yang pembahasannya terdiri atas letak dan
keadaan geografis, sejarah berdiri dan
perkembangannya, struktur organisasi, keadaan guru, siswa, dan karyawan serta
sarana dan fasilitas sekolah.
BAB
Ketiga, membahas tentang pelaksanaan metode
pembiasaan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta sebagai upaya menginternalisasi
nilai ajaran Islam para siswa dalam kehidupan sehari-hari. Dalam bab ini pula
dibahas analisis metode pembiasaan terhadap internalisasi nilai, serta
nilai-nilai apa saja yang muncul dan dirasakan oleh peserta didik kemudian
dihubungkan dengan teori–teori yang sudah ada.
BAB
Keempat, merupakan akhir dari penelitian skripsi
ini, yang berisi kesimpulan, saran-saran dan penutup.
BAB II
GAMBARAN UMUM SMP MUHAMMADIYAH 2 YOGYAKARTA
Letak Dan
Keadaan Geografis
SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta
terletak di Jl. Kapas II/7a, Sukonandi, Kecamatan Umbulharjo, Propinsi daerah
Istimewa Yogyakarta. Letak bangunan gedung SMP Muhammadiyah 2 ini sangat
strategis karena berada di lingkungan yang akademis. Bangunan berdiri diatas
tanah seluas 819 meter persegi dan luas halaman 2.734 meter persegi ini berbatasan
dengan:
1. Sebelah Barat :
Kejaksaan Negeri dan DEPAG
2. Sebelah Utara :
UAD
3. Sebelah Timur :
SMU Muhammadiyah 2
4. Sebelah Selatan : Jalan Kapas II
Keadaan lingkungan sekolahpun dapat dikatakan baik, sebab keadaan
sekolah yang bersih, tidak terlalu bising dan disekitar sekolah tersebut bukan
daerah pertokoan serta letaknya juga jauh dari pasar. Disamping itu, daerah ini
merupakan daerah komplek lembaga pendidikan. Karena letaknya yang sangat
strategis, hal tersebut sangat menguntungkan
bagi SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta.
B. Sejarah Berdiri Dan Perkembangannya
SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta
memiliki akar sejarah yang cukup panjang. Untuk pertama kalinya gedung yang
terletak di jalan Sultan Agung no.14 ini digunakan sebagai tempat pendidikan.
Oleh organisasi Muhammadiyah tempat pendidikan ini diberi nama “INHEEMSE MULO
MUHAMMADIYAH” dibawah asuhan Bapak Pinandoyo dan dibantu oleh Bapak Abdul Gani
Dwijosuparto dengan status bersubsidi pada tahun 1941. Sekolah ini merupakan sekolah ‘MULO BUMI
PUTERA” yang pertama-tama di seluruh tanah air kita yang menggunakan bahasa
jawa dan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantarnya.
Waktu itu Muhammadiyah sudah memiliki
sekolah-sekolah, seperti; MULO, AMS dan MULO HIK di berbagai tempat, tetapi
kesemuanya itu masih menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Maka
boleh dikatakan bahwa INHEEMSE MULO MUHAMMADIYAH merupakan perintis SLTP yang dikenal di Indonesia
sekarang ini. Dengan kata lain INHEEMSE MULO MUHAMMADIYAH telah membuka jalan
untuk berdirinya SMP MUHAMMADIYAH 2 PUTRI YOGYAKARTA. Pada akhir tahun 1942
pimpinan Muhammadiyah mulai berhasrat untuk mengubah INHEEMSE MULO MUHAMMADIYAH menjadi SLTP Muhammadiyah
dengan bahasa nasional sebagai bahasa pengantarnya.
Pada permulaan tahun 1943 Muhammadiyah punya
inisiatif untuk membuka SLTP khusus putri yang muridnya diambilkan dari
murid-murid putri MULO HIK Muhammadiyah. Yang bertempat di jalan Taman Asri
(dalam komplek Madrasah Muallimin Muhammadiyah), dan dari murid-murid putri
bekas INHEEMSE MULO MUHAMMADIYAH. Yang telah menempati ruangan-ruangan rumah
yatim Muhammadiyah di Tungkak Luwanu. Adapun realisasi berdirinya SLTP
Muhammadiyah Putri ini berlangsung tanggal 1 April 1943 dipimpin oleh Bapak K.
Malikus Suparto karena beliau akhirnya dibutuhkan untuk memimpin bekas MULO HIK
Muhammadiyah, maka pimpinan SLTP Muhammadiyah diserahkan kepada Bapak R.
Sarsono. Karena jumlah muridnya makin bertambah besar sedang keadaan gedung
belum mencukupi, maka dibukalah SLTP Putri di jalan Bintaran tengah dan yang
diserahi untuk memimpinnya adalah Bapak K.H Dahlan BKN.
Bapak
K.H Dahlan BKN memimpin dari tahun 1944 sampai tahun 1947. Dalam periode ini
SLTP PUTRI Muhammadiyah mendapat kemajuan pesat, sehingga waktu diperiksa dari
tim inspeksi SLTP se-Jawa Tengah (berkedudukan di Semarang) dinyatakan bahwa sekolah tersebut
tidak diragukan lagi untuk berhak menerima subsidi penuh.
Karena Bapak Dahlan
BKN sejak tahun 1946 dibutuhkan tenaganya untuk membantu pendidikan di madrasah
Mu’allimat Muhammadiyah dan akhirnya menjabat sebagai Kepala Sekolah di
Mu’allimat maka pimpinan SLTP PUTRI Muhammadiyah diserahkan kepada Bapak H.
Abdulgani Dwidjosuparto, tahun 1947-1955.
Kantor inspeksi Jawa Tengah yang
berada di Semarang
untuk sementara dibuka di Yogyakarta, karena
pada waktu itu Semarang
masih dikuasai Belanda. Mulai tahun 1953 subsidi 100% baru dapat diberikan
secara penuh dan ditambahkan pula kekurangan subsidi yang belum diterima sejak
tahun 1947. Dari sinilah titik tolak dimulainya pembangunan gedung sekolah dan
sarana-sarananya, sehingga kemajuan sekolah berangsur-angsur dapat terus
ditingkatkan dan dibina.
Kemudian diteruskan periode pimpinan
Bapak R.Soejono yang menjabat pada kurun waktu dari tahun 1955-1970. Periode
Bapak R.Soejono merupakan periode yang paling lama diantara periode-periode
sebelumnya. Dalam periode ini sudah mulai terasa adanya kestabilan dan
ketertiban dalam organisasi sekolah. Hasil prestasi ujianpun semakin lama
semakin meningkat bahkan mencapai kelulusan 100%, karena telah terbina dan
tertanamkannya kedisiplinan guru dan muridnya. Aktivitas pelajaran dapat
ditingkatkan dengan adanya gerak kesatuan, hari krida, drum band, kepramukaan,
dan lain-lain. Pembangunan gedung juga diteruskan sehingga dapat dibangun
sebuah musholla yang memenuhi syarat bagi terselenggaranya lembaga pendidikan
yang berbasis Islam.
Karena Bapak Soejono Soemodinoto
pensiun, maka sebagai pimpinannya dilimpahkan pada Ibu Badriyah Solichin yang
menjabat mulai tahun 1970-1981. Dalam periode ini mulai ditingkatkan kerjasama
antara sekolah dengan para wali murid. Pada tahun 1971 dibentuk IKWAM (Ikatan
Wali Murid Muhammadiyah) dan mulai tahun ini realisasi kerjasama antara guru
dan wali murid kelihatan sangat maju, sehingga dapat membangun lagi sebuah
ruang kelas baru. Pada tahun ini pula sekolah mendapat kepercayaan untuk
mengadakan ujian sendiri.
Pada tahun 1972 sekolah membangun
sebuah gedung yang digunakan untuk menyimpan barang-barang. Kemudian pada tahun
1973 sekolah memperbaharui dua lokal kelas. Di tahun ini pula SLTP Muhamadiyah
2 Putri dinyatakan sebagai perintis sekolah pembangunan oleh Majelis Pendidikan
dan Pengajaran Kotamadya Yogyakarta dengan suratnya tertanggal 30 November 1992 No.
E.634/A/XI/1972.
Kemudian pada tahun 1981 sampai
sekarang kepemimpinan SLTP Muhammadiyah 2 Putri dipegang Bapak Ali Arifin B.A,
karena Ibu Badriyah Solichin sudah pensiun. Ditetapkannya Bapak Ali Arifin BA
sebagai kepala Sekolah sejak tanggal 1 April 1981 berdasar pada SK Menteri P
dan K tanggal 30 Juni No. 48140/c/4/1982.
Adapun usaha yang ditempuh untuk
memajukan sekolah tersebut ada dua macam yaitu:
1. Jangka Panjang
Penyelesaian gedung baru di komplek Sukonandi yang akan
memakan biaya tidak kurang dari 100 juta.
2. Jangka Pendek
a.
Peningkatan
dan penyempurnaan data-data sekolah.
b.
Peningkatan
kedisiplinan baik siswa maupun guru dan karyawan.
c.
Peningkatan
mutu / kualitas bagi guru maupun karyawan.
d.
Popularitas
SLTP Muhammadiyah 2 Putri Yogyakarta baik pada warga Muhammadiyah pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya. Dan sejak tahun 1985 hingga 2002, SLTP Muhammadiyah
2 Putri Yogyakarta mendapatkan akreditasi status disamakan.
Dan pada tahun ajaran 2002/2003
Muhammadiyah 2 Putri Yogyakarta dirubah menjadi Muhammadiyah 2 Yogyakarta.
Tidak ada masalah yang signifikan yang mempengaruhi perubahan nama tersebut.
Hal ini dilakukan karena minat peserta didik baik putri maupun putra seimbang
sehingga kesemuanya diterima di sekolah ini.[37]
C. Struktur Organisasi
Untuk mewujudkan tujuan pendidikan
diperlukan adanya suatu koordinasi dan kerjasama yang baik dalam suatu struktur
organisasi, sehingga kegiatan pendidikan dapat dilaksanakan secara efektif dan
efisien.
Susunan organisasi sekolah dibentuk
berdasarkan keadaan dan kebutuhan sekolah masing-masing susunan organisasi
sekolah SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta dipimpin langsung oleh kepala sekolah dan
dibantu oleh wakilnya. Untuk membantu kepala sekolah dan wakilnya diperlukan
beberapa staf bawahan, baik tenaga edukatif maupun administratif.
Adapun struktur organisasinya sebagai berikut:
STRUKTUR ORGANISASI SEKOLAH SLTPMUHAMMADIYAH 2 YOGYAKARTA
TAHUN PELAJARAN 2004/ 2005[38]
IRIII
Personalia yang menangani proses
pengajaran di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta adalah Kepala sekolah sebagai
pimpinan tertinggi dan dibantu oleh staf-stafnya di berbagai bidang. Adapun
tugas dan peranan setiap komponen itu adalah:
1.
Kepala
Sekolah bertanggung jawab secara keseluruhan, baik keluar maupun ke dalam
mengenai pelaksanaan pendidikan dan pengajaran.
2.
Wakasek
sebagai pembantu tugas sehari-hari kepala sekolah dalam menjalankan tugasnya
dan mewakili kepala sekolah apabila kepala sekolah tidak dapat menjalankan
tugasnya.
3.
Staf bendahara, yaitu:
a. Membantu
kepala sekolah dalam mengelola keuangan baik yang dari pemerintah (subsidi pemerintah) uang
sekolah siswa maupun bantuan masyarakat.
b. Membuat RAPBS (Rencana Anggaran Pendapatan
Belanja Sekolah)
4.
TU (Tata
Usaha) membantu kepala sekolah dalam merumuskan dan melaksanakan masalah
ketatausahaan guru, pegawai, maupun siswa.
5.
Kesiswaan
yaitu;
a. Membantu kepala sekolah dalam pembinaan siswa baik
yang bersifat kurikuler maupun ko-kurikuler
b. Bertanggung jawab dan mengadakan
ekstrakurikuler
6.
Staf kurikulum yaitu:
a. Membantu kepala sekolah dalam merumuskan dan
melaksanakan kegiatan belajar mengajar
b. Membantu kepala sekolah dalam membuat
kalender akademik
c.
Pelaksanaan
langsung sumatif dan EBTA
7.
Urusan
sarana dan prasarana / staf administrasi yaitu:
a. Membantu kepala sekolah dalam
menata administrasi sekolah sehingga mendapatkan data-data yang lengkap
b. Membantu kepala sekolah dalam kenaikan pangkat
c.
Membantu
kepala sekolah mengurusi segala hal yang berhubungan dengan sarana prasarana
sekolah
8.
Urusan
humas yaitu, membantu kepala sekolah dalam memberikan informasi kepada
masyarakat, orang tua, lembaga lain dan masalah kehidupan sekolah.
9. Koordinator BP / staf BP (IKWAM) yaitu:
a. Membantu
kepala sekolah dalam pencarian data serta identitas semua siswa
b. Mencari dan menyelesaikan
kasus-kasus yang timbul dari diri siswa
c.
Membantu
kepala sekolah dalam memberikan dan mengarahkan siswa-siswa kelas III yang
sudah lulus dan yang akan melanjutkan ke SLTA sehingga tidak salah pilih.
d.
Memberikan
tes IQ kepada seluruh siswa untuk bahan pembinaan siswa demi peningkatan
kualitas.
10.
Staf guru
sebagai pendidik, pengajar dan tidak sekedar mendidik dan mengajar saja, tetapi
juga menanamkan kecerdasan dan tingkah laku siswa.
11.
OSIS yaitu
merupakan perwakilan dari siswa untuk menampung segala keinginan siswa dalam
mencapai cita-cita baik yang bersifat ekstra maupun yang bersifat
ekstrakurikuler.
12.
Siswa
yaitu sebagai subyek dan obyek dalam mencapai cita-cita kehidupan bangsa.
D. Keadaan Guru, Siswa dan karyawan
1. Keadaan
guru
Dari hasil penelitian mengenai tenaga
pengajar di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2004/ 2005 ada 54
Guru, yang terdiri dari 17 guru negeri dari Dinas Pendidikan ( DPK ), 4 guru
negeri dari Departemen Agama ( Depag ),4 guru dari yayasan (ATY ), 3
guru bantu, dan 26 guru tidak tetap ( GTT ). Untuk lebih rincinya lihat tabel I
di bawah ini :
TABEL I
DAFTAR NAMA GURU SMP
MUHAMMADIYAH
2 YOGYAKARTA[39]
No |
Nama
|
Mata
Pelajaran
|
Status
|
1
|
Drs.
Kusmantoro
|
Matematika
|
DPK
|
2
|
Nur Atikah
Hanum
|
Aqidah
|
Depag
|
3
|
Siti Jazriyah
|
Ibadah
|
Depag
|
4
|
Dra. Hj.
Anwariyah
|
Al-Qur’an
|
Depag
|
5
|
Tumiran S.Ag
|
Ahklak
|
Depag
|
6
|
Badruddin ARK, S.Ag
|
Bahasa Arab
|
GTT
|
7
|
Miftah Syaiful
H,S.Ag
|
Tarikh
|
GTT
|
8
|
Sadijo B.A
|
Kemuhammadiyahan
|
GTT
|
9
|
Drs. Singgih
|
PPKn
|
DPK
|
10
|
Dra.Siswanti
|
PPKn
|
Yayasan
|
11
|
Rr. Noor
Afiati, S.S
|
B&S
Indonesia
|
GTT
|
12
|
Tujiono S.Pd
|
B&S
Indonesia
|
GTT
|
13
|
Lilies Dwi S.
|
B. Indonesia
|
DPK
|
14
|
S. Sukabdilah,
S.Pd.
|
B. Indonesia
|
DPK
|
15
|
Naning
Hidayati, S. Pd.
|
B. Indonesia
|
Yayasan
|
16
|
Drs. Suharyadi
|
Matematika
|
Guru Bantu
|
17
|
Sri Utami,
S.Si.
|
Matematika
|
GTT
|
18
|
Dra. Nur Eny
Emt
|
Matematika
|
GTT
|
19
|
Jumingin S.Pd.
|
Matematika
|
GTT
|
20
|
H. Muh. Albani,
B.A
|
Matematika
|
DPK
|
21
|
Dra. Rini Dyah
H.
|
Matematika
|
GTT
|
22
|
Dra. Ayuati K.
|
Fisika
|
GTT
|
23
|
Suhodo S.Pd.
|
Fisika
|
DPK
|
24
|
Ngadiman
|
Fisika dan
Kimia
|
GTT
|
25
|
H. Sukardi,
S.Pd.
|
Fisika
|
DPK
|
26
|
Sumilah S.Pd
|
Biologi
|
GTT
|
27
|
Dra. Hj.
Chasanah
|
Biologi
|
GTT
|
28
|
Kamim, A.
Md.Pd.
|
Biologi
|
GTT
|
29
|
Dra. Eny
Farhaeni
|
Sejarah dan
Ekonomi
|
GTT
|
30
|
Herni
Setiawati, S.Pd.
|
Sejarah
|
DPK
|
31
|
Yunu K, S.E
|
Ekonomi
|
Guru Bantu
|
32
|
Naniek Rochmi
|
Geografi,Sosial
dan Antropolgi
|
DPK
|
33
|
Drs. Satimin
Agus S
|
Geografi dan
Ekonomi
|
Yayasan
|
34
|
Siti Chotijah
|
Geografi
|
GTT
|
35
|
Widiq Cahyono
|
B. Inggris
|
Guru Bantu
|
36
|
Dian Ratna P,
S. Pd.
|
B. Inggris
|
GTT
|
37
|
Sunaryo S. Pd.
|
B. Inggris
|
DPK
|
38
|
Dwi Isnawati,
S.Pd.
|
B. Inggris
|
GTT
|
39
|
Dra. Ismiyati
|
Penjaskes
|
DPK
|
40
|
Suhari Marjio,
S. Pd.
|
Penjaskes
|
GTT
|
41
|
M. Irfan
Hajam, S. Pd.
|
Penjaskes
|
GTT
|
42
|
Dra. Tri
Maharjanti
|
Penjaskes
|
DPK
|
43
|
Bangun Catur
P, S. Pd.
|
Seni Rupa
|
GTT
|
44
|
Eko Nur H,
S.Sn.
|
Seni Musik
|
GTT
|
45
|
Siti
Krisdiyantini, S. Pd
|
B. Jawa
|
GTT
|
46
|
Suharjono
|
B. Jawa
|
DPK
|
47
|
Dra. Hj. Sri
Endarwati
|
Administrasi
dan Kemuh.
|
GTT
|
48
|
Anindya
Pratiwi
|
PKK
|
DPK
|
49
|
Dra. Siti
Nurul Ch.
|
PKK dan BP/BK
|
DPK
|
50
|
Mustakim, S.
Pd.
|
Elektronika
dan Tek. Inf.
|
GTT
|
51
|
Agus Musthofa
|
Komputer
|
GTT
|
52
|
Dra. Dyah
Pangestuti
|
BP/ BK
|
Yayasan
|
53
|
Drs. Djundam
Suwarso
|
BP/ BK
|
DPK
|
54
|
Dra. Endang
Wahyu Tj
|
BP/ BK
|
DPK
|
2. Keadaan siswa
Peranan siswa dalam proses belajar
mengajar tidak kalah pentingnya dengan peranan guru, karena siswa adalah obyek
yang akan dididik, diarahkan dan dibawa ke arah situasi yang lebih baik. Tanpa
adanya siswa dalam proses belajar mengajar, kegiatan belajar atau interaksi
belajar mengajar tidak mungkin dapat berjalan.
Dari data yang terkumpul pada
penelitian tentang jumlah siswa SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta adalah sebagai
berikut; jumlah siswa seluruhnya 869 anak yang terdiri dari kelas 1 sebanyak
246 siswa, kelas 2 sebanyak 344 dan kelas 3 sebanyak 279 anak. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat tabel II di bawah
ini :
TABEL II
JUMLAH SISWA SMP MUHAMMADIYAH 2 YOGYAKARTA
TAHUN PELAJARAN 2004/ 2005[40]
NO
|
KELAS
|
JUMLAH
|
KETERANGAN
|
1
|
VII A. Dahlan
|
19
|
|
2
|
VII A
|
41
|
|
3
|
VII B
|
40
|
|
4
|
VII C
|
36
|
|
5
|
VII D
|
36
|
|
6
|
VII E
|
36
|
|
7
|
VII F
|
38
|
|
Jumlah
|
246
|
||
8
|
2 A. Dahlan
|
24
|
|
9
|
2 A
|
45
|
|
10
|
2 B
|
46
|
|
11
|
2 C
|
46
|
|
12
|
2 D
|
48
|
|
13
|
2 E
|
46
|
|
14
|
2 F
|
44
|
|
15
|
2 G
|
45
|
|
Jumlah
|
344
|
||
16
|
3 A
|
40
|
|
17
|
3 B
|
40
|
|
18
|
3 C
|
40
|
|
19
|
3 D
|
40
|
|
20
|
3 E
|
39
|
|
21
|
3 F
|
40
|
|
22
|
3 G
|
40
|
|
Jumlah
|
279
|
||
Jumlah Total Siswa |
869
|
3. Keadaan karyawan
Karyawan-karyawan yang ada saat ini
jumlah keseluruhan ada 20 orang yang terdiri dari 3 orang pegawai tetap
persyarikatan dan 17 orang pegawai tidak tetap. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat daftar tabel III di bawah ini:
TABEL
III
DAFTAR NAMA KARYAWAN SMP
MUHAMMADIYAH 2 YOGYAKARTA TAHUN PELAJARAN
2004/2005[41]
No
|
NAMA/NIP/NBM
|
PENANGGUNG JAWAB
|
TUGAS LAIN
|
1
|
Achmad Najib
NBM. 625.440
|
Kepala Tata
Usaha
|
1.
Administrasi
Kepegawaian
2.
Legalisir
3.
Mutasi
Siswa Masuk/ Keluar
4.
Uang
sekolah kelas III
5.
Bayar
Listrik/ Telephon
6.
Pembantu
Umum
|
2
|
Sarjiyanta
NBM. 649. 811
|
Pembagian Gaji
Guru/ Karyawan
|
1.
Wk. Ka.
Tata Usaha
2.
Pemotongan
gaji bagi yang punya pinjaman di koperasi
3.
Uang
sekolah kelas I dan II
4.
Koordinator
Her Kelas II dan III
5.
Membayar
infak Guru/ Karyawan
6.
Pembantu
Umum
|
No
|
NAMA/NIP/NBM
|
PENANGGUNG JAWAB
|
TUGAS LAIN
|
3
|
Ita Rekhana
NBM. 645.649
|
Perpustakaan
|
1.
Bendahara
2
2.
Keluar
masuk buku bantuan
3.
Buku-buku
siswa dan guru
4.
Herregistasi
kelas III
5.
Kebersihan
ruang perpus
6.
Pembuatan
RABS dan pengaturan pengeluaran uang sesuai RAPBS
7.
Pembantu
Umum
|
4
|
Iswahyuni
Barokhah
NBM. 858.279
|
Buku Induk
Siswa
|
1.
Induk
siswa/ Klaper
2.
Pengadaan
peralatan siswa
3.
Herregistasi
kelas II
4.
Konsumsi
urusan rapat
5.
Pencucian
6.
Pembantu
Umum
|
5
|
Sri Wahyuni,
S. Sos
NBM. 521. 554
|
Bendahara
|
1.
Pembuatan
RAPBS
2.
Pengaturan
pengeluaran uang sesuai dengan RAPBS
3.
Pengetikan/
Komputer
4.
Surat menyurat
5.
Konsumsi
urusan rapat
6.
Pembantu
Umum
|
6
|
Setyo Budi Sanyoto
NBM. 843.293
|
Surat Menyurat
|
1.
Agenda surat masuk/ keluar
2.
Pengetikan
3.
Kartu
buku kelas III
4.
Penggandaan
dan perakitan
5.
Data-data
dinding
6.
Pembantu
umum
|
7
|
Samidi
NBM. 858.278
|
Bel Pelajaran
|
1.
Absensi
siswa, guru, dan karyawan
2.
Pembersih
ruang Tata Usaha
3.
Penyampaian
Majalah
4.
Perakitan
dan penggandaan
5.
Peralatan
siswa/ guru
6.
Pembantu
umum
|
8
|
M. Syarifuddin
|
Driver
|
1.
Antar
jemput Kepsek
2.
Antar
jemput guru, karya-wan dan siswa urusan dinas
3.
Parkir
Kendaraan
4.
Antar surat
5.
Pembantu
Umum
|
No
|
NAMA/NIP/NBM
|
PENANGGUNG JAWAB
|
TUGAS LAIN
|
9
|
Kasno
NBM. 843. 294
|
Laboratorium
|
1.
Kebersihan
ruang guru/ Kepsek dan kamar mandinya
2.
Kebersihan
ruang Lab. dan sekitarnya
3.
Rapat-rapat
di aula
4.
Perakitan
dan penggandaan
5.
Antar surat
6.
Pembantu
umum
|
10
|
Tugiman
NBM. 843. 291
|
Kebersihan
|
1.
Kebersihan
aula
2.
Persiapan
sholat
3.
Kamar
mandi/ WC lantai III
4.
Rapat-rapat
di aula
5.
Sound
system upacara
6.
Antar surat/ foto copy
7.
Kaca
jendela, pintu ruang guru
8.
Penggandaan
dan perakitan
9.
Pembantu
Umum
|
11
|
Hani
|
Kebersihan
Halaman dan Lingkungan
|
1.
halaman
kebun dan tanaman
2.
Kebersihan
umum dan tempat sampah
3.
Kamar
mandi WC belakang kantin
4.
Kaca,
jendela dan pintu ruang guru
5.
Foto
copy
6.
Pembantu
Umum
|
12
|
Endro Yunanto
NBM. 858. 276
|
Kebersihan
|
1.
Lantai I
(bawah)
2.
Tangga
barat dan utara
3.
Kamar
mandi WC lantai I
4.
Mushola
dan sekitarnya
5.
Inventaris
Drum Band
6.
Rapat-rapat
di aula
7.
Sound
system upacara
8.
Penggandaan
dan perakitan
9.
Antar surat/ foto copy
10.
Pembantu
Umum
|
No
|
NAMA/NIP/NBM
|
PENANGGUNG JAWAB
|
TUGAS LAIN
|
13
|
Agus Musthofa
NBM. 905. 565
|
Komputer
|
1.
Data
siswa, guru, dan karyawan
2.
Pengetikan
3.
Data
kelas Akselerasi
4.
Pembantu
umum
|
14
|
Muh. Wahyudin
|
Kebersihan
|
1.
Depan
belakang kelas lantai 2
2.
Kaca,
jendela, pintu ruang guru
3.
Perakitan
dan penggandaan
4.
Antar
surat/foto copy
5.
Rapat-rapat
di aula
6.
Pembantu
Umum
|
15
|
Agus Subagyo
NBM. 761 871
|
Perpustakaan
|
1.
Kebersihan
utara selatan Perpus
2.
Perakitan
dan penggandaan
3.
Antar surat/ foto copy
4.
Rapat-rapat
di aula
5.
Pembantu
umum
|
16
|
Sarwono
NBM. 843. 292
|
Satpam ( Kood.
)
|
1.
Mengatur
lalu lintas dan keamanan
2.
Kebersihan
pintu gerbang
3.
Kebersihan
depan/ belakang kelas II A dan II B
4.
Kebersihan
tangga Kepsek
5.
Pembantu
Umum
|
17
|
Sumardiayana
NBM. 822.292
|
Satpam
|
1.
Mengatur
lalu lintas dan keamanan
2.
Kebersihan
pintu gerbang
3.
Kebersihan
depan/ belakang kelas II A dan II B
4.
Kebersihan
tangga Kepsek
5.
Pembantu
Umum
|
18
|
Eko
Sulistiawan
|
Satpam
|
1.
Mengatur
lalu lintas dan keamanan
2.
Kebersihan
pintu gerbang
3.
Kebersihan
depan/ belakang kelas II A dan II B
4.
Kebersihan
tangga Kepsek
5.
Pembantu
Umum
|
No
|
NAMA/NIP/NBM
|
PENANGGUNG JAWAB
|
TUGAS LAIN
|
19
|
Benyamin
|
Satpam
|
1.
Mengatur
lalu lintas dan keamanan
2.
Kebersihan
pintu gerbang
3.
Kebersihan
depan/ belakang kelas II A dan II B
4.
Kebersihan
tangga Kepsek
5.
Pembantu
Umum
|
20
|
Yanu Riyanto
|
Kebersihan
|
1.
Membuat
minuman guru, karyawan dan tamu
2.
Kebersihan
gedung baru
3.
Rapat-rapat
di aula
4.
Antar surat/ foto copy
5.
Pembantu Umum
|
Demikianlah tentang keadaan guru,
siswa, karyawan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta.
E. Sarana dan Fasilitas Sekolah
Dalam kegiatan proses belajar
mengajar, sarana dan fasilitas tidak boleh diabaikan, sebab sarana dan
fasilitas merupakan faktor yang tidak kalah pentingnya. Dan bagaimanapun juga
sarana dan fasilitas itu ikut dalam menunjang keberhasilan proses belajar
mengajar.
Dari data yang terkumpul pada
penelitian ini terutama mengenai sarana dan fasilitas pendidikan dapat penulis
laporkan sebagai berikut:
Sarana
dan fasilitas yang dimiliki SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta adalah:
1. Lokal
yang meliputi:
Ruang kepala
sekolah ada satu lokal
Ruang guru
ada satu lokal
Ruang kelas
ada 22 kelas lokal
Ruang kantor
/ tata usaha ada satu lokal
Ruang BP ada
satu lokal
Ruang
perpustakaan ada satu lokal
Ruang UKS ada
satu lokal
Ruang
laboratorium ada dua lokal
Ruang PKK ada
satu lokal
Ruang
koperasi dan penggandaan surat
menjadi satu lokal
Ruang OSIS
ada satu lokal
Ruang
alat-alat drum band ada satu lokal
Ruang
penjagaan ada satu lokal
Ruang piket
ada satu lokal
Ruang aula
ada satu lokal yang sangat luas
Musholla satu
lokal
Kamar mandi
ada 12 lokal
2. Alat-alat perlengkapan belajar meliputi;
a.
Kursi dan
meja guru
b.
Kursi dan
meja tulis siswa
c.
Papan
tulis, kapur tulis dan penghapus
d.
Papan data
e.
Papan
absen siswa
f.
Papan
pengumuman
g.
Papan
majalah dinding
h.
Alat
peraga yang terdiri dari gambar-gambar, peta dunia, peta indonesia,
globe dan mistar kayu
i.
OHP
3. Perlengkapan kantor yang meliputi;
a.
Kursi tamu
b.
Kursi dan
meja kantor
c.
Almari
kantor untuk tempat beberapa surat-surat penting dan arsip-arsip
d.
Mesin tik
e.
Komputer
f.
Papan
beraneka macam data
g.
Papan
grafik
h.
Musik
tanda bunyi bel
i.
Lain-lain
4. Alat-alat
a.
Lapangan
volly, bulu tangkis, kasti dan lain-lain.
b.
Tenis meja
c.
Bola
(Volly, tenis meja, kasti), net dan raketnya.
d.
Lembing,
cakram dan peluru
e.
Musik
untuk senam
f.
Lain-lain
5. Peralatan Kepramukaan
a. Tenda dan
bendera
b.
Tongkat
dan tali
c.
PPPK
d.
Lain-lain
6. Peralatan kesenian yaitu angklung dan alat
untuk tari-tarian dan lain-lain.
7. Perlengkapan perpustakaan yang meliputi;
a.
Buku-buku,
baik buku paket , buku bidang studi umum dan buku bidang agama serta
bacaan-bacaan lain yang menyangkut soal pendidikan dapat menaikkan prestasi
belajar siswa-siswi)
b.
Rak buku
perpustakaan dan almari
c.
Komputer
d.
Meja dan
kursi yang gunanya untuk membaca didalam perpustakaan
e.
Lain-lain
8. Sarana mushola / ibadah yang meliputi;
a.
Tikar / karpet
b. Seperangkat
alat sholat
c.
Beberapa
kitab suci Al-qur’an
d.
Lain-lain
9. Alat-alat yang menyangkut masalah ketrampilan
sudah cukup, terutama dalam bidang UKS
Secara umum pihak sekolah menyediakan
semua kebutuhan siswa dalam hal buku-buku paket, yang mana sifatnya meninjau
dengan menyewa ala kadarnya tiap tahunnya. Sedangkan untuk keperluan lain
seperti olah raga, laboratorium, P3K, Kesehatan, Ibadah dan kesehatan sekolah
itu semua dicukupi oleh sekolah dan demikian juga alat-alat pramuka dan
PMR-nya.
Adapun prosedur penggunaan serta
pemeliharaan gedung dan fasilitas sekolah adalah;
- Penggunaan gedung ditentukan oleh persyarikatan
- Pemeliharaan gedung diserahkan oleh sekolah
Dengan melihat keterangan-keterangan
diatas, maka keadaan fasilitas pendidikan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta
adalah sangat memadai.
BAB III
PELAKSANAAN
METODE PEMBIASAAN SEBAGAI UPAYA INTERNALISASI NILAI AJARAN ISLAM
A. Metode Pembiasaan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta
1.
Bentuk-bentuk
Metode Pembiasaan yang Diterapkan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta
Ada beberapa bentuk
pembiasaan yang diterapkan oleh pihak sekolah sebagai usaha untuk
menumbuh-kembangkan kultur sekolah yang kondusif dengan memberikan spirit
nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT, di antara bentuk
kegiatan tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Berjabat
tangan dan mengucapkan salam sewaktu bertemu teman, guru, maupun karyawan.
b.
Melakukan
tadarus sebelum pelajaran dimulai
c.
Melaksanakan
sholat dzuhur berjamaah di musholla maupun di aula sekolah
d.
Melaksanakan
pengajian kelas di rumah siswa secara bergiliran sebulan sekali
e.
Melaksanakan
sholat Jum’at berjamaah di aula sekolah
f.
Melaksanakan
pesantren kilat bagi siswa di bulan Ramadan
g.
Mewajibkan
semua warga sekolah putera-puteri berpakaian muslim/ muslimah setiap hari
h.
Melaksanakan
peringatan-peringatan hari besar agama Islam dengan melibatkan semua warga
sekolah
i.
Mewajibkan
membaca doa saat mulai pelajaran dan akhir pelajaran[42]
Dari beberapa jenis kegiatan di atas
yang difokuskan dalam penelitian ini adalah program sholat dzuhur berjamaah,
sholat dhuha, tadarus Al-Qur’an sebelum pelajaran dimulai, membaca do’a sebelum
dan sesudah pelajaran, berjabat tangan dan mengucapkan salam, serta pengumpulan
dana sosial. Metode pembiasaan tersebut dilaksanakan di luar kegiatan belajar
mengajar.
Berikut ini hasil wawancara dengan
Bapak kepala Sekolah tentang dilaksanakannya pembiasaan kegiatan keagamaan di
SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta :
“Tujuan secara umum dari
pembiasaan di sini adalah untuk menjadikan siswa yang intelek dan religius
sehingga mempunyai ciri khusus sekolah yang Islami “[43]
Menjadikan siswa yang intelek berarti
suatu usaha agar siswa-siswi di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta secara akademis
dapat menguasai ilmu pengetahuan, tetapi tetap religius yaitu dapat menjalankan
ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana diketahui bahwa dalam
Islam menuntut ilmu itu wajib hukumnya bagi setiap muslim.
Sedangkan tujuan yang lebih rinci
tentang pembiasaan tersebut dijelaskan oleh guru agama sebagai berikut :
“ Pembiasaan ini bertujuan agar anak merasa butuh dengan Allah
sehingga lama-lama mereka merindukannya sehingga akan tumbuh kesadaran dalam
menjalankan ajaran agama”[44]
Dari beberapa pandangan tentang
tujuan pembiasaan yang diterapkan seperti di atas, dapat diambil suatu
kesimpulan bahwa tujuan diterapkan pembiasaan menjalankan ajaran Islam adalah
agar peserta didik di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta mempunyai tingkat religiusitas
yang tinggi dengan menjalankan ajaran agama Islam dengan penuh kesadaran,
sehingga nilai-nilai ajaran Islam dapat terinternalisasi dalam diri peserta
didik dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
2.
Pelaksanaan
Metode Pembiasaan yang Diterapkan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta
Dari beberapa pembiasaan yang
diterapkan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta,
sebagaimana yang telah diungkapkan sebelumnya hampir semuanya dilaksanakan di
luar kegiatan belajar mengajar di kelas. Jadi pembiasaan yang diterapkan
merupakan tempat atau wahana bagi peserta didik untuk melaksanakan atau
mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam, sehingga nilai-nilai yang terkandung pada
pembiasaan yang diterapkan dapat terinternalisasi dalam diri mereka.
Pada penelitian ini, dari beberapa
pembiasaan yang diterapkan yang akan dipaparkan adalah kegiatan : jama’ah
sholat dzuhur, sholat dhuha, tadarus sebelum pelajaran dimulai, membaca do’a
sebelum dan sesudah pelajaran, berjabat tangan dan mengucapkan salam sewaktu
bertemu dengan guru, karyawan, siswa, serta pengumpulan dana sosial. Untuk
lebih jelasnya, dapat dilihat pada pemaparan pembiasaan yang diterapkan di SMP
Muhammadiyah 2 Yogyakarta sebagai upaya internalisasi nilai ajaran Islam,
sebagai berikut:
1.
Sholat
Dzuhur Berjamaah
Sholat dhuhur berjamaah wajib
dilakukan oleh seluruh siswa di SMP
Muhammadiyah 2 Yogyakarta. Karena jumlah siswa
dan siswinya banyak dan terbatasnya ruangan untuk jamaah, maka pelaksanaan
jamaah sholat dzuhur dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama diberlakukan
bagi siswa-siswi kelas 1 dan 2 sesudah jam ke-6 atau pada jam istirahat kedua,
yaitu pukul 11-45, sedangkan tahap kedua diberlakukan bagi siswa-siswi kelas 3
sesudah jam ke-7, yaitu pada pukul 12-15. Kegiatan tersebut dilakukan di
musholla dan di aula sekolah, dan sudah dibentuk jadwal untuk imam dan pengawas
sholat. Untuk lebih jelasnya, jadwal iman dan pengawas sholat dapat dilihat
pada lampiran.
Imam bertugas sebagai imam dalam
sholat sekaligus memimpin berdzikir dan berdo’a bersama sesudah sholat. Berdzikir
bersama biasanya membaca istighfar, tasbih 33 kali, tahmid 33 kali, dan takbir
33 kali. Berdo’a bersama biasanya berdo’a untuk kedua orang-tua dan untuk
keselamatan hidup di dunia dan di akhirat. Sedangkan pengawas sholat bertugas
untuk mengawasi jalannya sholat dan menertibkan para siswa sebelum dan sesudah
jama’ah berlangsung. Adanya pengawas sholat itu perlu, karena untuk menghindari
hal-hal yang tidak diinginkan terjadi, misalnya anak-anak ramai sendiri atau
ada jumlah rekaat yang kurang bagi ma’mum yang masbuk. Seperti yang diungkapkan
oleh Ibu Atikah Hanum sebagai berikut :
“Pengawas dalam sholat itu perlu sekali karena anak-anak biasanya
ramai sendiri sebelum sholat dimulai. Dan pernah ada kejadian bahwa ada seorang
siswa yang menjadi ma’mum masbuk kurang rekaatnya, sehingga perlu diingatkan
dan disuruh mengulang lagi shalatnya. Dari kejadian ini maka pengawas sholat
sangat diperlukan”[45]
Dari keterangan di atas dapat
diketahui bahwa fungsi imam dan pengawas sholat sangat membantu jalannya kegiatan
sholat berjama’ah. Apalagi sudah ada jadwalnya sendiri sehingga kegiatan
tersebut dapat berlangsung dengan tertib dan teratur.
Sebelum sholat dimulai, sambil
menunggu siswa-siswi yang lain, yang sedang antri berwudlu maka salah satu guru
(Baik sebagai imam atau pengawas sholat) memberikan nasehat sekaligus
memberikan contoh agar mereka melaksanakan sholat sunat rowatib sebelum dzuhur
atau berdzikir dengan menyebut asma Allah, dengan tujuan agar mereka lebih siap
untuk sholat dengan khusyu’ dan agar mereka lebih dekat dengan sang pencipta.
Hal ini seperti diungkapkan oleh seorang guru sebagai berikut :
“ Biasanya anak-anak saya anjurkan untuk melaksanakan sholat sunat
sebelum dzuhur dan saya menasehati agar mereka tidak ramai sendiri tetapi lebih
baik diisi dengan memperbanyak menyebut asma Allah, agar mereka lebih siap
untuk sholat dan menjadikan hati lebih tenang”[46]
Kadang-kadang ada siswa yang enggan
melaksanakan sholat dzuhur berjamaah, tetapi mereka selalu dikontrol agar semua
siswanya melaksanakan sholat dzuhur berjamaah. Pengontrolan ini dilakukan agar
mereka terbiasa melaksanakan sholat lima
waktu dan sebisa mungkin dilaksanakan secara berjamaah. Adanya pengontrolan ini
seperti diungkapkan oleh Ibu Atikah Hanum :
“Untuk mengetahui siswa yang tidak melaksanakan jamaah sholat dzuhur
maka selalu kami kontrol, siapa-siapa yang tidak melaksanakannya dan hal ini
dapat diketahui dari laporan guru atau karyawan yang melihat siswa pada jam
sholat berada di kantin atau di tempat lain, dan dari imam dan pengawas sholat”[47]
Dari keterangan-keterangan di atas
dapat diketahui bahwa pelaksanaan jamaah sholat dzuhur di SMP Muhammadiyah 2
Yogyakarta dapat berjalan dengan tertib dan teratur. Dan dari ini, diharapkan
agar peserta didik terbiasa melaksanakan sholat lima kali dan kalau biasa dilaksanakan secara
berjamaah. Sebagaimana diketahui bersama bahwa sholat merupakan tiang agama dan
dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, sedangkan sholat berjamaah itu
lebih utama karena pahalanya akan dilipatkan sebanyak 27 derajat. Hal tersebut
berdasarkan firman Allah dan hadits Nabi berikut ini :
إِنَّ
الصَّلوةَ تَنْهى عَنِ الفَحْشَآءِ وَالْمُنْكَرِ (العنكبوت :45)
Artinya: Sesungguhnya sholat itu mencegah dari
(perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. (al-‘Ankabut : 45)[48]
عَنِ
ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا اَنَّ رَسَوْلَ اللهِ ص.م قَالَ: صَلاَةُ
الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ الْفَذِّ بِسَبْعِ وَعِشْرِ يْنَ دَرَجَةً
(متفق عليه)
Artinya : Dari Umar r.a. bahwasanya Rasulullah SAW
bersabda: “Sholat jamaah itu lebih utama dari pada sholat sendirian, dengan dua
puluh tujuh derajat” (HR. Bukhori dan Muslim)[49]
2.
Sholat
Dhuha
Kegiatan sholat dhuha juga menjadi
pembiasaan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta walaupun tidak diwajibkan seperti
sholat dzuhur berjamaah. Walaupun tidak diwajibkan para siswa cukup antusias
dan banyak yang melaksanakannya, hal ini tentunya tidak lepas dari dorongan dan
keteladanan dari beberapa guru, khususnya guru agama. Berikut ini hasil
wawancara dengan ibu Siti Jazriyah :
“Saya selalu memberikan dorongan dan nasehat agar para siswa
melaksanakan sholat dhuha agar mereka diberi kemudahan dalam menempuh study dan
kemudahan rizki untuk orang-tuanya. Dan saya pun selalu memberikan contoh
dengan melaksanakannya, dan alhamdulillah siswa yang mengerjakannya semakin
bertambah”[50]
Berdasarkan ungkapan di atas dan
observasi yang dilakukan maka kegiatan melaksanakan sholat dhuha di kalangan
siswa-siswi SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta cukup tinggi. Ada sebagian siswa yang melaksanakannya
karena adanya dorongan dan nasehat dari guru agama, tetapi ada juga yang
melaksanakannya karena sudah terbiasa di rumah, sehingga tumbuh kesadaran,
seperti yang dikatakan oleh salah seorang siswa sebagai berikut :
“Saya melaksanakan sholat dhuha karena dianjurkan oleh guru dan di
rumah pun saya dibiasakan oleh orang-tua, sehingga saya jadi terbiasa untuk
melaksanakannya”[51]
Kegiatan sholat dhuha ini biasanya
dilaksanakan pada jam istirahat pertama, yaitu pukul 09.15. Mereka
melaksanakannya di mushola atau aula secara sendiri-sendiri dan rata-rata
melaksanakannya sebanyak dua rekaat.
3.
Tadarus
Sebelum Pelajaran Dimulai
Kegiatan tadarus sebelum pelajaran
dimulai merupakan pembiasaan yang wajib dilakukan oleh semua siswa dan siswi di
SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta agar para siswa lancar membaca Al-qur’an dan
menjadi kebiasaan yang baik. Tadarus Al-qur’an biasanya dilakukan kurang lebih
10 menit, yang dipandu oleh guru yang
mengajar pada jam pertama, tetapi apabila gurunya belum hadir maka kegiatan tadarus
tersebut berjalan sendiri dengan dipimpin oleh ketua kelas. Cara membacanya
dilakukan secara bersama-sama dan melanjutkan ayat atau surat sebelumnya.
Menurut Ibu Anwariyah bahwa ada
sebagian siswa yang belum lancar bahkan belum bisa membaca AL-Qur’an, Berikut
petikan wawancaranya :
“Tidak semua anak-anak di sini bisa membaca Al-Qur’an dengan baik,
apalagi kalau mereka disuruh membaca sendiri-sendiri. Makanya anak-anak yang
belum lancar membaca saya suruh untuk ikut TPA di rumah, saya tekankan bahwa
orang Islam wajib bisa membaca Al-Qur’an agar bisa memahami kitab sucinya
sendiri dengan baik”[52]
Hal senada juga diungkapkan Ibu Siti Jazriyah sebagai
berikut ini
“Kegiatan tersebut merupakan
sarana bagi siswa untuk gemar membaca kitab sucinya dan agar bagi siswa yang
belum lancar dalam membaca Al-qur’an menjadi lebih lancar sesuai dengan hukum
tajwidnya, apalagi sebagian besar para siswa SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta
berasal dari Sekolah Dasar (SD) yang
masih banyak yang belum lancar dalam membaca
Al-qur’an” [53]
Berdasarkan pernyataan Ibu Anwariyah
dan Ibu Siti Jazriyah maka kegiatan tadarus bertujuan agar para siswa-siswi di
SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta dapat membaca Al-Qur’an dengan lancar sehingga
mereka gemar membacanya dan dapat mengambil pelajaran darinya, karena di dalam
Al-Qur’an mengandung pelajaran dan beberapa nilai, baik nilai illahiyah maupun
nilai ibadah. Pelajaran dan nilai-nilai tersebut diharapkan dapat dihayati dan
dimiliki oleh peserta didik.
4.
Membaca
Doa Sebelum dan Sesudah Pelajaran
Kegiatan membaca doa sebelum dan
sesudah pelajaran merupakan pembiasaan yang diwajibkan bagi semua siswa-siswi
di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta. Kegiatan
tersebut dipimpin oleh ketua kelas
setelah guru yang akan mengajar masuk kelas. Sebelumnya mereka memberi
salam, baru setelah itu mulai berdo'a. Do'a yang dibaca adalah sebagai berikut
:
رَضِيْتُ
بِااللهِ رَبًّا وَبِاْلاِسْلاَمِ دِيْنَا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيَّاوَرَسُوْلاَ
رَبِّ زِدْنِىعِلْمَا وَارْزُقْنِى فََهْمًا
Doa tersebut dibaca ketika jam
pertama, sedangkan bacaan do’a pada jam terakhir atau ketika mau pulang adalah
sebagai berikut:
اَللّهُمَّ
اَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَااتِّبَاعَهُ وَاَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلاً،
وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ
سُبْحَانَكَ
اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّاَنْتَ اَسْتَغْفِرُكَ
وَاَتُوْبُ اِلَيْكَ
Ada salah satu guru
yang memberikan metode dzikir bersama setiap beliau akan mengajar. Hal itu
beliau lakukan setiap seminggu sekali bagi kelas yang diwalininya dan sebulan
sekali bagi untuk semua kelas di mana beliau mengajar di kelas tersebut. Tujuan
beliau adalah agar para siswa mau diajak untuk merenungkan segala sesuatu yang
sudah mereka lakukan, apakah sudah sesuai dengan ajaran Islam atau
sebaliknya, sehingga para siswa
menghayati benar ajaran agamanya, dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Berikut hasil wawancaranya :
"Khusus saya, saya mengadakan dzikir bersama setiap seminggu
sekali di kelas yang saya walini dan sebulan sekali pada kelas yang lain. Saya
mencoba menggambarkan kepada mereka bahwa kita itu tidak ada apa-apanya di
hadapan Allah, sehingga kita perlu untuk dekat dengan-Nya. Hal ini berguna bagi
mereka untuk mengingatkan kepada mereka terhadap apa
yang sudah mereka lakukan, agar mereka selalu ingat kepada Allah. Dan merekapun
cukup antusias bahkan ada yang mengingatkan saya, kalau saya lupa. Hal tersebut
bisa membuat mereka sampai menangis.[54]
Setiap manusia wajib berdo'a dan
berusaha, tetapi semuanya diserahkan kepada Allah SWT karena Maha Kuasa atas
segala sesuatu. Salah satu cara agar kita selalu dekat dengan-Nya adalah dengan selalu ingat kepada-Nya, dengan berdzikir
atau menjalankan ajaran yang telah disyari'atkan. Berikut
ini pemaparan hasil observasi pada tanggal 11 Agustus 2004 tentang pelaksanaan
metode pembiasaan dzikir bersama yang dipandu oleh ibu Atikah Hanum di kelas 1
Akselerasi ( VII Ahmad Dahlan ) :
-
Semua
pintu dan jendela ditutup begitu pula kordennya, sehingga tercipta suasana yang tenang dan tentunya
lebih mudah untuk fokus dan konsentrasi.
-
Semua
kepala siswa menunduk sambil mendengarkan kalimat istighfar, tasbih dan tahmid,
serta ibu guru meminta agar anak-anak meresapinya ke dalam hati mereka sehingga
merasakan kedekatan dengan Allah SWT.
-
Sambil
berdoa, Ibu guru mencoba menggugah emosi para siswa dengan kata-kata yang haru
dan menyentuh perasaan mereka, agar mereka merenungkan kembali dosa-dosa dan
kesalahan-kesalahan yang sudah mereka perbuat. Membayangkan seandainya mereka
tidak bisa sekolah, ditinggalkan oleh orang-tuanya, sehingga mereka bersyukur
atas nikmat Allah yang mereka terima dan sedikit dari mereka yang sampai
meneteskan air-mata.
-
Sebagai
penutup Ibu guru tidak lupa memberikan nasehat agar anak didiknya selalu
menjalankan perintah Allah SWT dan belajar yang rajin dan bersungguh-sungguh
agar tercapai cita-citanya dan mudah-mudahan menjadi anak yang berguna bagi
agama, nusa, dan bangsa.
Pembiasaan dzikir bersama biasanya
dilakukan kurang lebih selama 15 menit dan setelah itu melanjutkan materi
pelajaran seperti biasanya. Dengan kegiatan di atas diharapkan agar anak didik
mempunyai rasa syukur kepada Allah terhadap segala nikmat yang telah
diberikan-Nya dengan mengingat Allah di manapun berada dan menjalankan
perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya.
5.
Berjabat
Tangan dan Mengucapkan Salam
Di lingkungan SMP Muhammadiyah 2
Yogyakarta di antara sesama warga sekolah (guru, karyawan, dan para siswa)
dibiasakan “3 S” yaitu dibiasakan salam, senyum, dan sapa apabila bertemu.
Kegiatan tersebut bertujuan agar di antara sesama warga sekolah terjalin
hubungan yang harmonis dan dinamis. Semua warga sekolah dibiasakan untuk
mengucapkan salam dan berjabat tangan pada setiap bertemu dengan para guru,
karyawan dan siswa. Berjabat tangan dilakukan antara perempuan dengan
perempuan, dan laki-laki dengan laki-laki, walaupun masih ada sebagian siswa
atau siswi yang berjabat tangan dengan guru perempuan atau guru laki-laki. Hal ini biasanya dilakukan pada setiap pagi,
awal memasuki lingkungan sekolah.
Setiap guru dan karyawan yang
bertugas piket harian diwajibkan untuk datang lebih awal, biasanya mereka sudah
siap di depan pintu gerbang untuk mengawasi dan mengamati tingkah laku anak
didik sambil berjabat tangan dengan para siswa yang baru memasuki pintu gerbang
sekolah. Kegiatan ini biasanya juga diikuti oleh kepala sekolah dan para guru
yang mengajar pada jam pertama.
Kegiatan tersebut merupakan program
pembiasaan yang diterapkan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta untuk membentuk
lingkungan sekolah yang kondusif dengan semangat kekeluargaan, keakraban, dan
kehangatan dengan menghargai orang lain, disiplin, dan bertanggung-jawab.[55]
Dari kegiatan tersebut para siswa menjadi terbiasa menyapa dan berjabat tangan
serta mengucapkan salam dengan teman-temannya, sehingga ada ikatan emosional
yang cukup tinggi di antara sesama siswa, guru, dan karyawan serta tidak ada
gap/ jarak yang memisahkan di antara
warga sekolah.
Saling senyum, salam, dan sapa
merupakan ajaran Islam tentang ukhuwah Islamiyah, termasuk ajaran yang penting
dalam Islam dan sangat ditekankan untuk diamalkan. Hal tersebut perlu
dilaksanakan karena besar sekali manfaatnya, tetapi besar pula bahayanya jika
tidak diindahkan. Jadi sesama orang Islam atau orang beriman adalah bersaudara,
untuk dapat saling mengasihi. Hal ini sesuai dengan bunyi hadits di bawah ini :
عَنْ
النُّعْمَا نِ بْنِ بَشِيْرٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ يَقُوْلُ: قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمْ تَرَى الْمُؤْ مِنِيْنَ فِى تَرَا حُمِهِمْ
وَتَوَادِّهِمْ وَتَعَا طُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ اِذَا اشْتَكَي عُضْوًا تَدَا
عَى لَهُ سَا ئِرُجَسَدِهِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
Artinya : Dari Nukman bin Bsyir ra. Berkata :
Rasulullah SAW bersabda: "Kamu perhatikan orang-orang mukmin dalam keadaan
saling mengasihi, saling mencintai, dan saling membantu, mereka itu bagaikan
satu badan, apabila salah satu anggota badan terkena suatu penyakit, maka
seluruh badannya sakit dengan tidak bisa tidur dan terasa panas"[56]
6.
Pengumpulan
Dana Sosial
Selain uang kas pada masing-masing kelas, setiap seminggu sekali
yaitu setiap hari senin, peserta didik diwajibkan mengumpulkan dana sosial.
Jumlah besar kecilnya tidak ditentukan, tetapi menurut kadar kemampuan dan
keikhlasan masing-masing siswa.
Untuk melaksanakannya diserahkan kepada masing-masing kelas,
biasanya dikoordinir oleh ketua kelas. Setelah dana terkumpul maka salah satu
perwakilan kelas menyerahkannya kepada petugas piket, dan dari petugas piket
diserahkan kepada pemegang dana sosial. Pada tahun ajaran ini pemegang dana
sosial oleh Ibu Siswanti P.
Tujuan pengumpulan dana sosial ini seperti yang diungkapkan oleh Ibu
Atikah Hanum, berikut ini:
"Setiap
hari Senin anak-anak diwajibkan mengumpulkan dana sosial. Dana ini digunakan
untuk kegiatan-kegiatan sosial, seperti untuk menjenguk warga sekolah yang
sakit. Kegiatan ini bertujuan agar mempunyai jiwa sosial dan dapat memberikan
sesuatu dengan ikhlas, sebagai rasa syukur terhadap nikmat Allah. Dan anak-anak
di sini cukup tinggi dalam beramal karena mungkin mereka kebanyakan anak-anak
orang kaya, jadi tidak eman-eman dalam memberikan sesuatu"[57]
Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa siswa-siswi di
SMP Muhammaiyah 2 Yogyakarta dibiasakan untuk
beramal dengan menyisihkan sedikit uang jajan mereka. Dengan kegiatan ini,
diharapkan agar para siswa mempunyai rasa kepedulian sosial yang tinggi
terhadap nasib saudara –saudara atau teman mereka. Kegiatan ini tentunya sangat
bermanfaat untuk melatih mereka berbuat baik terhadap sesama, selain tolong
menolong sesama muslim, untuk dapat memberikan sesuatu dengan ikhlas, dan
sebagai rasa syukur kepada Allah SWT.
Hal tersebut sesuai dengan hadits Nabi yang memerintahkan umatnya
agar bersedia memberikan sesuatu atau
infak kepada yang membutuhkan. Hadits tersebut adalah sebagai berikut:
حَدِيْثُ اَبِى هُرَيْرَةَرَضِيَ اللهُ عَنْهُ، اَنَّ رَسُوْلَ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَاَلَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ اَنْفِقْ
اَنْفِقُ عَلَيْكَ وَقَالَ يَدُ اللهِ مَلأي. لاَتَغِيْضُهَا نَفَقَةٌ
سَحَّاءُاللَّيْلَ وَالنَّهَارَ وَقَالَ: اَرَئَيْتُمْ مَا اَنْفَقَ مُنْذُ خَلَقَ
السَّموَاتِ وَلاَرْضَ فاََِنَهُ لَمْ يَغِضْ مَافِى يَدِهِ وَكَانَ عَرْشُهُ
عَلَى الْمَاءِ وَيَدِهِ الْمِيْزَا نُ يَحْفِضُ وَيَرْفَعُ
Artinya: Hadits
Abu Hurairoh ra. Bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: Allah Azza Wajalla berfirman:
Berinfaklah, niscaya Aku tetap penuh, tidak akan berkurang karena nafkah yang
dikeluarkan siang dan malam. Dan beliau bersabda: Bukankah kamu mengetahui
bahwa apa yang telah Allah infakkan sejak penciptaan langit dan bumi itu tidak
mengurangi apa yang ada di tangan-Nya, sedang Arasy-Nya berada di atas air dan
di tangan-Nya ada neraca yang naik turun.[58]
B. Nilai-Nilai yang Muncul dan Dirasakan oleh Siswa
Beberapa pembiasaan yang diterapkan
di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta, seperti yang
telah dipaparkan sebelumnya. Kegiatan tersebut dilaksanakan di luar kegiatan
belajar mengajar di kelas. Dan untuk memotivasi para siswa agar mereka bersedia
melaksanakan pembiasaan keagamaan yang diterapkan di sekolah, maka guru agama selalu memberikan
nasehat-nasehat dan dorongan-dorongan agar mereka senantiasa mengamalkan ajaran
agamanya. Sehingga para siswa merasa dekat dengan Allah SWT dengan menjalankan
ajaran agama dengan penuh kesadaran. Selain itu guru agama menjelaskan
hikmah-hikmah atau manfaat dari apa yang mereka kerjakan itu
kebiasaan-kebiasaan yang diterapkan di sekolah.
Menciptakan suasana atau lingkungan
sekolah yang religius, dengan memberlakukan kebiasaan-kebiasaan untuk
melaksanakan ajaran Islam, bertujuan agar para siswa terbiasa melaksanakannya
dengan penuh kesadaran sehingga nilai-nilai yang terkandung di dalam pembiasaan
yang diterapkan dapat terinternalisasi ke dalam diri peserta didik. Apabila
nilai-nilai tersebut dapat terinternalisasi ke dalam diri peserta didik maka
dapat membentuk karakter atau kepribadian peserta didik yang Islami. Memiliki
karakter yang Islami sangatlah penting, terutama untuk menghadapi zaman modern
dan arus globalisasi, di mana nilai-nilai ajaran Islam dapat dijadikan kontrol
dan filter dari nilai-nilai yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, sehingga
tidak akan terjadi krisis moral dan tindakan-tindakan yang dapat merusak iman.
Metode pembiasaan merupakan salah
satu upaya untuk dapat menginternalisasi nilai-nilai ajaran Islam, karena dari
kebiasaan yang secara kontinyu dilaksanakan akan dapat membentuk suatu
karakter. Pembiasaan yang diterapkan di
SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta merupakan sarana bagi para siswa untuk
melatih diri mengamalkan ajaran agamanya. Hal ini seperti diungkapkan oleh Ibu
Siti Jazriyah sebagai berikut:
"Anak-anak di sini ada yang menganggap remeh tentang agama dan
hanya dimengerti sebatas pengetahuan saja. Dan pembiasaan di sini sangat
membantu mereka untuk melaksanakan ajaran agamanya, karena kalau praktek pas
mengajar di kelas waktunya tidak cukup, sehingga dengan pembiasaan ini mereka
dapat menjadi faham dan diharapkan agar
mereka juga melaksanakannya di luar sekolah"[59]
Berdasarkan hasil wawancara di atas
dapat diketahui bahwa pembiasaan melaksanakan ajaran agama Islam membuat mereka
bisa lebih faham tentang ajaran Islam dan dapat mengamalkannya dengan penuh
kesadaran. Kebiasaan-kebiasaan tersebut merupakan latihan bagi mereka untuk
dapat senantiasa mengamalkan ajaran agamanya, sehingga tanpa disuruh atau
dinasehati oleh guru atau orang tua mereka sudah mengamalkannya dalam kehidupan
sehari-hari. Karena ada juga siswa yang enggan melaksanakan kegiatan keagamaan
di sekolah, apalagi jika di rumah juga tidak dibiasakan, seperti pernyataan Ibu
Atikah Hanum berikut ini:
"Pelaksanaan pembiasaan keagamaan di sini selalu dikontrol
karena ada juga yang tidak melaksanakannya sehingga akan kelihatan siapa-siapa
yang tidak melaksanakannya. Dan anak tersebut akan kami panggil dan kami beri
dia nasehat. Dan kami juga beritahukan kepada seluruh siswa bahwa jika mereka
tidak mengikuti pembiasaan itu maka nilai agama mereka akan dikurangi. Jadi
semua guru agama di sini membuat kesepakatan bersama tentang nilai pelajaran
agama di raport"[60]
Dari hasil wawancara di atas dapat
diketahui bahwa ada sebagian siswa yang tidak melaksanakan pembiasaan yang
diterapkan, sehingga perlu dikontrol agar mereka dapat selalu melaksanakannya.
Beberapa cara yang digunakan untuk memotivasi siswa dalam melaksanakan
pembiasaan tersebut adalah dengan memberikan nasehat dan memberi tahukan hikmah
yang terkandung di dalamnya serta memberitahukan kepada mereka bahwa jika
mereka tidak melaksanakannya maka nilai agama mereka akan dikurangi dan akan
diberikan sangsi. Sangsi yang diberikan jika berturut tidak melaksanakan sholat
jamaah, maka mereka harus membuat surat
pernyataan yang ditandatangani oleh semua guru agama di sana, wali kelas, dan kepala sekolah dan
berjanji kalau mereka akan melaksanakannya.
Jadi agar pembiasaan dilaksanakan
oleh semua siswa, maka diperlukan penguatan. Penguatan tersebut berupa nasehat
dan hukuman serta contoh dari guru. Dari pembiasaan yang diterapkan akan dapat
melahirkan kesadaran, hal ini terjadi apabila nilai-nilai yang ada pada
pembiasaan tersebut dapat terinternalisasi dengan baik dalam diri peserta
didik. Peranan pembiasaan mengamalkan ajaran Islam dalam pendidikan Islam dalam
pertumbuhan dan perkembangan anak, diharapkan akan menemukan tauhid yang murni,
keutamaan budi pekerti, spiritual dan etika agama yang lurus. Karena anak
dihadapkan pada dua faktor: faktor fitrah keagamaan pada manusia dan faktor
pendidikan Islam yang utama dengan lingkungan yang baik, sehingga pembiasaan
tersebut diperlukan. Jika hal tersebut dipadukan dengan baik maka mereka akan
tumbuh dalam iman yang baik, berhiaskan etika Islam dan sampai pada puncak
keutamaan spiritual serta kemuliaan personal.
Sebagaimana diketahui bahwa pendidikan Islam bertugas mempertahankan,
menanamkan, dan mengembangkan kelangsungan berfungsinya nilai-nilai ajaran
Islam yang bersumber dari Al-Qur'an dan Hadits, sehingga nilai-nilai tersebut
dapat terinternalisasi dalam diri peserta didik, agar mereka mampu melaksanakan
dan mengamalkan nilai-nilai tersebut secara dinamis dalam kehidupan
sehari-hari.
Dari hasil observasi dan wawancara
selama penelitian dapat dipaparkan bahwa tanggapan dan respon terhadap
pendidikan agama dan pembiasaan yang diterapkan di sekolahnya cukup baik. Hal
ini seperti dituturkan oleh Andina Manik P berikut ini:
"Menurut saya pendidikan agama di sekolah cukup baik dan bagus,
dan lebih bagus lagi jika dalam mengajar diselingi cerita, tentu akan lebih
menarik lagi. Hal ini membuat perasaan saya senang, saya dulu belum faham dan
sekarang menjadi lebih faham. Dan pembiasaan di sini, saya sangat senang dan
setuju, karena dulu ada yang belum bisa saya lakukan sekarang saya dapat
lakukan dan menjadi kebiasaan"[61]
Dari pernyataan di atas dapat
diketahui bahwa para siswa cukup antusias dan tertarik dengan pelajaran agama,
tetapi mereka ingin agar dalam mengajar menggunakan berbagai metode, sehingga
siswa tidak jenuh. Seperti diselingi dengan metode cerita dan tanya-jawab. Jika
para siswa sudah senang dengan pelajaran agama maka mereka akan dapat menguasai
pengetahuan agama, tetapi pelajaran agama tidak sebatas hanya pengetahuan saja,
hal itu perlu diyakini dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, karena
pelajaran agama berisi tuntunan dan syariat. Manusia sebagai hamba Allah maka
wajib melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Agar para siswa terbiasa melaksanakan
ajaran agama, maka mereka perlu dilatih dan diberi kesempatan untuk
mengamalkannya. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah adalah
dengan menerapkan pembiasaan menjalankan ajaran agama, sehingga dari pembiasaan
tersebut akan menjadikan kebiasaan yang baik, yang sesuai dengan nilai-nilai
ajaran Islam, dan akhirnya nilai-nilai tersebut dapat terinternalisasi dalam
diri peserta didik dan dapat bertindak serta bertingkah laku dengan nilai-nilai
tersebut. Dengan terinternalisasinya
nilai-nilai ajaran Islam maka dapat membentuk generasi muda atau peserta didik
yang berkepribadian muslim.
Berikut ini beberapa nilai ajaran
Islam yang dapat diinternalisasikan kepada para siswa melalui metode pembiasaan
yang diterapkan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta
:
1.
Iman
Iman yaitu sikap batin yang penuh kepercayaan kepada
Tuhan. Jadi percaya dengan sepenuh hati bahwa Tuhan itu di atas segala-galanya.
Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Ibu Siti Jazriyah sebagai berikut:
"Iman adalah percaya dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT Maha
Kuasa atas segala sesuatu, sehingga anak-anak di sini dibimbing dan dibiasakan
untuk selalu menjalankan perintah agama".[62]
2.
Taqwa
Taqwa adalah sikap yang sadar bahwa Allah selalu
mengawasi manusia sehinga di manapun berada selalu melaksanakan perintah-Nya
dan menjauhi larangan-Nya. Sehingga hal ini dapat dijadikan motivasi oleh para
peserta didik untuk selalu mengamalkan ajaran agamanya dalam kehidupan
sehari-hari.
3.
Ikhlas
Ikhlas adalah sikap batin dalam segala perbuatan bahwa
apa yang dilakukan semata-mata hanya untuk mendapatkan ridlo dari Allah SWT.
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Ibu Atikah Hanum sebagai berikut:
"Anak-anak di sini saya anjurkan untuk selalu menolong sesama,
di antaranya adalah untuk peduli terhadap nasib teman-temannya dan saya
beritahukan bahwa apa-apa yang kita lakukan semata-mata untuk Allah SWT. Selain
itu saya juga selalu mencari dana dari wali murid yang kaya untuk mau membantu
siswa yang kurang mampu tanpa sepengetahuan siswa yang diberi bantuan dan anak
dari wali murid tersebut."[63]
4.
Tawakkal
Tawakkal adalah sikap pasrah kepada Allah SWT bahwa
sesuatu yang terjadi adalah kehendaknya. Manusia hanya wajib berdo'a dan
berusaha. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Ibu Atikah Hanum sebagai
berikut:
"Anak-anak di sini dibiasakan berdo'a sebelum dan sesudah
pelajaran agar mereka sadar bahwa apa-apa yang kita lakukan adalah kekuasaan
Allah SWT. Jadi selalu saya nasehatkan kepada mereka bahwa kamu wajib berdo'a
dan berusaha dengan selalu ingat kepada-Nya dan jangan lupa belajar sehingga
kamu menjadi anak-anak yang pintar tetapi tidak sombong. Bagai ilmu padi, makin
berisi makin merunduk."[64]
5.
Disiplin
Disiplin adalah ketaatan dan kepatuhan seorang anak
didik terhadap aturan atau tata-tertib yang dijalankan oleh suatu lembaga atau
sekolah dan mengandung sanksi di dalamnya sebagai sesuatu yang biasa. Beberapa
peraturan tersebut seperti yang diungkapkan oleh salah satu guru BP sebagai
berikut:
"Kedisiplinan di sini di antaranya adalah datang ke sekolah
sebelum pelajaran dimulai yaitu pukul 07.00 dan diberikan sanksi bagi yang
datang terlambat. Memakai seragam sesuai yang diwajibkan oleh sekolah, membuat
izin apabila tidak masuk sekolah atau pulang lebih awal karena suatu sebab, dan
lain-lain. Dan kedisiplinan di sini menurut pantauan dan data yang ada di BP
cukup baik."[65]
6.
Kebersihan
Kebersihan adalah sesuatu yang tidak mengandung najis
dan kotoran, atau sesuatu yang dapat merusak pandangan mata. Diantara beberapa
bentuk kegiatan yang mengandung kebersihan seperti yang diungkapkan oleh Ibu
Atikah Hanum sebagai berikut:
"Kebersihan di sini diwujudkan dengan menjalankan piket harian
yaitu membersihkan lingkungan kelas setiap hari dan piket mingguan dengan
mengepel lantai kelas dan membersihkan kaca, dan sebagainya. Dan khusus
anak-anak yang saya walini, saya wajibkan kepada setiap anak untuk memiliki
sandal agar mereka tidak terkena najis ketika sesudah wudlu menuju mushola atau
aula."[66]
7.
Persaudaraan
Persaudaraan (Ukhuwah) adalah semangat persaudaraan
bahwa setiap muslim adalah bersaudara. Sehingga untuk mewujudkan hal tersebut
di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta diterapkan program "3S",
yaitu saling senyum, salam dan sapa di antara sesama warga sekolah, di antara
guru, karyawan, dan peserta didik. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh
Ibu Atikah Hanum sebagai berikut:
"Dengan kebiasaan bersalaman akan menumbuhkan silaturrahmi dan
persaudaraan di antara guru, karyawan, dan anak-anak, serta menghilangkan gap
atau jarak di antara kami."[67]
8.
Persamaan
Persamaan (al-musawah) adalah pandangan bahwa sesama
manusia adalah sama, tanpa memandang jenis kelamin, kebangsaan, ras, status
sosial, dan lain-lain. Hal yang membedakan di antara sesama manusia adalah
tingkat ketaqwaannya di hadapan Allah SWT.
9.
Syukur
Syukur adalah sikap penuh terima kasih pada Allah SWT
atas segala karunia dan nikmat yang telah diberikan-Nya. Bentuk rasa syukur
tersebut seperti yang diungkapkan oleh Ibu Siti Jazriyah sebagai berikut:
"Saya sering menasehati anak-anak bahwa kita harus senantiasa
bersyukur terhadap nikmat yang telah diberikan Allah pada kita dengan selalu
ingat kepada-Nya dan saya anjurkan kepada mereka untuk meluangkan waktu mereka
untuk melaksanakan sholat Dhuha agar Allah senantiasa memberikan rizki-Nya
kepada kita."[68]
Dari beberapa pembiasaan melaksanakan
ajaran agama yang diterapkan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta mengandung
nilai-nilai seperti di atas, yang telah diinternalisasikan kepada peserta
didik. Nilai-nilai yang secara khusus hendak diinternalisasikan adalah
nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan, karena kedua nilai inilah yang mendasari
semua kegiatan keagamaan yang diterapkan. Hal tersebut seperti diungkapkan oleh
Ibu Atikah Hanum sebagai berikut:
"Nilai khusus yang hendak ditanamkan kepada siswa adalah nilai
keimanan dan ketaqwaan, dan itu otomatis ada dalam setiap kegiatan yang
dilaksanakan, karena tanpa iman mereka tidak mau melaksanakannya dan kalau
mereka sudah mau melaksanakannya berarti sudah menambah ketaqwaan. Dan hal itu
terus dipupuk dengan tetap melaksanakannya dan kami jelaskan nilai-nilai lain,
pada waktu kami mengajar di kelas"[69]
Dari hasil wawancara di atas, dapat
diketahui bahwa nilai keimanan dan ketaqwaan merupakan nilai yang mendasari
semua kegiatan keagamaan yang diterapkan. Dengan iman, para siswa dengan senang
melaksanakan pembiasaan yang diterapkan dan dengan pembiasaan tersebut
diharapkan akan dapat meningkatkan ketaqwaan peserta didik. Untuk mengetahui
lebih rinci mengenai nilai-nilai yang ada pada pembiasaan yang diterapkan,
dijelaskan sebagai berikut:
- Sholat dzuhur berjamaah
Nilai yang dapat diambil dari pembiasaan jamaah sholat
dzuhur adalah sebagai berikut:
1.
Nilai
kebersihan, hal ini disebabkan karena sebelum sholat diwajibkan berwudlu. Dalam
wudlu tersebut mengandung nilai kebersihan , baik kebersihan jasmani ataupun
rohani. Kebersihan jasmani dapat terlihat dari kebersihan peserta didik sendiri
serta kebersihan lingkungan belajar, dan hal tersebut diterapkan oleh mereka
dengan penampilan yang bersih dan teratur, dan membersihkan ruang kelas sesuai
jadwal yang sudah ada. Sedangkan kebersihan rohani akan tampak pada tingkah
laku dan akhlak mereka, jika hatinya bersih maka akan menjalankan ajaran agama
dengan penuh kesadaran.
2.
Nilai
persamaan dan persaudaraan, hal ini disebabkan karena dalam berjamaah maka akan
berkumpul dalam suatu tempat untuk bisa saling mengenal, baik kaya atau miskin
akan melakukan gerakan yang sama, sehingga tidak dibeda-bedakan. Semua sama di
hadapan Allah yang membedakan seseorang adalah ketaqwaannya.
3.
Nilai
disiplin, jika sudah terbiasa melaksanakan sholat apalagi mengerjakan sholat
yang lima, maka
akan dapat menumbuhkan sikap disiplin dan menghargai waktu, sehingga waktu yang
ada tidak terbuang dengan percuma.
- Sholat Dhuha
Nilai yang dapat diambil dari sholat
dhuha adalah rasa syukur, bahwa ia mau melaksanakannya sebagai rasa terima
kasih kepada Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat dan karunia-Nya,
sehingga Allah akan menambah nikmat itu. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu
keutamaan sholat dhuha adalah agar Allah melapangkan rezeki-Nya.
- Tadarus sebelum pelajaran dimulai
Nilai yang dapat diambil dari tadarus
sebelum pelajaran dimulai dimulai adalah nilai keimanan dan ketaqwaan kepada
Allah SWT. Karena peserta didik setiap harinya diwajibkan membaca Al Qur’an
secara bersama-sama sesuai dengan tajwidnya sehingga mereka menjadi lancar
membaca al-Qur’an dan dapat mengambil pelajaran darinya. Sebagaimana diketahui
bahwa Al-Qur’an merupakan sumber pertama dan utama sebagai pedoman dan petunjuk
hidup bagi manusia.
- Membaca do'a sebelum dan sesudah belajar
Nilai yang dapat diambil dari
kegiatan membaca do'a tersebut adalah
tawakkal kepada Allah. Bahwa manusia wajib berusaha dan berdo'a, dan hasilnya
diserahkan kepada Allah Yang Maha Kuasa. Do'a merupakan perpaduan antara dzikir
dan pikir dan merupakan inti dari ibadah. Dalam do'a mengandung harapan dan
harapan itu akan melahirkan sikap yang optimis.
Peserta didik diajarkan berdo'a
karena manusia itu tidak ada apa-apannya, semua adalah kekuasaan Allah SWT
sehingga manusia wajib berusaha, dan dalam berusaha tidak lupa teriring dengan
do'a.
- Berjabat tangan dan mengucapkan salam
Nilai yang dapat diambil dari
berjabat tangan dan mengucapkan salam adalah nilai persaudaraan dan persamaan.
Dengan kegiatan tersebut akan menumbuhkan silaturrahmi dan ukhuwah Islamiyah,
karena setiap muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Setiap muslim tidak
boleh membeda-bedakan dalam bergaul berdasarkan bangsa, ras, status sosial dan
lain sebagainya, semuanya sama di hadapan Allah.
- Pengumpulan dana sosial
Nilai yang dapat diambil dari
kegiatan tersebut adalah nilai keikhlasan dan rasa syukur. Karena mereka
dilatih untuk memberikan sesuatu sesuai dengan kemampuannya tanpa mengharapkan
imbalan. Mereka bersedia memberikan sesuatu kepada yang membutuhkan, sebagai
rasa syukur kepada Allah karena diberi kelebihan dan kenikmatan. Jadi wujud rasa syukur kepada
Allah terhadap nikmat dan rezeki yang telah diterima diwujudkan dengan
mengucapkan rasa syukur, yaitu dengan membaca hamdalah dan dengan perbuatan,
yaitu dengan memberikan sebagian rezeki yang ada dengan ikhlas kepada orang
yang membutuhkan.
Kegiatan tersebut juga masih sesuai
dengan anak-anak usia sekolah menengah pertama, yang masih membutuhkan
pembiasaan yang baik dan contoh yang dapat dijadikan panutan sehingga dapat
membentuk suatu karakter yang sesuai dengan ajaran Islam. Setelah anak-anak
mendapat materi pengetahuan agama di kelas, sewaktu kegiatan belajar mengajar
(KBM) maka perlu ada suatu sarana untuk dapat mempraktekkannya yaitu dengan
memberikan kesempatan kepada para siswa dalam menjalankan ajaran agama yang
sudah diperoleh. Menciptakan suasana atau lingkungan yang religius di sekolah
melalui pembiasaan-pembiasaan yang mengandung nilai-nilai ajaran Islam
merupakan suatu hal yang berpengaruh positif dan cukup berhasil, sehingga
anak-anak yang sudah terbiasa menjalankan ajaran agamanya diharapkan mampu
menginternalisasi nilai-nilai ajaran agamanya dan dibawa terus sepanjang masa.
Upaya ini juga dilakukan untuk mengimbangi arus globalisasi di mana sudah
banyak para pelajar yang tingkah lakunya jauh dari nilai-nilai ajaran Islam,
khususnya bagi pelajar muslim dan nilai-nilai moral bagi pelajar pada umumnya.
Apabila nilai-nilai ajaran Islam
dapat terinternalisasi pada peserta didik maka tujuan pendidikan agama Islam
dapat tercapai, dan hal ini berarti tujuan pendidikan nasional dapat tercapai
juga yaitu untuk mencetak generasi bangsa yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan
YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang bertanggung-jawab.
Untuk mengetahui nilai-nilai apa saja
muncul dan dirasakan oleh siswa berdasarkan pembiasaan yang diterapkan, maka di
bawah ini dipaparkan beberapa hasil wawancara dengan beberapa siswa sebagai
berikut:
"Dari pembiasan tersebut saya merasakan hati ini menjadi
tentram dan damai. Dan belajar saya menjadi di sekolah menjadi lebih mudah dan
mantap. Dan pembiasaan itu juga saya lakukan di rumah, tetapi kadang-kadang
tidak, terutama sholat berjamaah dan membaca Al-Qur'an, saya rasa nilai
disiplin, iman, dan taqwa menjadi bertambah"[70]
Hal yang sama juga dialami oleh
Monika Dewi Gunawati sebagaimana diungkapkan berikut ini:
"Pembiasaan itu membuat saya lebih nyaman dan dekat dengan
Allah SWT, selain itu saya jadi murah senyum dari sebelumnya. Tetapi saya masih
rada-rada kurang disiplin karena sulit dilakukan. Dan yang jelas keimanan dan
ketaqwaan saya menjadi lebih bertambah"[71]
Ungkapan yang senada tetapi lebih
variatif juga dikemukakan oleh Aditya Probo Saputro sebagai berikut:
"Pembiasaan itu perlu sehingga dapat mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Walaupun kadang tidak melaksanakannya, tetapi itu bisa
menambah keimanan dan ketaqwaan dan hal itu dapat menumbuhkan sikap menghormati
orang lain, memperkuat kepercayaan kita terhadap ajaran agama kita, menambah
wawasan dalam beragama dan menjadikan diri hidup jadi lebih baik"[72]
Berdasarkan beberapa hasil wawancara
di atas, dapat diketahui bahwa pada umumnya para siswa melaksanakan pembiasaan
yang diterapkan dan merasakan manfaatnya.. Manfaat yang mereka rasakan di
antaranya adalah merasa lebih dekat dengan Allah sehingga dapat meningkatkan
keimanan dan ketaqwaan, sedikit demi sedikit dapat merubah kebiasaan mereka
dari yang tidak melaksanakan ajaran agama menjadi melaksanakannya meskipun
terkadang tidak konsisten. Hal tersebut dapat dilihat dari kebiasaan yang
diterapkan kadang-kadang dilakukan dan kadang-kadang tidak, terutama jika
mereka berada di luar sekolah karena tidak ada yang mengontrol. Apalagi kalau
di rumah orang tuanya sibuk bekerja dan tidak memperhatikan pengamalan ajaran
agama anak-anaknya. Kalau di sekolah ada yang mengontrol yaitu guru agama dan
suasana yang mendukung dikarenakan semua
siswa melaksanakan maka merekapun juga melaksanakannya, sebab ada perasaan malu
kepada teman-temannya yang melaksanakan atau takut jika nilai pelajaran agama
dikurangi jika tidak melaksanakan pembiasaan keagamaan tersebut.
Hal tersebut dibenarkan oleh Ibu
Atikah Hanum seperti yang diungkapkan sebagai berikut:
"Anak-anak di sini kebanyakan anak-anak orang kaya sehingga
kadang-kadang mereka tidak memperhatikan agamanya karena biasanya mereka
dimanja. Agama hanya sebatas pengetahuan saja, jadi kurang diamalkan. Tetapi
anak-anak di sini rata-rata melaksanakan pembiasaan yang diterapkan dan kalau
diprosentasikan, menurut saya ada 50 % yang memang benar dan sadar akan ajaran
agamanya dan mengamalkannya 30 % yang setengah-setengah yaitu di sekolah
menjalankan tetapi di luar kadang-kadang tidak, dan 20 % yang cuek-cuek saja
kalau tidak dipaksa mereka tidak melaksanakannya dan biasanya mereka itu
anak-anak yang nakal. Kendala utama dari kesadaran menjalankan agama adalah
tidak ada dukungan orang tua, di sekolah dibiasakan tapi di rumah tidak."[73]
Berdasarkan hasil wawancara di atas,
dapat diketahui bahwa rata-rata siswa-siswi di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta
menjalankan pembiasaan yang diterapkan di sekolah dan juga menerapkannya di
luar sekolah, walaupun nilai-nilai yang terkandung di dalam pembiasaan tersebut
belum dapat terinternalisasi dengan baik tetapi mereka menjadi terbiasa
menjalankan ajaran agama baik di sekolah maupun di luar sekolah sehingga hal
tersebut dapat meningkatkan keimanan dan ketaqwaan yang pada akhirnya dapat
menumbuhkan kesadaran beragama.
Sedangkan kendala utama dalam
menumbuhkan kesadaran beragama sehingga nilai-nilai ajaran Islam dapat
terinternalisasi dalam diri peserta didik adalah tidak ada dukungan dari orang
tua atau keluarga, walaupun di sekolah sudah dibiasakan tetapi di rumah tidak
mengakibatkan tidak adanya kesinambungan antara pihak sekolah dan orang tua.
Hal inilah yang menyebabkan tidak terinternalisasikan dengan baik nilai-nilai
ajaran Islam yang hendak ditanamkan.
Berdasarkan hasil wawancara dan
observasi yang dilakukan selama penelitian, dikemukakan bahwa pembiasaan yang
diterapkan sebagai upaya internalisasi nilai ajaran Islam di SMP Muhammadiyah 2
Yogyakarta baru pada tahap transaksi nilai sehingga perlu upaya lain agar
mencapai tahap transinternalisasi nilai, dimana nilai-nilai ajaran Islam
benar-benar terinternalisasi dengan baik sehingga menjadi motivasi dalam
bertindak dan sebagai pengontrol dari pengaruh-pengaruh negatif yang masuk.
Untuk mencapai tahap transinternalisasi nilai diperlukan metode yang lain, agar
pembiasaan yang sudah menjadi kebiasaan akan menjadi bermakna dan dapat menjadi
karakter sebagai pribadi yang Islami atau insan kamil. Beberapa metode untuk
melengkapi metode pembiasaan adalah metode nasehat, hukuman dan uswah hasanah.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Metode
pembiasaan sebagai upaya internalisasi nilai ajaran Islam di SMP Muhammadiyah 2
Yogyakarta adalah sholat dzuhur berjamaah, sholat dhuha, tadarus sebelum
pelajaran dimulai, membaca do'a sebelum dan sesudah pelajaran, berjabat tangan
dan mengucapkan salam, serta pengumpulan dana sosial, secara umum berjalan
dengan tertib dan teratur, karena para siswa cukup aktif dan antusias dalam
melaksanakannya. Walaupun masih ada yang tidak begitu peduli dengan pembiasaan
tersebut. Dari pembiasaan tersebut para siswa dapat menginternalisasikan
nilai-nilai ajaran Islam dalam diri mereka. Metode ini cukup berhasil, tetapi
untuk mencapai hasil yang lebih baik diperlukan metode lain yang mendukung,
sehingga anak didik tidak hanya dibiasakan saja tetapi dari pembiasaan yang
diterapkan mereka bisa lebih memahami dan menghayati nilai-nilai tersebut. Beberapa
metode tersebut adalah nasehat, hukuman dan uswah hasanah yang harus dijalankan
secara terus-menerus dan saling melengkapi disesuaikan dengan materi dan nilai
yang hendak disampaikan.
2.
Nilai-nilai
yang muncul dan dirasakan oleh peserta didik adalah nilai-nilai keimanan dan
ketaqwaan sedangkan nilai-nilai lain yang ada pada pembiasaan yang diterapkan,
yaitu nilai: ikhlas, tawakkal, disiplin, kebersihan, persaudaraan, persamaan,
dan syukur juga dirasakan tapi tidak dapat diukur sehingga hanya dapat dilihat dari
tingkah laku atau akhlak mereka. Dan nilai tersebut tumbuh dan berkembang serta
dapat terinternalisasi dari masing-masing individu tentunya berbeda, tergantung
dari kefahaman dan kesadaran melaksanakan ajaran Islam.
B. Saran-Saran
- Agar nilai-nilai ajaran Islam dapat terinternalisasi dengan baik ke dalam diri peserta didik, maka perlu adanya kerjasama antara sekolah dan wali murid sehingga kebiasaan-kebiasaan di sekolah juga dijadikan kebiasaan di rumah atau di luar sekolah. Sehingga dari kebiasaan-kebiasaan tersebut akan dapat membentuk karakter peserta didik yang Islami atau insan kamil.
- Diharapkan kepada guru, khususnya guru agama Islam untuk dapat dijadikan model atau contoh yang baik terhadap nilai-nilai ajaran Islam sehingga nilai-nilai tersebut dapat tertanam dengan baik (terinternalisasi) pada diri peserta didik. Karena jika modelnya tidak sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam (karena sifat hilafnya manusia) maka berakibat gagalnya proses internalisasi nilai-nilai yang akan ditanamkan.
- Diharapkan kepada para guru (guru piket dan guru BP) untuk dapat lebih tegas dalam menertibkan siswa dan memberi sanksi bagi yang melanggar tata-tertib dan yang tidak melaksanakan pembiasaan yang diterapkan, sehingga peserta didik mempunyai kesadaran yang tinggi dan bertanggung-jawab.
- Khusus bagi guru agama, perlu dikembangkan sistem penilaian yang tidak hanya dari aspek kognitifnya saja tetapi perlu dari aspek afektifnya karena pendidikan agama merupakan pendidikan nilai sehingga perlu adanya penilaian perkembangan tingkah-laku peserta didik, baik di sekolah maupun di luar sekolah.
- Bagi kepala sekolah diharapkan untuk senantiasa mengadakan supervisi kelas untuk meningkatkan kinerja para guru dalam proses belajar mengajar serta menciptakan suasana pendidikan yang kondusif, harmonis, dan agamis sehingga menjadi suatu sekolah yang berkualitas.
- Bagi para siswa diharapkan untuk aktif mengikuti dan melaksanakan kegiatan-kegiatan keagamaan sehingga bertambah pengetahuan agamanya dan dapat memahami dan menghayati nilai-nilai yang terkandung di dalamnya serta diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
C. Kata Penutup
Syukur alhamdulillah, penulis
panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, dan inayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Kepada semua pihak yang telah
membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi
ini, terutama kepada Bapak Drs. Ichsan, M. Pd selaku dosen pembimbing yang
telah banyak memberikan arahan dan masukan sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan. Penulis ucapkan banyak terima kasih dan semoga segala amal
kebaikan yang telah diberikan mendapat ridlo dan balasan dari Allah SWT.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis
menyadari masih banyak kekurangan dan kekhilafan karena keterbatasan
pengetahuan penulis, sehingga segala kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini akan penulis terima dengan lapang dada.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat
dan semoga Allah SWT meridloi dan menerima semua amal perbuatan kita. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman Mas`udi, dkk, 2001, Paradigma Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Abuddin Nata, 2001, cet. IV, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos.
Ahmad Ludjito, dkk, 1988, PBM – PAI di Sekolah Eksistensi dan
Proses Belajar-Mengajar Pendidikan Agama Islam, Yogyakarta:
Pustaka pelajar
Ahmad Syafi`i Mufid dan Dudung Abdullah, 1984, Kunci Peribadatan
dalam Islam, Semarang:
Aneka Ilmu.
Departemen Agama RI, 1982/1983, Muqaddimah al-Qur’an dan
Tafsirnya.
Departemen Agama RI, 1992, al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: Gema Risalah
Press.
E.M.K.
Kaswardi, 1993, Pendidikan Nilai, Jakarta:
Grasindo.
Hasan
Langgulung, 2000, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: Al-Husna Zikra.
Hery
Noer Aly, 1999, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu
H.M.
Chabib Thoha, 1996, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Husaini
Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, 1996, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara.
Imam
Nawawi, 1999, Terjemah Riyadus Sholihin, Jakarta: Pustaka Amani.
Jalaluddin,
2001 (edisi Revisi), Psikologi Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Labib
MZ, 1994, Samudra Pilihan Hadits Shohih Bukhori, Surabaya: Anugrah.
Labib
MZ, 1997, Koleksi Hadits Nabi yang Disepakati Mutafaqun'alaihi, Tuban:
Amanah.
Lexy J. Moleong, 2002, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Rosdakarya.
M. Nur Syam, 1986, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat
Pendidikan Pancasila, Surabaya:
Usaha Nasional.
Malih Usa dan Aden
Widjan SZ, 1997, Pendidikan Islam dalam Peradaban Industrial, Yogyakarta: Aditya Media.
Muhammad Anis Matta, 2003, Membentuk Karakter Cara Islam, Jakarta: Al-I’tishom
Mattew B Miles dan A. Michael Huberman, 1992, Analisis Data
Kualitatif, Jakarta:
UI Press.
Muhaimin dan Abdul Mujib, 1983, Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Tribenda Karya.
Muhaimin, dkk, 2001, Paradigma Pendidikan Islam, Bandung: Rosdakarya.
Muhibbin Syah, 2001, (edisi revisi), Psikologi Pendidikan dengan
Pendekatan Baru, Bandung,
Rosdakarya.
Nurcholis Madjid, 2000, Masyarakat Religius, Jakarta: Paramadina.
Peter Salim dan Yenni Salim, 1991, Kamus Bahasa Indonesia
Kontemporer, Jakarta:
Mozan English Press.
Ramayulis, 1994, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia
Saifuddin Azwar, 2002, Sikap Manusia, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Sayid Sabiq, 1985, Fiqh Sunnah I, Bandung: al-Ma`arif.
Sistem Pendidikan Nasional. 2003. Yogyakarta: Media Wacana Press
Sutrisno
Hadi, 1979, Metodologi Research I, Yogyakarta:
Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM.
Soemarno
Soedarso, 2002, Character
Building:
Membentuk Watak, Jakarta:
Elek Media Komputindo
Zakiyah Darajat, 1970, Ilmu Jiwa Agama,
Jakarta; Bulan
Bintang
Dari skripsi ini saya kesulitan dalam
[1] Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer
(Jakarta: Modern English Press, 1991) hal. 973
[2] Depag RI, Petunjuk Pelaksanaan Kurikulum/BPP
PAI Lanjutan Tingkat Pertama ( t. k: t. p.,1994 ), hal. 5
[3] Peter Salim dan Yenny Salim, op cit., hal. 576
[4] Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam
(Bandung: Tribenda Karya, 1983) hal. 7
[5] Sistem Pendidikan Nasional 2003 (Yogyakarta:
Media Wacana Press, 2003), hal. 12
[7] Ibid., hal. 168
[8] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta:
Logos, 2001), hal. 91
[9] Ibid, hal. 91-92
[10] Ibid, hal. 9.
[11] Abuddin Nata, op.cit., hal. 100-101
[12] Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam
(Jakarta: Logos, 1999), hal. 162
[13] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia,
1994), hal. 184.
[14] E.MK Kaswardi, Pendidikan Nilai (Jakarta: Grasindo, 1993),
hal.
[15] M. Nur Syam, Filsafat Pendidikan Islam dan Dasar Filsafat
Pendidikan Pancasila (Surabaya: Usaha Nasional, 1986), hal. 133.
[16] Zakiyah Darajat, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Bulan Bintang,
1970 ), hal.107
[17] Muhaimin, dkk, op. cit., hal. 178
[18] Saifuddin Azwar, Sikap Manusia (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2002), hal. 57
[19] HM.Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal. 94.
[20] Ibid., hal. 62
[21] Abdurrahman Mas`udi, dkk, Paradigma Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2001,), hal. 19.
[22] Ibid., hal. 39.
[23] Al-Qur’an dan Terjemahnya,
op. cit., hal. 862.
[24] Muhaimin, dkk, op.cit., hal. 169-170.
[25] Jalaluddin, Psikologi Agama (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000)
edisi revisi, hal. 181
[26] Muhammad Anis Matta, Membentuk Karakter Cara Islam (Jakarta: Al-I’tishom
Cahaya Umat, 2003), hal.69-70
[27] Soemarno Soedarsono, Character Buidling: Membentuk Watak (Jakarta: Elek Media Komputindo,
2002), hal. 217
[28] Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian
Sosial (Jakarta
: Bumi Aksara, 2000), hal. 5
[29] Ibid., hal. 81
[30] Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Rosdakarya,
2002) cet: XVII, hal. 90
[31] Husaini Usman dan Purnomo Setiady, op. cit., hal. 54.
[32] Ibid., hal 57-58
[33] Ibid., hal 73
[34] Lexy J. Moleong, op.cit, hal. 103
[35] Sutrisno Hadi, Metodologi Research 1 (Yogyakarta
: Yayasan Penerbitan Fak. Psikologi UGM, 1979) cet: VII, hal. 42
[36] Mattew B. Miles dan A. Michael Huberman, Penerj. Tjetjep Rohendi
Rohidi, Analisa Data Kualitatif (Jakarta : UI Press, 1992 ) hal.19
[37] Dokumentasi SMP Muuhammadiyah 2 Yogyakarta, dikutip pada tanggal 10
Agustus 2004
[38] Ibid.
[39] Dokumentasi SMP Muhammdiyah 2 Yogyakarta, dikutip
tanggal 10 Agustus 2004.
[40] Dokumentasi SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta, dikutip pada tanggal 11
Agustus 2004
[42] Dokumentasi Kepala Sekolah SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta, dikutip
pada tanggal 11 Agustus 2004
[43] Wawancara dengan Kepala Sekolah, pada tanggal 11 Oktober 2004
[44] Wawancara dengan Ibu Siti Jazriyah, pada tanggal 11 Oktober 2004
[45] Wawancara pada tanggal 11 Oktober 2004
[46] Wawancara dengan Bapak Badruddin yang pada waktu itu menjadi imam,
pada tanggal 11 Oktober 2004
[47] Wawancara pada tanggal 11 Oktober 2004
[49] Imam Nawawi, Terjemah Riyadhus Shalihin, terj. Ahmad Sunarto
(Jakarta: Pustaka Amani, 1999), hal.153
[50] Hasil wawancara pada tanggal 8 Agustus 2004.
[51] Wawancara dengan siswi kelas 3, pada tanggal 8 Agustus 2004
[52] Wawancara pada tanggal 11 Oktober 2004
[53] Hasil wawancara pada tanggal 9 Agustus 2004
[54] Wawancara dengan Ibu Atikah Hanum, pada tanggal 10 Agustus 2004
[55] Dokumen Program Pembiasaan
SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta, dikutip pada tanggal 10 Agustus 2004
[56] Labib MZ., Samudra Pilihan Hadits Shohih Bukhori (Surabaya:
Anugrah, 1994) hal. 19-20
[57] Wawancara pada tanggal 11
Oktober 2004
[58] Labib MZ, op.cit., hal. 175-176
[59] Wawancara pada tanggal 10 Agustus 2004
[60] Wawancara pada tanggal 11 Agustus 2004
[61] Wawancara pada tanggal 11
Agustus 2004
[62] Wawancara pada tanggal 5 Agustus 2004
[63] Wawancara pada tanggal 9 Agustus 2004
[64] Wawancara pada tanggal 9 Agustus 2004
[65] Wawancara dengan Ibu Endang Wahyu Tj pada tanggal 11 Oktober 2004.
[66] Wawancara pada tanggal 11 Agustus 20004
[67] Wawancara pada tanggal 11 Oktober 2004
[68] Wawancara pada tanggal 5 Agustus 2004
[69] Wawancara pada tanggal 11 Oktober 2004
[70] Wawancara dengan Farida Ariani, pada tanggal 11 Agustus 2004
[71] Wawancara pada tanggal 11 Agustus 2004
[72] Wawancara pada tanggal 11 Agustus 2004
[73] Wawancara pada tanggal 13 Agustus 2004