Advertisement here

SKRIPSI METODE PEMBIASAAN SEBAGAI UPAYA INTERNALISASI NILAI AJARAN ISLAM DI SMP MUHAMMADIYAH 2 YOGYAKARTA


METODE PEMBIASAAN  SEBAGAI UPAYA INTERNALISASI NILAI AJARAN ISLAM DI SMP MUHAMMADIYAH  2  
YOGYAKARTA



 









SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana 
  Pendidikan Islam


Oleh :

                                              KHAJAH NURHAYATI

0041 0452


JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2004


 
BAB I
PENDAHULUAN

A.   Penegasan Istilah

Untuk memperoleh pemahaman dan mencegah timbulnya kerancuan dalam berfikir, penulis memberikan penegasan istilah berdasarkan judul skripsi yang penulis ajukan yaitu sebagai berikut :
1.    Metode Pembiasaan
Metode berarti cara yang teratur dan ilmiah dalam mencapai maksud untuk memperoleh ilmu atau cara kerja yang sistematis untuk mempermudah suatu kegiatan dalam mencapai maksudnya.[1]
Pembiasaan adalah sesuatu yang dibiasakan, yaitu dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk senantiasa mengamalkan ajaran agamanya. Dengan pendekatan ini, siswa dibiasakan mengamalkan ajaran agama, baik secara individual maupun secara kelompok dalam kehidupan sehari-hari.[2]
1
 
Jadi metode pembiasaan yang dimaksud adalah suatu cara yang dilakukan oleh pendidik dengan memberikan latihan-latihan atau tugas-tugas kepada siswa terhadap suatu perbuatan tertentu, agar siswa mempunyai kebiasaan yang sesuai dengan ajaran Islam.
Metode pembiasaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sesuatu yang dibiasakan dari pihak sekolah bagi seluruh peserta didik dalam mengamalkan ajaran agama Islam, terutama di lingkungan sekolah.
Beberapa pembiasaan yang diterapkan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta adalah sholat dzuhur berjamaah, sholat dhuha,  membaca Al-Qur’an sebelum pelajaran dimulai, membaca doa sebelum dan sesudah pelajaran dimulai, berjabat tangan dan mengucapkan salam, serta pengumpulan dana sosial.
 
2.    Internalisasi
                   Internalisasi adalah  penghayatan[3], pendalaman (sebuah proses),  internalisasi sebagai upaya dalam menghayati nilai ajaran Islam. Sehingga nilai ajaran Islam dapat tertanam dengan baik pada diri peserta didik, untuk selanjutnya menjadi sumber motivasi bagi peserta didik dalam bergerak, bertindak dan berperilaku dalam kehidupannya sehari-hari sesuai dengan nilai ajaran Islam.
                   Sesuatu yang hendak diinternalisasikan kepada peserta didik adalah nilai-nilai ajaran Islam yang ada pada pembiasaan yang diterapkan di sekolah SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta, sehingga nilai-nilai tersebut dimiliki oleh peserta didik dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

3.    Nilai Ajaran Islam
                   Nilai adalah sesuatu yang dianggap memiliki harga bagi sekelompok orang tertentu.[4] Sedangkan ajaran Islam adalah ajaran yang bersumber dari Al Qur’an dan Al Hadits, yang mengandung ajaran aqidah, muamalat, Syari’ah, dan ibadah. Pendidikan Agama Islam merupakan pendidikan nilai, sehingga nilai di sini erat kaitannya dengan lebih menekankan dalam bentuk moral, akhlak, dan etika. Banyak sekali macam-macam nilai dan nilai yang dimaksud dalam penelitian ini adalah nilai ajaran Islam.
                   Dalam penelitian ini yang ditekankan adalah nilai-nilai yang terkandung pada pembiasaan yang diterapkan yaitu; sholat dzuhur berjama’ah, sholat dhuha, tadarus Al-Qur’an sebelum pelajaran dimulai, membaca do’a sebelum dan sesudah pelajaran, berjabat tangan dan mengucapkan salam, serta pengumpulan dana sosial.
                   Nilai yang dimaksud dalam skripsi ini  adalah yang terkandung pada pembiasaan yang diterapkan seperti di atas, yaitu nilai keimanan, ketaqwaan, kedisiplinan, kebersihan, persamaan, persaudaraan, syukur, ikhlas, dan tawakkal.

4.    SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta
            SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta berada di bawah naungan Majelis Pendidikan Dasar Menengah Muhammadiyah (PDM Kotamadya Yogyakarta). Sekolah ini berstatus akreditasi disamakan, yang berada di Jalan Kapas II / 7a. Di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta inilah penulis bermaksud mengadakan penelitian.
            Dari penegasan istilah di atas, dapat diketahui bahwa judul skripsi  ini adalah studi lapangan terhadap metode pembiasaan yang diterapkan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta sebagai upaya menginternalisasikan nilai ajaran Islam, apakah nilai-nilai tersebut sudah tertanam dalam diri peserta didik, sehingga nilai-nilai ajaran Islam diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. 

B.  Latar Belakang Masalah
Pendidikan Agama Islam (PAI ) di  sekolah (baik sekolah umum atau madrasah) merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional. Tetapi tujuannya berbeda dengan pendidikan nasional  yaitu   menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 3 bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar rakyat menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[5]
Eksistensi Pendidikan Agama Islam semakin kuat dari tahun ke tahun, apalagi setelah disahkannya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 tentang pelaksanaan pendidikan agama. Hal ini sangat memungkinkan bagi sekolah untuk dapat menyelenggarakan pendidikan agama dengan sebaik-baiknya sehingga tujuan PAI dapat tercapai.
Pendidikan Agama Islam merupakan pendidikan nilai, karena lebih banyak menonjolkan aspek nilai, baik nilai ketuhanan maupun nilai kemanusiaan, yang hendak ditanamkan atau ditumbuhkembangkan ke dalam diri peserta didik sehingga dapat melekat pada dirinya dan menjadi kepribadiannya.[6]
Bagaimana Pendidikan Agama Islam dapat diterima dengan baik oleh peserta didik, baik aspek kognitif, afektif dan psikomotorik, sehingga peserta didik dapat menginternalisasikan nilai-nilai ajaran Islam yang diajarkan pada Pendidikan Agama Islam. Tetapi khususnya Pendidikan Agama Islam, aspek afektif sangat perlu diperhatikan, sehingga peserta didik dapat menjalani kehidupannya sesuai dengan ajaran Islam dan nilai ajaran Islam sendiri menjadi pedoman dan kontrol dalam menghadapi globalisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pembelajaran Pendidikan  Agama Islam  yang selama ini berlangsung agaknya terasa kurang terkait atau kurang concern   terhadap persoalan bagaimana mengubah pengetahuan agama yang bersifat kognitif menjadi “makna” dan  “nilai” yang perlu diinternalisasikan dalam diri peserta didik, untuk selanjutnya menjadi sumber motivasi bagi peserta  didik untuk bergerak, berbuat, dan berperilaku secara konkrit-agamis dalam kehidupan praktisi sehari-hari.[7]
Proses Internalisasi nilai ajaran Islam menjadi sangat penting bagi peserta didik untuk dapat mengamalkan dan mentaati ajaran dan nilai-nilai agama dalam kehidupannya, sehingga tujuan Pendidikan Agama Islam tercapai. Upaya dari pihak sekolah untuk dapat menginternalisasikan nilai ajaran Islam kepada diri peserta didik menjadi sangat penting, dan salah satu upaya tersebut adalah dengan metode pembiasaan di lingkungan sekolah. Metode pembiasaan tersebut adalah dengan menciptakan suasana religius di sekolah, karena kegiatan–kegiatan keagamaan dan praktik-praktik keagamaan yang dilaksanakan secara terprogram dan rutin (pembiasaan) diharapkan dapat mentransformasikan dan menginternalisasikan nilai-nilai ajaran Islam secara baik kepada peserta didik.
Metode Pembiasaan tersebut juga diterapkan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta sebagai salah satu upaya menginternalisasikan nilai–nilai ajaran Islam  kepada diri peserta didik, sehingga peserta didik dapat menghayati dan mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Bentuk pembiasaan yang diterapkan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta adalah sholat dzuhur jama’ah, sholat dhuha, membaca Al-qur’an sebelum pelajaran dimulai, membaca doa sebelum dan sesudah belajar, berjabat tangan dan mengucapkan salam, serta pengumpulan dana sosial.
Dari pemaparan di atas, penelitian ini mencoba membahas tentang bentuk dan pelaksanaan metode pembiasaan sebagai upaya menginternalisasikan nilai ajaran Islam kepada peserta didik di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta.
C.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang penulis paparkan di atas  maka ditarik rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana bentuk metode pembiasaan yang diterapkan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta sebagai upaya untuk menginternalisasikan nilai ajaran Islam ?
2.      Nilai-nilai apa saja yang muncul dan dirasakan oleh peserta didik?

D.  Alasan Pemilihan Judul
Beberapa hal yang mendorong penulisan skripsi ini adalah :
1.      Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan pendidikan nilai yang perlu adanya proses internalisasi nilai ajaran Islam kepada peserta didik.
2.      Salah satu metode yang digunakan sebagai upaya internalisasi nilai ajaran Islam adalah metode pembiasaan
3.      Terinternalisasinya nilai-nilai ajaran Islam oleh peserta didik merupakan keberhasilan dari Pendidikan Agama Islam

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.              Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah :
a.       Untuk mengetahui bentuk dan pelaksanaan metode pembiasaan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta sebagai upaya internalisasi nilai ajaran Islam.
b.      Untuk mengetahui nilai-nilai apa saja yang  dapat terinternalisasi oleh peserta didik dari metode pembiasaan yang diterapkan oleh guru PAI di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta
2.              Kegunaan penelitian ini bagi penulis adalah :
a. Diharapkan dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta pada khususnya dan bagi sekolah pada umumnya, sebagai salah bentuk upaya  menginternalisasikan nilai ajaran Islam untuk mencapai tujuan PAI.
b. Untuk menambah khasanah Ilmu Pengetahuan, khususnya untuk meningkatkan mutu Pendidikan Agama Islam.

F.    Tinjauan Pustaka
Dalam penulisan skripsi ini, sebagai acuan menggunakan buku “Paradigma Pendidikan Islam “ karya Muhaimin dan kawan-kawan, yang menjelaskan tentang internalisasi nilai pendidikan agama Islam. Karena Pendidikan Agama Islam merupakan pendidikan nilai, sehingga perlu terjadi internalisasi nilai-nilai tersebut ke dalam diri peserta didik.
Selain itu menggunakan beberapa skripsi yang membahas tentang pendidikan nilai (afeksi) dari Pendidikan Agama Islam. Skripsi-skripsi yang ada sebelumnya memberikan gambaran skripsi yang akan disajikan. Di antara skripsi tersebut adalah sebagai berikut :
Skripsi yang ditulis oleh saudara Fauzan Lutfiyanto (2003), yang membahas tentang pengaruh metode ceramah dan pembiasaan dalam pendidikan Aqidah Akhlak terhadap pengamalan keagamaan siswa di MTs N Pundong Bantul. Dalam penelitiannya tersebut ia memberikan kesimpulan adanya pengaruh yang positif dalam mengamalkan ajaran Islam para siswa dengan metode ceramah dan pembiasaan.
Skripsi yang ditulis oleh saudara Nuryanto yang berjudul “Pengembangan Nilai-Nilai PAI Dalam Sistem Pendidikan Nasional “. Dalam penelitiannya tersebut ia memberikan penjelasan tentang nilai-nilai PAI, menurutnya bahwa tujuan PAI sangat membantu terwujudnya Pendidikan Nasional terutama untuk membentuk peserta didik yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME.
Selain itu skripsi yang ditulis oleh saudari Immawati yang berjudul “Urgensi Teori Kebiasaan Bagi Pembentukan Karakter Remaja   Dalam Pendidikan Islam (Study Pemikiran Stephen R Covey Dalam Buku 7 Kebiasaan yang Sangat Efektif)”. Dalam penelitiannya dijelaskan bahwa suatu pembiasaan sangat penting dalam pembentukan karakter, terutama karakter yang Islami.
Selanjutnya skripsi yang ditulis oleh saudari Noor Hayati (1998) yang berjudul “Penanaman Dan Pembinaan Nilai Keagamaan Pada Anak Berdasarkan Fase Perkembangan (Suatu Kajian Ilmu Jiwa Perkembangan)”. Dalam penelitiannya, ia lebih menitikberatkan pada masalah penanaman dan pembinaan nilai keagamaan yang harus disesuaikan dengan fase perkembangan serta dilakukan secara berangsur-angsur dan bijaksana.
Skripsi ini membahas tentang internalisasi nilai ajaran Islam melalui metode pembiasaan yang merupakan salah satu  upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah, sehingga peserta didik menerima dan memiliki nilai-nilai ajaran Islam dalam meningkatkan kesadaran menjalankan perintah agama dalam kehidupan sehari-hari.

G.   Landasan Teori
1.     Metode Pembiasaan
Dari segi bahasa metode berasal dari dua perkataan , yaitu meta dan hodos, meta berarti “melalui “ dan hodos berarti “jalan “ atau “cara “. Dengan demikian metode dapat berarti cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.[8]Selanjutnya jika metode tersebut dikaitkan dengan pendidikan Islam, dapat membawa arti metode sebagai jalan untuk menanamkan pengetahuan agama pada diri seseorang sehingga terlihat dalam pribadi obyek sasaran, yaitu pribadi Islami. Selain itu metode dapat pula membawa arti sebagai cara untuk memahami, menggali, dan mengembangkan ajaran Islam, sehingga terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.[9] Metode dapat pula dikatakan sebagai seni dalam mengajar, sehingga metode sangat penting dalam dunia pendidikan.
Pendidikan merupakan usaha sadar manusia dalam mencapai tujuan tertentu (tujuan pendidikan). Banyak para tokoh yang mengemukakan definisi pendidikan, tetapi pada intinya pendidikan mempunyai lima unsur utama, yaitu:[10]
a.     Usaha (kegiatan) yang bersifat bimbingan, pimpinan, atau pertolongan yang dilakukan secara sadar
b.    Ada pendidik, pembimbing atau penolong
c.     Ada yang dididik atau si terdidik
d.    Adanya dasar atau tujuan dalam bimbingan tersebut
            Dari kelima unsur pendidikan di atas dapat diketahui bahwa fungsi metode sangat penting dalam proses belajar mengajar. Karenanya terdapat suatu prinsip yang umum dalam memfungsikan metode, yaitu prinsip agar pengajaran dapat disampaikan dalam suasana menyenangkan, menggembirakan, penuh dorongan, dan motivasi, sehingga pelajaran atau materi pendidikan yang akan disampaikan itu dapat dengan mudah diberikan. Banyaknya metode yang ditawarkan dalam mengajar merupakan usaha untuk mempermudah atau mencari jalan paling sesuai dengan perkembangan jiwa peserta didik dalam menerima materi pelajaran.
            Dalam penelitian ini, dari beberapa metode yang ada, maka metode yang dibahas adalah metode pembiasaan. Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu  itu dapat menjadi kebiasaannya. Pembiasaan sebenarnya berintikan pengalaman, yang dibiasakan itu adalah sesuatu yang diamalkan. Oleh karena itu, uraian tentang pembiasaan selalu menjadi satu dengan uraian tentang perlunya mengamalkan kebaikan yang telah diketahui.
            Metode pembiasaan juga digunakan oleh Al-qur’an dalam memberikan materi pendidikan melalui kebiasaan yang dilakukan secara bertahap. Dalam hal ini termasuk merubah kebiasaan–kebiasaan yang negatif. Kebiasaan ditempatkan oleh manusia sebagai sesuatu yang istimewa. Ia banyak sekali menghemat kekuatan manusia, karena sudah menjadi kebiasaan yang sudah melekat dan spontan, agar kekuatan itu dapat dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan dalam berbagai bidang pekerjaan, berproduksi dan aktivitas lainnya.[11]
            Pembiasaan dalam pendidikan agama hendaknya dimulai sedini mungkin. Rasulullah SAW memerintahkan kepada orang tua, dalam hal ini para pendidik agar mereka menyuruh anak-anak mengerjakan sholat, tatkala mereka berumur tujuh tahun. Hal tersebut berdasarkan hadits di bawah ini:
مُرُوْا أَوْلاَدَكُمْ بِاالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِيْنَ، وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فىِالمَضَاجِعِ (رواه أبوداوود)

Artinya: “Suruhlah anak-anak kalian untuk melaksanakan sholat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka apabila meninggalkannya ketika mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka”. ( HR. Abu Dawud).[12]

            Berdasarkan hadits di atas maka anak-anak atau peserta didik dibiasakan untuk sholat.
                  Membiasakan anak shalat, lebih-lebih dilakukan secara berjamaah itu penting. Sebab dalam kehidupan sehari-hari pembiasaan itu merupakan hal yang sangat penting, karena banyak dijumpai orang berbuat dan bertingkah laku hanya karena kebiasaan semata-mata. Tanpa itu hidup seseorang akan berjalan lambat sekali, sebab sebelum melakukan sesuatu seseorang harus memikirkan terlebih dahulu apa yang akan dilakukan.[13]
2.         Internalisasi Nilai

Nilai adalah daya pendorong dalam hidup, yang memberi makna dan pengabsahan pada tindakan seseorang. [14]

                   Pengertian nilai adalah suatu penetapan atau kualitas obyek yang menyangkut suatu jenis aspirasi atau minat.[15] Banyak sekali macam-macam nilai yang berkembang di masyarakat, baik dari lapangan hidup, fungsional ataupun kejiwaan. Salah satu nilai tersebut adalah nilai ajaran Islam.

                   Pendidikan agama Islam merupakan pendidikan nilai di mana peserta didik diharapkan dapat bertindak, bergerak dan berkreasi dengan nilai-nilai tersebut. Ajaran Islam mengandung nilai spiritual yang mendalam, di mana diletakkan iman terhadap-Nya. Iman inilah yang merupakan sumber kekuatan bagi kehidupan manusia dalam menjalin kehidupan agar dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

                   Nilai ajaran Islam merupakan sistem yang diwujudkan dalam amal perilaku para pemeluknya, termasuk dalam hal ini anak, peserta didik maupun masyarakat pada umumnya. Sistem nilai agama Islam adalah suatu keseluruhan tatanan yang terdiri dari beberapa komponen yang saling mempengaruhi dan mempunyai keterpaduan yang bulat yang berorientasi pada nilai Islam. Jadi bersifat menyeluruh, bulat dan terpadu

                   Pendidikan agama menyangkut manusia seutuhnya, ia tidak hanya membekali anak dengan pengetahuan agama, atau mengembangkan intelek anak saja dan tidak pula mengisi dan menyuburkan perasaan (sentimen ) agama saja, akan tetapi ia menyangkut keseluruhan diri pribadi anak, mulai dari latihan-latihan (amaliah) sehari-hari, yang sesuai dengan ajaran agama, baik yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, manusia dengan alam, serta manusia dengan dirinya sendiri.[16]

                   Internalisasi adalah upaya menghayati dan mendalami nilai, agar nilai tersebut tertanam dalam diri setiap manusia. Karena pendidikan agama Islam berorientasi pada pendidikan nilai sehingga perlu adanya proses internalisasi tersebut. Jadi internalisasi merupakan ke arah pertumbuhan batiniah atau rohaniah peserta didik. Pertumbuhan itu terjadi ketika siswa menyadari sesuatu “nilai” yang terkandung dalam pengajaran agama dan kemudian nilai-nilai itu dijadikan suatu “ sistem nilai diri” sehingga menuntun segenap pernyataan sikap, tingkah laku, dan perbuatan moralnya dalam menjalani kehidupan ini.    

       Tahap-tahap dalam internalisasi nilai adalah: [17]
a.  Tahap transformasi nilai, pada tahap ini guru sekedar menginformasikan nilai-nilai yang baik dan yang kurang baik kepada siswa, yang semata-mata merupakan komunikasi verbal.
b.  Tahap transaksi nilai, yaitu suatu tahap pendidikan nilai dengan jalan melakukan komunikasi dua arah, atau interaksi antara siswa dan guru bersifat timbal balik. Dalam tahap ini tidak hanya menyajikan informasi tentang nilai yang baik dan yang buruk, tetapi juga terlibat untuk melaksanakan dan memberikan contoh amalan yang nyata, dan siswa diminta memberikan respons yang sama, yakni menerima dan mengamalkan nilai itu.
c.        Tahap transinternalisasi, yakni bahwa tahap ini lebih dalam daripada sekedar transaksi. Dalam tahap ini penampilan guru di hadapan siswa bukan lagi sosok fisiknya, melainkan sikap mentalnya (kepribadiannya). Demikian juga siswa merespons kepada guru bukan hanya gerakan/penampilan fisiknya, melainkan sikap mental dan kepribadiannya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa dalam transinternalisasi ini adalah komunikasi dua kepribadian yang masing-masing terlibat secara aktif.
       Proses internalisasi terjadi apabila individu menerima pengaruh dan bersedia bersikap menuruti pengaruh itu dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa yang ia percayai dan sesuai dengan sistem yang dianutnya. Dalam hal ini, maka isi dan hakekat sikap yang diterima itu sendiri dianggap oleh individu sebagai memuaskan. Sikap demikian itulah yang biasanya merupakan sikap yang dipertahankan oleh individu dan biasanya tidak mudah untuk berubah selama sistem nilai yang ada dalam diri individu yang bersangkutan masih bertahan.[18]
            Jadi, internalisasi nilai sangatlah penting dalam pendidikan agama Islam karena pendidikan agama Islam merupakan pendidikan nilai sehingga nilai-nilai tersebut dapat tertanam pada diri peserta didik,  dengan pengembangan yang mengarah pada internalisasi nilai-nilai ajaran Islam merupakan tahap pada manifestasi manusia religius. Sebab tantangan untuk arus globalisasi dan transformasi budaya bagi peserta didik dan bagi manusia pada umumnya adalah difungsikannya nilai-nilai moral agama. Sebagai seorang muslim maka yang difungsikan adalah nilai-nilai ajaran Islam, yang dapat terwujud dalam kehidupan sehari-hari.
Pada tahap-tahap internalisasi ini diupayakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:[19]
a.         Menyimak, yakni pendidik memberi stimulus kepada peserta didik dan peserta didik menangkap stimulus yang diberikan.
b.        Responding, peserta didik mulai ditanamkan pengertian dan kecintaan terhadap tata nilai tertentu, sehingga memiliki latar belakang Teoritik tentang sistem nilai, mampu memberikan argumentasi rasional dan selanjutnya peserta didik dapat memiliki komitmen tinggi terhadap nilai tersebut.
c.         Organization, peserta didik mulai dilatih mengatur sistem kepribadiannya disesuaikan dengan nilai yang ada.
d.        Characterization, apabila kepribadian sudah diatur disesuaikan dengan sistem nilai tertentu dan dilaksanakan berturut –turut, maka akan terbentuk kepribadian yang bersifat satunya hati, kata dan perbuatan. Teknik internalisasi sesuai dengan tujuan pendidikan agama, khususnya pendidikan yang berkaitan dengan masalah aqidah, ibadah, dan akhlakul karimah.

3.         Nilai Ajaran Islam
Nilai merupakan  esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan manusia. [20]
Ajaran Islam adalah ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadits. Sebagai seorang muslim, ada lima perkara yang membuat status muslimnya sempurna yaitu dengan menjalankan lima rukun Islam yaitu: membaca dua kalimat syahadat, mengerjakan shalat, menjalankan puasa, mengeluarkan zakat dan pergi haji ke Baitullah Mekah bagi orang yang mampu.
            Islam sebagai agama wahyu mengandung ajaran-ajaran yang bersifat universal dan eternal, serta mencakup seluruh aspek kehidupan. Dengan ajaran-ajaran tersebut Islam menuntun manusia untuk meningkatkan harkat dan martabatnya agar memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. [21] Jadi ajaran Islam tidak hanya mengatur hubungan dengan Allah tetapi ajaran Islam juga mengatur hubungan dengan sesama manusia bahkan mengatur hubungan dengan alam semesta.
            Ajaran Islam meliputi bidang-bidang sebagai berikut:[22]
a.  Bidang Ibadah (rubu` ibadah), yang menjelaskan soal hubungan manusia dengan Tuhannya dengan jalan mengerjakan ibadah dan pengabdian menurut tata cara tertentu.
b.  Bidang Ekonomi (rubu` mu`amalah), yang berhubungan dengan penghidupan dan mencari rejeki.
c.  Bidang Pernikahan (rubu` munakahat), yaitu yang berhubungan dengan nikah, talak, rujuk, yang merupakan saluran untuk mendapatkan keturunan yang sah
d.  Bidang Hukum Pidana (rubu` jinayah), yang berhubungan dengan pelanggaran dan kejahatan antar individu, individu dengan masyarakat  umum atau negara. 
Rahmatan lil `alamin memang benar, jika kita sebagai orang Islam menjalankan ajaran-ajaran Islam dengan benar karena manusia diciptakan sebagai khalifah di muka bumi. Oleh karena itu umat Islam wajib mentaati dan melaksanakan perintah-perintah Allah SWT, dan Allah tidaklah menciptakan manusia kecuali untuk beribadah. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam surat adz-Dzariyat ayat 56:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلأِنْسَ اِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ

   Artinya :  “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”.[23]

Beberapa nilai ajaran Islam yang ditanamkan kepada peserta didik sebagai kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut :
a.  Iman
b.  Taqwa
c.  Ikhlas
d.  Tawakkal
e.  Disiplin
f.   Kebersihan
g.  Persaudaraan
h.  Persamaan
i.    Syukur

4.    Tahap-tahap Perkembangan Nilai Moral
                 J. Piaget dan L. Kohlberg bahwa  tahap- tahap perkembangan nilai moral seseorang terbagi ke dalam 4 tahap beserta ciri-cirinya dan perkembangan moral itu berhubungan dengan perkembangan kognitif seseorang, yaitu sebagai berikut:[24]
a.    Tahap pertama: usia 0-3 tahun (pra moral)
       Pada fase ini anak tidak mempunyai bekal pengertian tentang baik dan buruk, tingkah lakunya dikuasai oleh dorongan-dorongan naluriah saja, tidak ada aturan yang mengendalikan aktivitasnya, aktivitas motoriknya tidak dikendalikan oleh tujuan yang berakal.
b.    Tahap kedua: usia 3-6 tahun (tahap egosentris)
       Pada fase ini anak hanya mempunyai pikiran yang samar-samar dan umum tentang aturan-aturan, ia mengubah aturan untuk memuaskan kebutuhan pribadi dan gagasannya yang timbul mendadak, ia bereaksi terhadap lingkungannya secara instinktif dengan hanya sedikit kesadaran moral.
c.    Tahap ketiga: usia 7-12 tahun (tahap heteronom)
       Pada fase ini ditandai dengan suatu paksaan. Di bawah tekanan orang dewasa atau orang berkuasa, anak sedikit menggunakan kontrol moral dan logika terhadap perilakunya, masalah moral dilihat dalam arti hitam putih, boleh tidak boleh, dengan otoritas dari luar (orang tua, guru dan anak yang lebih besar) sebagai faktor utama dalam menentukan apa yang baik dan yang jahat. Karena itu, pemahaman tentang moralitas yang sebenarnya masih sangat terbatas.
d.    Tahap keempat: usia 12 tahun dan seterusnya (tahap otonom)
       Pada tahap ini seseorang mulai mengerti tentang nilai-nilai dan mulai memakainya dengan caranya sendiri. Moralitasnya ditandai dengan kooperatif, bukan paksaan, interaksi dengan taman sebaya, diskusi, kritik diri, rasa persamaan dan menghormati orang lain merupakan faktor utama dalam tahap ini. Aturan dan pikiran dipertanyakan, diuji dan dicek kebenarannya. Aturan yang dianggap dapat diterima secara moral diinternalisasikan dan menjadi bagian khas dari kepribadiannya. Pada masa remaja, seseorang menganggap aturan-aturan sebagai persetujuan teman-teman sebaya yang saling menguntungkan. Ia memberontak terhadap moralitas orang tua, tetapi akhirnya mereka kembali kepada moralitas yang sebelumnya merupakan tolak mati-matian sewaktu masih remaja.
5.   Metode Pembiasaan sebagai Upaya Internalisasi Nilai Ajaran Islam
Kebiasaan terbentuk karena sesuatu yang dibiasakan, sehingga kebiasaan dapat diartikan sebagai perbuatan atau ketrampilan secara terus-menerus, secara konsisten untuk waktu yang lama, sehingga perbuatan dan ketrampilan itu benar-benar bisa diketahui dan akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang sulit ditinggalkan, atau bisa juga kebiasaan diartikan sebagai gerak perbuatan yang berjalan dengan lancar dan seolah-olah berjalan dengan sendirinya. Perbuatan ini terjadi awalnya dikarenakan pikiran yang melakukan pertimbangan dan perencanaan, sehingga nantinya menimbulkan perbuatan dan apabila perbuatan ini diulang-ulang maka akan menjadi kebiasaan.
Kebiasaan-kebiasaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kebiasaan-kebiasaan dalam menjalankan ajaran Islam, sehingga nilai-nilai yang ada pada pembiasaan yang dilakukan dapat dimiliki dan tertanam dengan baik atau nilai-nilai tersebut dapat terinternalisasi dan dapat menjadi suatu karakter. Jadi kebiasaan di sini merupakan hal-hal yang sering dilakukan secara berulang-ulang dan merupakan puncak perwujudan dari tingkah laku yang sesungguhnya, di mana ketika seseorang telah memiliki kemampuan untuk mewujudkan lewat tindakan dan apabila tindakan ini dilakukan secara terus-menerus, maka ia akan menjadi kebiasaan, dan kebiasaan tersebut akan mewujudkan karakter.
Karakter itu terbentuk dari luar. Karakter terbentuk dari asimilasi dan sosialisasi. Asimilasi menyangkut hubungan manusia dengan lingkungan bendawi, sedangkan sosialisasi menyangkut hubungan antar manusia. Kedua unsur inilah yang membentuk karakter.[25]
Pendidikan agama Islam sebagai pendidikan nilai maka perlu adanya pembiasaan-pembiasaan dalam menjalankan ajaran Islam, sehingga nilai-nilai ajaran Islam dapat terinternalisasi dalam diri peserta didik, yang akhirnya akan dapat membentuk karakter yang Islami. Nilai-nilai ajaran Islam yang menjadi karakter merupakan perpaduan yang bagus (sinergis) dalam membentuk peserta didik (remaja) yang berkualitas, di mana individu bukan hanya mengetahui kebajikan, tetapi juga merasakan kebajikan dan mengerjakannya dengan didukung oleh rasa cinta untuk melakukannya.
Pembentukan karakter seseorang (terutama peserta didik) bersifat tidak alamiyah, sehingga dapat berubah dan dibentuk sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Kaidah umum dalam pembentukan karakter adalah sebagai berikut :[26]
1.      Kaidah kebertahapan, proses perubahan, perbaikan, dan pengembangan harus dilakukan secara bertahap.
2.      Kaidah kesinambungan, anda harus tetap berlatih seberapapun kecilnya porsi latihan tersebut, nilainya bukan pada besar kecilnya, tetapi pada kesinambungannya.
3.      Kaidah momentum, pergunakan berbagai momentum peristiwa untuk fungsi pendidikan dan latihan. Misalnya menggunakan bulan Ramadhan untuk mengembangkan sifat sabar, kemauan yang kuat, kedermawanan dan seterusnya.
4.      Kaidah motivasi intrinsik, jangan pernah berfikir untuk memiliki karakter yang kuat dan sempurna, jika dorongan itu benar-benar lahir dalam diri anda sendiri, atau dari kesadaran anda akan hal itu.
5.      Kaidah pembimbing, anda mungkin bisa melakukannya seorang diri, tetapi itu tidak akan sempurna. Jadi, anda membutuhkan kawan yang berfungsi sebagai guru.
Dari kaidah di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa selain  kebiasaan diberikan juga pengertian secara kontinyu, sedikit demi sedikit dengan tidak melupakan perkembangan jiwanya, dengan melihat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan karakter dengan melihat nilai-nilai apa yang diajarkan serta bersikap tegas dengan memberikan kejelasan sikap, mana yang harus dikerjakan dan mana yang tidak. Memperkuatnya dengan memberikan sangsi dengan kesalahannya dan juga tidak kalah pentingnya dengan adanya teladan atau contoh yang diberikan.
Metode pembiasaan sebagai upaya internalisasi nilai ajaran Islam  sehingga dapat membentuk karakter peserta didik yang Islami, hal ini juga dikaitkan dengan hukum panen sebagai berikut :[27]
Tanamlah pemikiran
Kamu akan menuai tindakan
Tanamlah tindakan
Kamu akan menuai kebiasaan
Tanamlah kebiasaan
Kamu akan menuai karakter
Tanamlah karakter
Kamu akan menuai nasibmu
H. Metode Penelitian
1.      Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field study research) yang bermaksud mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang dan interaksi suatu sosial, individu, kelompok, lembaga, dan masyarakat.[28]
Penelitian ini bersifat deskriptif yang memberi gambaran secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, dalam penelitian ini untuk mengetahui informasi tentang metode pembiasaan yang diterapkan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta sebagai upaya menginternalisasi nilai ajaran Islam.
Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, yang berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah–laku manusia dalam situasi tertentu menurut perspektif peneliti sendiri.[29] Pendekatan ini digunakan karena data yang diperoleh adalah data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis dan lisan dari orang-orang serta berupa perilaku yang diamati.

2.      Metode Penentuan Informan
Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian.[30] Untuk menentukan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik berdasarkan tujuan-tujuan tertentu (purposive sampling), dengan cara bola salju (snow ball) yaitu menelusuri terus data yang dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan yang ada.
Informan dalam penelitian ini dibedakan menjadi :
a.       Informan kunci (key informan)
Informan kunci dalam penelitian ini adalah guru agama Islam, terutama bidang Aqidah, Ibadah, dan Akhlak.
b.      Informan pendukung
Informan pendukung dalam penelitian ini terdiri dari :
1.       Kepala Sekolah
2.       Guru BP
3.       Sebagian siswa kelas 3 A, ada 9 siswa

3.      Metode Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan atau memperoleh data, menggunakan beberapa metode yaitu :
a.      Observasi
Metode observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti.[31] Metode ini  digunakan untuk memperoleh data tentang :
1.      Gambaran umum tentang keadaan sekolah
2.      Gambaran tentang pelaksanaan metode pembiasaan
3.      Suasana religius di sekolah
b.      Wawancara
Metode  wawancara adalah tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung.[32]
Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara yang bebas terpimpin, sebab sekalipun wawancara dilakukan secara bebas tetapi sudah dibatasi oleh struktur pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya.
Wawancara dilakukan untuk memperoleh data sebagai berikut :
1.      Tujuan pelaksanaan metode pembiasaan
2.      Nilai-nilai ajaran Islam yang hendak diinternalisasikan kepada peserta didik.
3.      Nilai-nilai apa saja yang muncul dan dirasakan oleh siswa.
c.       Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah teknik pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen.[33] 
Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang :
1.      Kondisi dan gambaran umum tentang SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta.
2.      Keadaan guru, karyawan, dan siswa.
3.      Sarana dan fasilitas sekolah.

4.      Metode Analisis Data
Analisa data dalam penelitian adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.[34]
Data yang telah terhimpun kemudian diklarifikasikan untuk dianalisa dengan menggunakan  pendekatan analisa induktif, yaitu berangkat dari fakta-fakta yang khusus, peristiwa-peristiwa yang konkrit, kemudian dari fakta-fakta dan peristiwa-peristiwa yang khusus konkrit itu ditarik generalisasi-generalisasi yang mempunyai sifat umum.[35]
Selanjutnya menggunakan analisa data yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman, dengan tiga jenis kegiatan, yaitu; reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi sebagai sesuatu yang jalin menjalin pada saat sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar. [36]
Alur pertama adalah reduksi data, merupakan kegiatan pemilihan, pemilahan, penyederhanaan dan transformasi data kasar yang berasal dari lapangan. Reduksi data berlangsung selama proses penelitian sampai tersusunnya laporan akhir penelitian. Sejak tahap ini analisa data sudah dilaksanakan karena reduksi data juga merupakan bagian yang tak terpisahkan dari analisis data.
Alur kedua adalah penyajian data yang merupakan sekumpulan informasi yang tersusun dalam teks naratif. Penyusunan informasi tersebut dilakukan secara sistematis dalam bentuk tema-tema pembahasan sehingga mudah difahami makna yang terkandung di dalamnya.
Alur ketiga adalah menarik kesimpulan atau verifikasi dari semua kumpulan makna setiap kategori, peneliti berusaha mencari makna esensial dari setiap tema yang disajikan dalam teks naratif yang berupa fokus penelitian. Selanjutnya ditarik kesimpulan untuk masing-masing fokus tersebut, tetapi dalam suatu kerangka yang sifatnya komprehensif.
Ilustrasi dari prosedur di atas adalah pertama, peneliti mengadakan pengumpulan data di lapangan dengan menggunakan pedoman yang sudah disiapkan sebelumnya. Pada saat itulah dilakukan pencatatan dan tanya jawab dengan informan. Dari informasi yang diterima tersebut seringkali memunculkan pertanyaan-pertanyaan baru, baik pada saat wawancara berlangsung maupun sudah berakhir atau disebut proses wawancara mendata.
Setelah data dilacak, diperdalam dan diuji kebenarannya, selanjutnya dicari maknanya berdasarkan kajian kritik yang digunakan, dengan cara pemilihan, pemilahan, dan penganalisaan data. Langkah selanjutnya data transformasikan dan disusun secara tematik dalam bentuk teks naratif sesuai dengan karakter masing-masing. Terakhir, dicari makna yang paling esensial dari masing-masing tema berupa fokus penelitian yang dituangkan dalam kesimpulan.


I.     Sistematika Pembahasan
Untuk mencapai pemahaman yang utuh, runtut, dan sistematis dalam penulisan skripsi ini, maka menggunakan sistematika pembahasan  sebagai berikut :
BAB Pertama, berisi uraian tentang pendahuluan, yang menjadi landasan bagi bab-bab selanjutnya. Bab ini memuat tentang penegasan istilah, latar belakang masalah, rumusan masalah,  alasan pemilihan judul, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian yang digunakan dan ditutup dengan sistematika pembahasan.
BAB Kedua, Membahas kondisi dan gambaran umum tentang SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta, yang pembahasannya terdiri atas letak dan keadaan  geografis, sejarah berdiri dan perkembangannya, struktur organisasi, keadaan guru, siswa, dan karyawan serta sarana dan fasilitas sekolah.
BAB Ketiga, membahas tentang pelaksanaan metode pembiasaan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta sebagai upaya menginternalisasi nilai ajaran Islam para siswa dalam kehidupan sehari-hari. Dalam bab ini pula dibahas analisis metode pembiasaan terhadap internalisasi nilai, serta nilai-nilai apa saja yang muncul dan dirasakan oleh peserta didik kemudian dihubungkan dengan teori–teori yang sudah ada.
BAB Keempat, merupakan akhir dari penelitian skripsi ini, yang berisi kesimpulan, saran-saran dan penutup.


BAB II
GAMBARAN UMUM SMP MUHAMMADIYAH 2 YOGYAKARTA

 

Letak Dan Keadaan Geografis
SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta terletak di Jl. Kapas II/7a, Sukonandi, Kecamatan Umbulharjo, Propinsi daerah Istimewa Yogyakarta. Letak bangunan gedung SMP Muhammadiyah 2 ini sangat strategis karena berada di lingkungan yang akademis. Bangunan berdiri diatas tanah seluas 819 meter persegi dan luas halaman 2.734 meter persegi ini berbatasan dengan:
1.   Sebelah Barat          : Kejaksaan Negeri dan DEPAG
2.   Sebelah Utara          : UAD
3.   Sebelah Timur         : SMU Muhammadiyah 2
4.   Sebelah Selatan       : Jalan Kapas II
Keadaan lingkungan sekolahpun dapat dikatakan baik, sebab keadaan sekolah yang bersih, tidak terlalu bising dan disekitar sekolah tersebut bukan daerah pertokoan serta letaknya juga jauh dari pasar. Disamping itu, daerah ini merupakan daerah komplek lembaga pendidikan. Karena letaknya yang sangat strategis, hal tersebut sangat menguntungkan  bagi SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta.

B. Sejarah Berdiri Dan Perkembangannya

SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta memiliki akar sejarah yang cukup panjang. Untuk pertama kalinya gedung yang terletak di jalan Sultan Agung no.14 ini digunakan sebagai tempat pendidikan. Oleh organisasi Muhammadiyah tempat pendidikan ini diberi nama “INHEEMSE MULO MUHAMMADIYAH” dibawah asuhan Bapak Pinandoyo dan dibantu oleh Bapak Abdul Gani Dwijosuparto dengan status bersubsidi pada tahun 1941.   Sekolah ini merupakan sekolah ‘MULO BUMI PUTERA” yang pertama-tama di seluruh tanah air kita yang menggunakan bahasa jawa dan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantarnya.
Waktu itu Muhammadiyah sudah memiliki sekolah-sekolah, seperti; MULO, AMS dan MULO HIK di berbagai tempat, tetapi kesemuanya itu masih menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Maka boleh dikatakan bahwa INHEEMSE MULO MUHAMMADIYAH  merupakan perintis SLTP yang dikenal di Indonesia sekarang ini. Dengan kata lain INHEEMSE MULO MUHAMMADIYAH telah membuka jalan untuk berdirinya SMP MUHAMMADIYAH 2 PUTRI YOGYAKARTA. Pada akhir tahun 1942 pimpinan Muhammadiyah mulai berhasrat untuk mengubah INHEEMSE  MULO MUHAMMADIYAH menjadi SLTP Muhammadiyah dengan bahasa nasional sebagai bahasa pengantarnya.
     Pada permulaan tahun 1943 Muhammadiyah punya inisiatif untuk membuka SLTP khusus putri yang muridnya diambilkan dari murid-murid putri MULO HIK Muhammadiyah. Yang bertempat di jalan Taman Asri (dalam komplek Madrasah Muallimin Muhammadiyah), dan dari murid-murid putri bekas INHEEMSE MULO MUHAMMADIYAH. Yang telah menempati ruangan-ruangan rumah yatim Muhammadiyah di Tungkak Luwanu. Adapun realisasi berdirinya SLTP Muhammadiyah Putri ini berlangsung tanggal 1 April 1943 dipimpin oleh Bapak K. Malikus Suparto karena beliau akhirnya dibutuhkan untuk memimpin bekas MULO HIK Muhammadiyah, maka pimpinan SLTP Muhammadiyah diserahkan kepada Bapak R. Sarsono. Karena jumlah muridnya makin bertambah besar sedang keadaan gedung belum mencukupi, maka dibukalah SLTP Putri di jalan Bintaran tengah dan yang diserahi untuk memimpinnya adalah Bapak K.H Dahlan BKN.
            Bapak K.H Dahlan BKN memimpin dari tahun 1944 sampai tahun 1947. Dalam periode ini SLTP PUTRI Muhammadiyah mendapat kemajuan pesat, sehingga waktu diperiksa dari tim inspeksi SLTP se-Jawa Tengah (berkedudukan di Semarang) dinyatakan bahwa sekolah tersebut tidak diragukan lagi untuk berhak menerima subsidi penuh.
Karena Bapak Dahlan BKN sejak tahun 1946 dibutuhkan tenaganya untuk membantu pendidikan di madrasah Mu’allimat Muhammadiyah dan akhirnya menjabat sebagai Kepala Sekolah di Mu’allimat maka pimpinan SLTP PUTRI Muhammadiyah diserahkan kepada Bapak H. Abdulgani Dwidjosuparto, tahun 1947-1955.
Kantor inspeksi Jawa Tengah yang berada di Semarang untuk sementara dibuka di Yogyakarta, karena pada waktu itu Semarang masih dikuasai Belanda. Mulai tahun 1953 subsidi 100% baru dapat diberikan secara penuh dan ditambahkan pula kekurangan subsidi yang belum diterima sejak tahun 1947. Dari sinilah titik tolak dimulainya pembangunan gedung sekolah dan sarana-sarananya, sehingga kemajuan sekolah berangsur-angsur dapat terus ditingkatkan dan dibina.
Kemudian diteruskan periode pimpinan Bapak R.Soejono yang menjabat pada kurun waktu dari tahun 1955-1970. Periode Bapak R.Soejono merupakan periode yang paling lama diantara periode-periode sebelumnya. Dalam periode ini sudah mulai terasa adanya kestabilan dan ketertiban dalam organisasi sekolah. Hasil prestasi ujianpun semakin lama semakin meningkat bahkan mencapai kelulusan 100%, karena telah terbina dan tertanamkannya kedisiplinan guru dan muridnya. Aktivitas pelajaran dapat ditingkatkan dengan adanya gerak kesatuan, hari krida, drum band, kepramukaan, dan lain-lain. Pembangunan gedung juga diteruskan sehingga dapat dibangun sebuah musholla yang memenuhi syarat bagi terselenggaranya lembaga pendidikan yang berbasis Islam.
Karena Bapak Soejono Soemodinoto pensiun, maka sebagai pimpinannya dilimpahkan pada Ibu Badriyah Solichin yang menjabat mulai tahun 1970-1981. Dalam periode ini mulai ditingkatkan kerjasama antara sekolah dengan para wali murid. Pada tahun 1971 dibentuk IKWAM (Ikatan Wali Murid Muhammadiyah) dan mulai tahun ini realisasi kerjasama antara guru dan wali murid kelihatan sangat maju, sehingga dapat membangun lagi sebuah ruang kelas baru. Pada tahun ini pula sekolah mendapat kepercayaan untuk mengadakan ujian sendiri.
Pada tahun 1972 sekolah membangun sebuah gedung yang digunakan untuk menyimpan barang-barang. Kemudian pada tahun 1973 sekolah memperbaharui dua lokal kelas. Di tahun ini pula SLTP Muhamadiyah 2 Putri dinyatakan sebagai perintis sekolah pembangunan oleh Majelis Pendidikan dan Pengajaran Kotamadya Yogyakarta dengan suratnya tertanggal 30 November 1992 No. E.634/A/XI/1972.
Kemudian pada tahun 1981 sampai sekarang kepemimpinan SLTP Muhammadiyah 2 Putri dipegang Bapak Ali Arifin B.A, karena Ibu Badriyah Solichin sudah pensiun. Ditetapkannya Bapak Ali Arifin BA sebagai kepala Sekolah sejak tanggal 1 April 1981 berdasar pada SK Menteri P dan K tanggal 30 Juni No. 48140/c/4/1982.
Adapun usaha yang ditempuh untuk memajukan sekolah tersebut ada dua macam yaitu:
1.   Jangka Panjang
Penyelesaian gedung baru di komplek Sukonandi yang akan memakan biaya tidak kurang dari 100 juta.
2.   Jangka Pendek
a.      Peningkatan dan penyempurnaan data-data sekolah.
b.      Peningkatan kedisiplinan baik siswa maupun guru dan karyawan.
c.      Peningkatan mutu / kualitas bagi guru maupun karyawan.
d.      Popularitas SLTP Muhammadiyah 2 Putri Yogyakarta baik pada warga Muhammadiyah pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Dan sejak tahun 1985 hingga 2002, SLTP Muhammadiyah 2 Putri Yogyakarta mendapatkan akreditasi status disamakan.
Dan pada tahun ajaran 2002/2003 Muhammadiyah 2 Putri Yogyakarta dirubah menjadi Muhammadiyah 2 Yogyakarta. Tidak ada masalah yang signifikan yang mempengaruhi perubahan nama tersebut. Hal ini dilakukan karena minat peserta didik baik putri maupun putra seimbang sehingga kesemuanya diterima di sekolah ini.[37]

C.  Struktur Organisasi

Untuk mewujudkan tujuan pendidikan diperlukan adanya suatu koordinasi dan kerjasama yang baik dalam suatu struktur organisasi, sehingga kegiatan pendidikan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Susunan organisasi sekolah dibentuk berdasarkan keadaan dan kebutuhan sekolah masing-masing susunan organisasi sekolah SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta dipimpin langsung oleh kepala sekolah dan dibantu oleh wakilnya. Untuk membantu kepala sekolah dan wakilnya diperlukan beberapa staf bawahan, baik tenaga edukatif maupun administratif.
 Adapun struktur organisasinya sebagai berikut:


STRUKTUR ORGANISASI SEKOLAH SLTPMUHAMMADIYAH 2 YOGYAKARTA TAHUN PELAJARAN 2004/ 2005[38]


 
IRIII















Personalia yang menangani proses pengajaran di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta adalah Kepala sekolah sebagai pimpinan tertinggi dan dibantu oleh staf-stafnya di berbagai bidang. Adapun tugas dan peranan setiap komponen itu adalah:
1.      Kepala Sekolah bertanggung jawab secara keseluruhan, baik keluar maupun ke dalam mengenai pelaksanaan pendidikan dan pengajaran.
2.      Wakasek sebagai pembantu tugas sehari-hari kepala sekolah dalam menjalankan tugasnya dan mewakili kepala sekolah apabila kepala sekolah tidak dapat menjalankan tugasnya.
3.      Staf  bendahara, yaitu:
a. Membantu kepala sekolah dalam mengelola keuangan baik yang   dari pemerintah (subsidi pemerintah) uang sekolah siswa maupun bantuan masyarakat.
b. Membuat RAPBS (Rencana Anggaran Pendapatan Belanja  Sekolah)
                                    4.      TU (Tata Usaha) membantu kepala sekolah dalam merumuskan dan melaksanakan masalah ketatausahaan guru, pegawai, maupun siswa.
                                    5.      Kesiswaan yaitu;
a. Membantu kepala sekolah dalam pembinaan siswa baik yang bersifat kurikuler maupun ko-kurikuler
b. Bertanggung jawab dan mengadakan ekstrakurikuler
                                    6.      Staf  kurikulum yaitu:
a. Membantu kepala sekolah dalam merumuskan dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar
b.         Membantu kepala sekolah dalam membuat kalender akademik
c.   Pelaksanaan langsung sumatif dan EBTA

                                    7.      Urusan sarana dan prasarana / staf administrasi yaitu:
a. Membantu kepala sekolah dalam menata administrasi sekolah sehingga mendapatkan data-data yang lengkap
b. Membantu kepala sekolah dalam kenaikan pangkat
c.   Membantu kepala sekolah mengurusi segala hal yang berhubungan dengan sarana prasarana sekolah
                                    8.      Urusan humas yaitu, membantu kepala sekolah dalam memberikan informasi kepada masyarakat, orang tua, lembaga lain dan masalah kehidupan sekolah.
                                    9.   Koordinator BP / staf BP (IKWAM) yaitu:
a.   Membantu kepala sekolah dalam pencarian data serta identitas semua siswa
b. Mencari dan menyelesaikan kasus-kasus yang timbul dari diri siswa
c.      Membantu kepala sekolah dalam memberikan dan mengarahkan siswa-siswa kelas III yang sudah lulus dan yang akan melanjutkan ke SLTA sehingga tidak salah pilih.
d.      Memberikan tes IQ kepada seluruh siswa untuk bahan pembinaan siswa demi peningkatan kualitas.
              10.           Staf guru sebagai pendidik, pengajar dan tidak sekedar mendidik dan mengajar saja, tetapi juga menanamkan kecerdasan dan tingkah laku siswa.

                             11.      OSIS yaitu merupakan perwakilan dari siswa untuk menampung segala keinginan siswa dalam mencapai cita-cita baik yang bersifat ekstra maupun yang bersifat ekstrakurikuler.
                             12.      Siswa yaitu sebagai subyek dan obyek dalam mencapai cita-cita kehidupan bangsa. 

D.  Keadaan Guru, Siswa dan karyawan
1.    Keadaan guru
Dari hasil penelitian mengenai tenaga pengajar di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2004/ 2005 ada 54 Guru, yang terdiri dari 17 guru negeri dari Dinas Pendidikan ( DPK ), 4 guru negeri dari  Departemen  Agama ( Depag ),4 guru dari yayasan (ATY ), 3 guru bantu, dan 26 guru tidak tetap ( GTT ). Untuk lebih rincinya lihat tabel I di bawah ini :

TABEL I

DAFTAR NAMA GURU SMP

MUHAMMADIYAH 2 YOGYAKARTA[39]

No

Nama
Mata Pelajaran                    
Status
1
Drs. Kusmantoro
Matematika
DPK
2
Nur Atikah Hanum
Aqidah
Depag
3
Siti Jazriyah
Ibadah
Depag
4
Dra. Hj. Anwariyah
Al-Qur’an
Depag
5
Tumiran S.Ag
Ahklak
Depag
6
Badruddin ARK, S.Ag
Bahasa Arab
GTT
7
Miftah Syaiful H,S.Ag
Tarikh
GTT
8
Sadijo B.A
Kemuhammadiyahan
GTT
9
Drs. Singgih
PPKn
DPK
10
Dra.Siswanti
PPKn
Yayasan
11
Rr. Noor Afiati, S.S
B&S Indonesia
GTT
12
Tujiono S.Pd
B&S Indonesia
GTT
13
Lilies Dwi S.
B. Indonesia
DPK
14
S. Sukabdilah, S.Pd.
B. Indonesia
DPK
15
Naning Hidayati, S. Pd.
B. Indonesia
Yayasan
16
Drs. Suharyadi
Matematika
Guru Bantu
17
Sri Utami, S.Si.
Matematika
GTT
18
Dra. Nur Eny Emt
Matematika
GTT
19
Jumingin S.Pd.
Matematika
GTT
20
H. Muh. Albani, B.A
Matematika
DPK
21
Dra. Rini Dyah H.
Matematika
GTT
22
Dra. Ayuati K.
Fisika
GTT
23
Suhodo S.Pd.
Fisika
DPK
24
Ngadiman
Fisika dan Kimia
GTT
25
H. Sukardi, S.Pd.
Fisika
DPK
26
Sumilah S.Pd
Biologi
GTT
27
Dra. Hj. Chasanah
Biologi
GTT
28
Kamim, A. Md.Pd.
Biologi
GTT
29
Dra. Eny Farhaeni
Sejarah dan Ekonomi
GTT
30
Herni Setiawati, S.Pd.
Sejarah
DPK
31
Yunu K, S.E
Ekonomi
Guru Bantu
32
Naniek Rochmi
Geografi,Sosial dan Antropolgi
DPK
33
Drs. Satimin Agus S
Geografi dan Ekonomi
Yayasan
34
Siti Chotijah
Geografi
GTT
35
Widiq Cahyono
B. Inggris
Guru Bantu
36
Dian Ratna P, S. Pd.
B. Inggris
GTT
37
Sunaryo S. Pd.
B. Inggris
DPK
38
Dwi Isnawati, S.Pd.
B. Inggris
GTT
39
Dra. Ismiyati
Penjaskes
DPK
40
Suhari Marjio, S. Pd.
Penjaskes
GTT
41
M. Irfan Hajam, S. Pd.
Penjaskes
GTT
42
Dra. Tri Maharjanti
Penjaskes
DPK
43
Bangun Catur P, S. Pd.
Seni Rupa
GTT
44
Eko Nur H, S.Sn.
Seni Musik
GTT
45
Siti Krisdiyantini, S. Pd
B. Jawa
GTT
46
Suharjono
B. Jawa
DPK
47
Dra. Hj. Sri Endarwati
Administrasi dan Kemuh.
GTT
48
Anindya Pratiwi
PKK
DPK
49
Dra. Siti Nurul Ch.
PKK dan BP/BK
DPK
50
Mustakim, S. Pd.
Elektronika dan Tek. Inf.
GTT
51
Agus Musthofa
Komputer
GTT
52
Dra. Dyah Pangestuti
BP/ BK
Yayasan
53
Drs. Djundam Suwarso
BP/ BK
DPK
54
Dra. Endang Wahyu Tj
BP/ BK
DPK

2.   Keadaan siswa
Peranan siswa dalam proses belajar mengajar tidak kalah pentingnya dengan peranan guru, karena siswa adalah obyek yang akan dididik, diarahkan dan dibawa ke arah situasi yang lebih baik. Tanpa adanya siswa dalam proses belajar mengajar, kegiatan belajar atau interaksi belajar mengajar tidak mungkin dapat berjalan.
Dari data yang terkumpul pada penelitian tentang jumlah siswa SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta adalah sebagai berikut; jumlah siswa seluruhnya 869 anak yang terdiri dari kelas 1 sebanyak 246 siswa, kelas 2 sebanyak 344 dan kelas 3 sebanyak 279 anak. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat  tabel II di bawah ini :

TABEL II

JUMLAH SISWA SMP MUHAMMADIYAH 2 YOGYAKARTA
TAHUN PELAJARAN 2004/ 2005[40]

NO
KELAS
JUMLAH
KETERANGAN
1
VII A. Dahlan
19

2
VII A
41

3
VII B
40

4
VII C
36

5
VII D
36

6
VII E
36

7
VII F
38


Jumlah
246

8
2 A. Dahlan
24

9
2 A
45

10
2 B
46

11
2 C
46

12
2 D
48

13
2 E
46

14
2 F
44

15
2 G
45


Jumlah
344

16
3 A
40

17
3 B
40

18
3 C
40

19
3 D
40

20
3 E
39

21
3 F
40

22
3 G
40


Jumlah
279


Jumlah Total Siswa

869


3.   Keadaan karyawan
Karyawan-karyawan yang ada saat ini jumlah keseluruhan ada 20 orang yang terdiri dari 3 orang pegawai tetap persyarikatan dan 17 orang pegawai tidak tetap. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat daftar tabel III di bawah ini:
TABEL III
DAFTAR NAMA KARYAWAN SMP MUHAMMADIYAH 2 YOGYAKARTA TAHUN PELAJARAN 2004/2005[41]
No
NAMA/NIP/NBM
PENANGGUNG JAWAB
TUGAS LAIN
1
Achmad Najib
NBM. 625.440
Kepala Tata Usaha
1.   Administrasi Kepegawaian
2.   Legalisir
3.   Mutasi Siswa Masuk/ Keluar
4.   Uang sekolah kelas III
5.   Bayar Listrik/ Telephon
6.   Pembantu Umum
2
Sarjiyanta
NBM. 649. 811
Pembagian Gaji Guru/ Karyawan
1.   Wk. Ka. Tata Usaha
2.   Pemotongan gaji bagi yang punya pinjaman di koperasi
3.   Uang sekolah kelas I dan II
4.   Koordinator Her Kelas II dan III
5.   Membayar infak Guru/ Karyawan
6.   Pembantu Umum



No
NAMA/NIP/NBM
PENANGGUNG JAWAB
TUGAS LAIN
3
Ita Rekhana
NBM. 645.649
Perpustakaan
1.   Bendahara 2
2.   Keluar masuk buku bantuan
3.   Buku-buku siswa dan guru
4.   Herregistasi kelas III
5.   Kebersihan ruang perpus
6.   Pembuatan RABS dan pengaturan pengeluaran uang sesuai RAPBS
7.   Pembantu Umum
4
Iswahyuni Barokhah
NBM. 858.279
Buku Induk Siswa
1.   Induk siswa/ Klaper
2.   Pengadaan peralatan siswa
3.   Herregistasi kelas II
4.   Konsumsi urusan rapat
5.   Pencucian
6.   Pembantu Umum
5
Sri Wahyuni, S. Sos
NBM. 521. 554
Bendahara
1.   Pembuatan RAPBS
2.   Pengaturan pengeluaran uang sesuai dengan RAPBS
3.   Pengetikan/ Komputer
4.   Surat menyurat
5.   Konsumsi urusan rapat
6.   Pembantu Umum
6
Setyo Budi Sanyoto
NBM. 843.293
Surat Menyurat
1.   Agenda surat masuk/ keluar
2.   Pengetikan
3.   Kartu buku kelas III
4.   Penggandaan dan perakitan
5.   Data-data dinding
6.   Pembantu umum
7
Samidi
NBM. 858.278
Bel Pelajaran
1.   Absensi siswa, guru, dan karyawan
2.   Pembersih ruang Tata Usaha
3.   Penyampaian Majalah
4.   Perakitan dan penggandaan
5.   Peralatan siswa/ guru
6.   Pembantu umum
8
M. Syarifuddin

Driver
1.   Antar jemput Kepsek
2.   Antar jemput guru, karya-wan dan siswa urusan dinas
3.   Parkir Kendaraan
4.   Antar surat
5.   Pembantu Umum



No
NAMA/NIP/NBM
PENANGGUNG JAWAB
TUGAS LAIN
9
Kasno
NBM. 843. 294
Laboratorium
1.   Kebersihan ruang guru/ Kepsek dan kamar mandinya
2.   Kebersihan ruang Lab. dan sekitarnya
3.   Rapat-rapat di aula
4.   Perakitan dan penggandaan
5.   Antar surat
6.   Pembantu umum
10
Tugiman
NBM. 843. 291
Kebersihan
1.   Kebersihan aula
2.   Persiapan sholat
3.   Kamar mandi/ WC lantai III
4.   Rapat-rapat di aula
5.   Sound system upacara
6.   Antar surat/ foto copy
7.   Kaca jendela, pintu ruang guru
8.   Penggandaan dan perakitan
9.   Pembantu Umum
11
Hani

Kebersihan Halaman dan Lingkungan
1.   halaman kebun dan tanaman
2.   Kebersihan umum dan tempat sampah
3.   Kamar mandi WC belakang kantin
4.   Kaca, jendela dan pintu ruang guru
5.   Foto copy
6.   Pembantu Umum
12

Endro Yunanto
NBM. 858. 276
Kebersihan
1.   Lantai I (bawah)
2.   Tangga barat dan utara
3.   Kamar mandi WC lantai I
4.   Mushola dan sekitarnya
5.   Inventaris Drum Band
6.   Rapat-rapat di aula
7.   Sound system upacara
8.   Penggandaan dan perakitan
9.   Antar surat/ foto copy
10.   Pembantu Umum



No
NAMA/NIP/NBM
PENANGGUNG JAWAB
TUGAS LAIN
13
Agus Musthofa
NBM. 905. 565
Komputer
1.   Data siswa, guru, dan karyawan
2.   Pengetikan
3.   Data kelas Akselerasi
4.   Pembantu umum
14
Muh. Wahyudin

Kebersihan
1.   Depan belakang kelas lantai 2
2.   Kaca, jendela, pintu ruang guru
3.   Perakitan dan penggandaan
4.   Antar surat/foto copy
5.   Rapat-rapat di aula
6.   Pembantu Umum
15
Agus Subagyo
NBM. 761 871
Perpustakaan
1.   Kebersihan utara selatan Perpus
2.   Perakitan dan penggandaan
3.   Antar surat/ foto copy
4.   Rapat-rapat di aula
5.   Pembantu umum
16
Sarwono
NBM. 843. 292
Satpam ( Kood. )
1.   Mengatur lalu lintas dan keamanan
2.   Kebersihan pintu gerbang
3.   Kebersihan depan/ belakang kelas II A dan II B
4.   Kebersihan tangga Kepsek
5.   Pembantu Umum
17
Sumardiayana
NBM. 822.292
Satpam
1.   Mengatur lalu lintas dan keamanan
2.   Kebersihan pintu gerbang
3.   Kebersihan depan/ belakang kelas II A dan II B
4.   Kebersihan tangga Kepsek
5.   Pembantu Umum
18
Eko Sulistiawan

Satpam
1.   Mengatur lalu lintas dan keamanan
2.   Kebersihan pintu gerbang
3.   Kebersihan depan/ belakang kelas II A dan II B
4.   Kebersihan tangga Kepsek
5.   Pembantu Umum



No
NAMA/NIP/NBM
PENANGGUNG JAWAB
TUGAS LAIN
19
Benyamin

Satpam
1.   Mengatur lalu lintas dan keamanan
2.   Kebersihan pintu gerbang
3.   Kebersihan depan/ belakang kelas II A dan II B
4.   Kebersihan tangga Kepsek
5.   Pembantu Umum
20
Yanu Riyanto

Kebersihan
1.   Membuat minuman guru, karyawan dan tamu
2.   Kebersihan gedung baru
3.   Rapat-rapat di aula
4.   Antar surat/ foto copy
5.    Pembantu Umum

Demikianlah tentang keadaan guru, siswa, karyawan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta.

E.  Sarana dan Fasilitas Sekolah
Dalam kegiatan proses belajar mengajar, sarana dan fasilitas tidak boleh diabaikan, sebab sarana dan fasilitas merupakan faktor yang tidak kalah pentingnya. Dan bagaimanapun juga sarana dan fasilitas itu ikut dalam menunjang keberhasilan proses belajar mengajar.
Dari data yang terkumpul pada penelitian ini terutama mengenai sarana dan fasilitas pendidikan dapat penulis laporkan sebagai berikut:
Sarana dan fasilitas yang dimiliki SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta adalah:
1.   Lokal yang meliputi:
Ruang kepala sekolah ada satu lokal
Ruang guru ada satu lokal
Ruang kelas ada 22 kelas lokal
Ruang kantor / tata usaha ada satu lokal
Ruang BP ada satu lokal
Ruang perpustakaan ada satu lokal
Ruang UKS ada satu lokal
Ruang laboratorium ada dua lokal
Ruang PKK ada satu lokal
Ruang koperasi dan penggandaan surat menjadi satu lokal
Ruang OSIS ada satu lokal
Ruang alat-alat drum band ada satu lokal
Ruang penjagaan ada satu lokal
Ruang piket ada satu lokal
Ruang aula ada satu lokal yang sangat luas
Musholla satu lokal
Kamar mandi ada 12 lokal
2.   Alat-alat perlengkapan belajar meliputi;
a.       Kursi dan meja guru
b.      Kursi dan meja tulis siswa
c.       Papan tulis, kapur tulis dan penghapus
d.      Papan data
e.       Papan absen siswa
f.        Papan pengumuman
g.      Papan majalah dinding
h.      Alat peraga yang terdiri dari gambar-gambar, peta dunia, peta indonesia, globe dan mistar kayu
i.        OHP
3.   Perlengkapan kantor yang meliputi;
a.       Kursi tamu
b.       Kursi dan meja kantor
c.       Almari kantor untuk tempat beberapa surat-surat penting dan arsip-arsip
d.       Mesin tik
e.       Komputer
f.        Papan beraneka macam data
g.       Papan grafik
h.       Musik tanda bunyi bel
i.         Lain-lain
4.   Alat-alat
a.    Lapangan volly, bulu tangkis, kasti dan lain-lain.
b.    Tenis meja
c.    Bola (Volly, tenis meja, kasti), net dan raketnya.
d.    Lembing, cakram dan peluru
e.    Musik untuk senam
f.     Lain-lain

5.   Peralatan Kepramukaan
a.   Tenda dan bendera
b.      Tongkat dan tali
c.       PPPK
d.      Lain-lain
6.   Peralatan kesenian yaitu angklung dan alat untuk tari-tarian dan lain-lain.
7.   Perlengkapan perpustakaan yang meliputi;
a.       Buku-buku, baik buku paket , buku bidang studi umum dan buku bidang agama serta bacaan-bacaan lain yang menyangkut soal pendidikan dapat menaikkan prestasi belajar siswa-siswi)
b.      Rak buku perpustakaan dan almari
c.       Komputer
d.      Meja dan kursi yang gunanya untuk membaca didalam perpustakaan
e.       Lain-lain
8.   Sarana mushola / ibadah yang meliputi;
a.  Tikar / karpet
b.   Seperangkat alat sholat
c.       Beberapa kitab suci Al-qur’an
d.      Lain-lain
9.   Alat-alat yang menyangkut masalah ketrampilan sudah cukup, terutama dalam bidang UKS
Secara umum pihak sekolah menyediakan semua kebutuhan siswa dalam hal buku-buku paket, yang mana sifatnya meninjau dengan menyewa ala kadarnya tiap tahunnya. Sedangkan untuk keperluan lain seperti olah raga, laboratorium, P3K, Kesehatan, Ibadah dan kesehatan sekolah itu semua dicukupi oleh sekolah dan demikian juga alat-alat pramuka dan PMR-nya.
Adapun prosedur penggunaan serta pemeliharaan gedung dan fasilitas sekolah adalah;
  1. Penggunaan gedung ditentukan oleh persyarikatan
  2. Pemeliharaan gedung diserahkan oleh sekolah
Dengan melihat keterangan-keterangan diatas, maka keadaan fasilitas pendidikan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta adalah sangat memadai.


BAB III
PELAKSANAAN METODE PEMBIASAAN SEBAGAI UPAYA INTERNALISASI NILAI AJARAN ISLAM

A. Metode Pembiasaan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta

1.      Bentuk-bentuk Metode Pembiasaan yang Diterapkan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta
Ada beberapa bentuk pembiasaan yang diterapkan oleh pihak sekolah sebagai usaha untuk menumbuh-kembangkan kultur sekolah yang kondusif dengan memberikan spirit nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT, di antara bentuk kegiatan tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Berjabat tangan dan mengucapkan salam sewaktu bertemu teman, guru, maupun karyawan.
b.      Melakukan tadarus sebelum pelajaran dimulai
c.       Melaksanakan sholat dzuhur berjamaah di musholla maupun di aula sekolah
d.      Melaksanakan pengajian kelas di rumah siswa secara bergiliran sebulan sekali
e.       Melaksanakan sholat Jum’at berjamaah di aula sekolah
f.        Melaksanakan pesantren kilat bagi siswa di bulan Ramadan
g.      Mewajibkan semua warga sekolah putera-puteri berpakaian muslim/ muslimah setiap hari
h.      Melaksanakan peringatan-peringatan hari besar agama Islam dengan melibatkan semua warga sekolah
i.        Mewajibkan membaca doa saat mulai pelajaran dan akhir pelajaran[42]
Dari beberapa jenis kegiatan di atas yang difokuskan dalam penelitian ini adalah program sholat dzuhur berjamaah, sholat dhuha, tadarus Al-Qur’an sebelum pelajaran dimulai, membaca do’a sebelum dan sesudah pelajaran, berjabat tangan dan mengucapkan salam, serta pengumpulan dana sosial. Metode pembiasaan tersebut dilaksanakan di luar kegiatan belajar mengajar.
Berikut ini hasil wawancara dengan Bapak kepala Sekolah tentang dilaksanakannya pembiasaan kegiatan keagamaan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta :
 “Tujuan secara umum dari pembiasaan di sini adalah untuk menjadikan siswa yang intelek dan religius sehingga mempunyai ciri khusus sekolah yang Islami “[43]

Menjadikan siswa yang intelek berarti suatu usaha agar siswa-siswi di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta secara akademis dapat menguasai ilmu pengetahuan, tetapi tetap religius yaitu dapat menjalankan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana diketahui bahwa dalam Islam menuntut ilmu itu wajib hukumnya bagi setiap muslim.
Sedangkan tujuan yang lebih rinci tentang pembiasaan tersebut dijelaskan oleh guru agama sebagai berikut :
“ Pembiasaan ini bertujuan agar anak merasa butuh dengan Allah sehingga lama-lama mereka merindukannya sehingga akan tumbuh kesadaran dalam menjalankan ajaran agama”[44]

Dari beberapa pandangan tentang tujuan pembiasaan yang diterapkan seperti di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa tujuan diterapkan pembiasaan menjalankan ajaran Islam adalah agar peserta didik di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta mempunyai tingkat religiusitas yang tinggi dengan menjalankan ajaran agama Islam dengan penuh kesadaran, sehingga nilai-nilai ajaran Islam dapat terinternalisasi dalam diri peserta didik dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

2.      Pelaksanaan Metode Pembiasaan yang Diterapkan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta
Dari beberapa pembiasaan yang diterapkan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta, sebagaimana yang telah diungkapkan sebelumnya hampir semuanya dilaksanakan di luar kegiatan belajar mengajar di kelas. Jadi pembiasaan yang diterapkan merupakan tempat atau wahana bagi peserta didik untuk melaksanakan atau mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam, sehingga nilai-nilai yang terkandung pada pembiasaan yang diterapkan dapat terinternalisasi dalam diri mereka.
Pada penelitian ini, dari beberapa pembiasaan yang diterapkan yang akan dipaparkan adalah kegiatan : jama’ah sholat dzuhur, sholat dhuha, tadarus sebelum pelajaran dimulai, membaca do’a sebelum dan sesudah pelajaran, berjabat tangan dan mengucapkan salam sewaktu bertemu dengan guru, karyawan, siswa, serta pengumpulan dana sosial. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada pemaparan pembiasaan yang diterapkan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta sebagai upaya internalisasi nilai ajaran Islam, sebagai berikut:
1.      Sholat Dzuhur Berjamaah
Sholat dhuhur berjamaah wajib dilakukan oleh seluruh siswa di  SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta. Karena jumlah siswa dan siswinya banyak dan terbatasnya ruangan untuk jamaah, maka pelaksanaan jamaah sholat dzuhur dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama diberlakukan bagi siswa-siswi kelas 1 dan 2 sesudah jam ke-6 atau pada jam istirahat kedua, yaitu pukul 11-45, sedangkan tahap kedua diberlakukan bagi siswa-siswi kelas 3 sesudah jam ke-7, yaitu pada pukul 12-15. Kegiatan tersebut dilakukan di musholla dan di aula sekolah, dan sudah dibentuk jadwal untuk imam dan pengawas sholat. Untuk lebih jelasnya, jadwal iman dan pengawas sholat dapat dilihat pada lampiran.
Imam bertugas sebagai imam dalam sholat sekaligus memimpin berdzikir dan berdo’a bersama sesudah sholat. Berdzikir bersama biasanya membaca istighfar, tasbih 33 kali, tahmid 33 kali, dan takbir 33 kali. Berdo’a bersama biasanya berdo’a untuk kedua orang-tua dan untuk keselamatan hidup di dunia dan di akhirat. Sedangkan pengawas sholat bertugas untuk mengawasi jalannya sholat dan menertibkan para siswa sebelum dan sesudah jama’ah berlangsung. Adanya pengawas sholat itu perlu, karena untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terjadi, misalnya anak-anak ramai sendiri atau ada jumlah rekaat yang kurang bagi ma’mum yang masbuk. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Atikah Hanum sebagai berikut :
“Pengawas dalam sholat itu perlu sekali karena anak-anak biasanya ramai sendiri sebelum sholat dimulai. Dan pernah ada kejadian bahwa ada seorang siswa yang menjadi ma’mum masbuk kurang rekaatnya, sehingga perlu diingatkan dan disuruh mengulang lagi shalatnya. Dari kejadian ini maka pengawas sholat sangat diperlukan”[45]

Dari keterangan di atas dapat diketahui bahwa fungsi imam dan pengawas sholat sangat membantu jalannya kegiatan sholat berjama’ah. Apalagi sudah ada jadwalnya sendiri sehingga kegiatan tersebut dapat berlangsung dengan tertib dan teratur.
Sebelum sholat dimulai, sambil menunggu siswa-siswi yang lain, yang sedang antri berwudlu maka salah satu guru (Baik sebagai imam atau pengawas sholat) memberikan nasehat sekaligus memberikan contoh agar mereka melaksanakan sholat sunat rowatib sebelum dzuhur atau berdzikir dengan menyebut asma Allah, dengan tujuan agar mereka lebih siap untuk sholat dengan khusyu’ dan agar mereka lebih dekat dengan sang pencipta. Hal ini seperti diungkapkan oleh seorang guru sebagai berikut :
“ Biasanya anak-anak saya anjurkan untuk melaksanakan sholat sunat sebelum dzuhur dan saya menasehati agar mereka tidak ramai sendiri tetapi lebih baik diisi dengan memperbanyak menyebut asma Allah, agar mereka lebih siap untuk sholat dan menjadikan hati lebih tenang”[46]

Kadang-kadang ada siswa yang enggan melaksanakan sholat dzuhur berjamaah, tetapi mereka selalu dikontrol agar semua siswanya melaksanakan sholat dzuhur berjamaah. Pengontrolan ini dilakukan agar mereka terbiasa melaksanakan sholat lima waktu dan sebisa mungkin dilaksanakan secara berjamaah. Adanya pengontrolan ini seperti diungkapkan oleh Ibu Atikah Hanum :
“Untuk mengetahui siswa yang tidak melaksanakan jamaah sholat dzuhur maka selalu kami kontrol, siapa-siapa yang tidak melaksanakannya dan hal ini dapat diketahui dari laporan guru atau karyawan yang melihat siswa pada jam sholat berada di kantin atau di tempat lain, dan dari imam dan pengawas sholat”[47]

Dari keterangan-keterangan di atas dapat diketahui bahwa pelaksanaan jamaah sholat dzuhur di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta dapat berjalan dengan tertib dan teratur. Dan dari ini, diharapkan agar peserta didik terbiasa melaksanakan sholat lima kali dan kalau biasa dilaksanakan secara berjamaah. Sebagaimana diketahui bersama bahwa sholat merupakan tiang agama dan dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, sedangkan sholat berjamaah itu lebih utama karena pahalanya akan dilipatkan sebanyak 27 derajat. Hal tersebut berdasarkan firman Allah dan hadits Nabi berikut ini :
إِنَّ الصَّلوةَ تَنْهى عَنِ الفَحْشَآءِ وَالْمُنْكَرِ (العنكبوت :45)
Artinya: Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. (al-‘Ankabut : 45)[48]

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا اَنَّ رَسَوْلَ اللهِ ص.م قَالَ: صَلاَةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ الْفَذِّ بِسَبْعِ وَعِشْرِ يْنَ دَرَجَةً (متفق عليه) 
Artinya : Dari Umar r.a. bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Sholat jamaah itu lebih utama dari pada sholat sendirian, dengan dua puluh tujuh derajat” (HR. Bukhori dan Muslim)[49]

2.      Sholat Dhuha
Kegiatan sholat dhuha juga menjadi pembiasaan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta walaupun tidak diwajibkan seperti sholat dzuhur berjamaah. Walaupun tidak diwajibkan para siswa cukup antusias dan banyak yang melaksanakannya, hal ini tentunya tidak lepas dari dorongan dan keteladanan dari beberapa guru, khususnya guru agama. Berikut ini hasil wawancara dengan ibu Siti Jazriyah :
“Saya selalu memberikan dorongan dan nasehat agar para siswa melaksanakan sholat dhuha agar mereka diberi kemudahan dalam menempuh study dan kemudahan rizki untuk orang-tuanya. Dan saya pun selalu memberikan contoh dengan melaksanakannya, dan alhamdulillah siswa yang mengerjakannya semakin bertambah”[50]

Berdasarkan ungkapan di atas dan observasi yang dilakukan maka kegiatan melaksanakan sholat dhuha di kalangan siswa-siswi SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta cukup tinggi. Ada sebagian siswa yang melaksanakannya karena adanya dorongan dan nasehat dari guru agama, tetapi ada juga yang melaksanakannya karena sudah terbiasa di rumah, sehingga tumbuh kesadaran, seperti yang dikatakan oleh salah seorang siswa sebagai berikut :
“Saya melaksanakan sholat dhuha karena dianjurkan oleh guru dan di rumah pun saya dibiasakan oleh orang-tua, sehingga saya jadi terbiasa untuk melaksanakannya”[51]

Kegiatan sholat dhuha ini biasanya dilaksanakan pada jam istirahat pertama, yaitu pukul 09.15. Mereka melaksanakannya di mushola atau aula secara sendiri-sendiri dan rata-rata melaksanakannya sebanyak dua rekaat.

3.      Tadarus Sebelum Pelajaran Dimulai
Kegiatan tadarus sebelum pelajaran dimulai merupakan pembiasaan yang wajib dilakukan oleh semua siswa dan siswi di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta agar para siswa lancar membaca Al-qur’an dan menjadi kebiasaan yang baik. Tadarus Al-qur’an biasanya dilakukan kurang lebih 10 menit, yang dipandu oleh guru  yang mengajar pada jam pertama, tetapi apabila gurunya belum hadir maka kegiatan tadarus tersebut berjalan sendiri dengan dipimpin oleh ketua kelas. Cara membacanya dilakukan secara bersama-sama dan melanjutkan ayat atau surat sebelumnya.
Menurut Ibu Anwariyah bahwa ada sebagian siswa yang belum lancar bahkan belum bisa membaca AL-Qur’an, Berikut petikan wawancaranya :
“Tidak semua anak-anak di sini bisa membaca Al-Qur’an dengan baik, apalagi kalau mereka disuruh membaca sendiri-sendiri. Makanya anak-anak yang belum lancar membaca saya suruh untuk ikut TPA di rumah, saya tekankan bahwa orang Islam wajib bisa membaca Al-Qur’an agar bisa memahami kitab sucinya sendiri dengan baik”[52]

Hal senada juga diungkapkan Ibu Siti Jazriyah sebagai berikut ini
 “Kegiatan tersebut merupakan sarana bagi siswa untuk gemar membaca kitab sucinya dan agar bagi siswa yang belum lancar dalam membaca Al-qur’an menjadi lebih lancar sesuai dengan hukum tajwidnya, apalagi sebagian besar para siswa SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta berasal dari  Sekolah Dasar (SD) yang masih banyak yang belum lancar dalam membaca  Al-qur’an” [53]

Berdasarkan pernyataan Ibu Anwariyah dan Ibu Siti Jazriyah maka kegiatan tadarus bertujuan agar para siswa-siswi di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta dapat membaca Al-Qur’an dengan lancar sehingga mereka gemar membacanya dan dapat mengambil pelajaran darinya, karena di dalam Al-Qur’an mengandung pelajaran dan beberapa nilai, baik nilai illahiyah maupun nilai ibadah. Pelajaran dan nilai-nilai tersebut diharapkan dapat dihayati dan dimiliki oleh peserta didik.


4.      Membaca Doa Sebelum dan Sesudah Pelajaran
Kegiatan membaca doa sebelum dan sesudah pelajaran merupakan pembiasaan yang diwajibkan bagi semua siswa-siswi di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta. Kegiatan tersebut dipimpin oleh ketua kelas  setelah guru yang akan mengajar masuk kelas. Sebelumnya mereka memberi salam, baru setelah itu mulai berdo'a. Do'a yang dibaca adalah sebagai berikut : 
رَضِيْتُ بِااللهِ رَبًّا وَبِاْلاِسْلاَمِ دِيْنَا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيَّاوَرَسُوْلاَ رَبِّ زِدْنِىعِلْمَا وَارْزُقْنِى فََهْمًا

Doa tersebut dibaca ketika jam pertama, sedangkan bacaan do’a pada jam terakhir atau ketika mau pulang adalah sebagai berikut:
اَللّهُمَّ اَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَااتِّبَاعَهُ وَاَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلاً، وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّاَنْتَ اَسْتَغْفِرُكَ وَاَتُوْبُ اِلَيْكَ
Ada salah satu guru yang memberikan metode dzikir bersama setiap beliau akan mengajar. Hal itu beliau lakukan setiap seminggu sekali bagi kelas yang diwalininya dan sebulan sekali bagi untuk semua kelas di mana beliau mengajar di kelas tersebut. Tujuan beliau adalah agar para siswa mau diajak untuk merenungkan segala sesuatu yang sudah mereka lakukan, apakah sudah sesuai dengan ajaran Islam atau sebaliknya,  sehingga para siswa menghayati benar ajaran agamanya, dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Berikut hasil wawancaranya :
"Khusus saya, saya mengadakan dzikir bersama setiap seminggu sekali di kelas yang saya walini dan sebulan sekali pada kelas yang lain. Saya mencoba menggambarkan kepada mereka bahwa kita itu tidak ada apa-apanya di hadapan Allah, sehingga kita perlu untuk dekat dengan-Nya. Hal ini berguna bagi mereka untuk mengingatkan kepada mereka terhadap apa yang sudah mereka lakukan, agar mereka selalu ingat kepada Allah. Dan merekapun cukup antusias bahkan ada yang mengingatkan saya, kalau saya lupa. Hal tersebut bisa membuat mereka sampai menangis.[54]

Setiap manusia wajib berdo'a dan berusaha, tetapi semuanya diserahkan kepada Allah SWT karena Maha Kuasa atas segala sesuatu. Salah satu cara agar kita selalu dekat dengan-Nya adalah  dengan selalu ingat kepada-Nya, dengan berdzikir atau menjalankan ajaran yang telah disyari'atkan. Berikut ini pemaparan hasil observasi pada tanggal 11 Agustus 2004 tentang pelaksanaan metode pembiasaan dzikir bersama yang dipandu oleh ibu Atikah Hanum di kelas 1 Akselerasi ( VII Ahmad Dahlan ) :
-       Semua pintu dan jendela ditutup begitu pula kordennya, sehingga  tercipta suasana yang tenang dan tentunya lebih mudah untuk fokus dan konsentrasi.
-       Semua kepala siswa menunduk sambil mendengarkan kalimat istighfar, tasbih dan tahmid, serta ibu guru meminta agar anak-anak meresapinya ke dalam hati mereka sehingga merasakan kedekatan dengan Allah SWT.
-       Sambil berdoa, Ibu guru mencoba menggugah emosi para siswa dengan kata-kata yang haru dan menyentuh perasaan mereka, agar mereka merenungkan kembali dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan yang sudah mereka perbuat. Membayangkan seandainya mereka tidak bisa sekolah, ditinggalkan oleh orang-tuanya, sehingga mereka bersyukur atas nikmat Allah yang mereka terima dan sedikit dari mereka yang sampai meneteskan air-mata.
-       Sebagai penutup Ibu guru tidak lupa memberikan nasehat agar anak didiknya selalu menjalankan perintah Allah SWT dan belajar yang rajin dan bersungguh-sungguh agar tercapai cita-citanya dan mudah-mudahan menjadi anak yang berguna bagi agama, nusa, dan bangsa.
Pembiasaan dzikir bersama biasanya dilakukan kurang lebih selama 15 menit dan setelah itu melanjutkan materi pelajaran seperti biasanya. Dengan kegiatan di atas diharapkan agar anak didik mempunyai rasa syukur kepada Allah terhadap segala nikmat yang telah diberikan-Nya dengan mengingat Allah di manapun berada dan menjalankan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya.

5.      Berjabat Tangan dan Mengucapkan Salam
Di lingkungan SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta di antara sesama warga sekolah (guru, karyawan, dan para siswa) dibiasakan “3 S” yaitu dibiasakan salam, senyum, dan sapa apabila bertemu. Kegiatan tersebut bertujuan agar di antara sesama warga sekolah terjalin hubungan yang harmonis dan dinamis. Semua warga sekolah dibiasakan untuk mengucapkan salam dan berjabat tangan pada setiap bertemu dengan para guru, karyawan dan siswa. Berjabat tangan dilakukan antara perempuan dengan perempuan, dan laki-laki dengan laki-laki, walaupun masih ada sebagian siswa atau siswi yang berjabat tangan dengan guru perempuan atau guru laki-laki.  Hal ini biasanya dilakukan pada setiap pagi, awal memasuki lingkungan sekolah.
Setiap guru dan karyawan yang bertugas piket harian diwajibkan untuk datang lebih awal, biasanya mereka sudah siap di depan pintu gerbang untuk mengawasi dan mengamati tingkah laku anak didik sambil berjabat tangan dengan para siswa yang baru memasuki pintu gerbang sekolah. Kegiatan ini biasanya juga diikuti oleh kepala sekolah dan para guru yang mengajar pada jam pertama.
Kegiatan tersebut merupakan program pembiasaan yang diterapkan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta untuk membentuk lingkungan sekolah yang kondusif dengan semangat kekeluargaan, keakraban, dan kehangatan dengan menghargai orang lain, disiplin, dan bertanggung-jawab.[55] Dari kegiatan tersebut para siswa menjadi terbiasa menyapa dan berjabat tangan serta mengucapkan salam dengan teman-temannya, sehingga ada ikatan emosional yang cukup tinggi di antara sesama siswa, guru, dan karyawan serta tidak ada gap/ jarak yang memisahkan  di antara warga sekolah.
Saling senyum, salam, dan sapa merupakan ajaran Islam tentang ukhuwah Islamiyah, termasuk ajaran yang penting dalam Islam dan sangat ditekankan untuk diamalkan. Hal tersebut perlu dilaksanakan karena besar sekali manfaatnya, tetapi besar pula bahayanya jika tidak diindahkan. Jadi sesama orang Islam atau orang beriman adalah bersaudara, untuk dapat saling mengasihi. Hal ini sesuai dengan bunyi hadits di bawah ini :
عَنْ النُّعْمَا نِ بْنِ بَشِيْرٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ يَقُوْلُ: قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمْ تَرَى الْمُؤْ مِنِيْنَ فِى تَرَا حُمِهِمْ وَتَوَادِّهِمْ وَتَعَا طُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ اِذَا اشْتَكَي عُضْوًا تَدَا عَى لَهُ سَا ئِرُجَسَدِهِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى

Artinya : Dari Nukman bin Bsyir ra. Berkata : Rasulullah SAW bersabda: "Kamu perhatikan orang-orang mukmin dalam keadaan saling mengasihi, saling mencintai, dan saling membantu, mereka itu bagaikan satu badan, apabila salah satu anggota badan terkena suatu penyakit, maka seluruh badannya sakit dengan tidak bisa tidur dan terasa panas"[56]


6.      Pengumpulan Dana Sosial
Selain uang kas pada masing-masing kelas, setiap seminggu sekali yaitu setiap hari senin, peserta didik diwajibkan mengumpulkan dana sosial. Jumlah besar kecilnya tidak ditentukan, tetapi menurut kadar kemampuan dan keikhlasan masing-masing siswa.
Untuk melaksanakannya diserahkan kepada masing-masing kelas, biasanya dikoordinir oleh ketua kelas. Setelah dana terkumpul maka salah satu perwakilan kelas menyerahkannya kepada petugas piket, dan dari petugas piket diserahkan kepada pemegang dana sosial. Pada tahun ajaran ini pemegang dana sosial oleh Ibu Siswanti P.
Tujuan pengumpulan dana sosial ini seperti yang diungkapkan oleh Ibu Atikah Hanum, berikut ini:
"Setiap hari Senin anak-anak diwajibkan mengumpulkan dana sosial. Dana ini digunakan untuk kegiatan-kegiatan sosial, seperti untuk menjenguk warga sekolah yang sakit. Kegiatan ini bertujuan agar mempunyai jiwa sosial dan dapat memberikan sesuatu dengan ikhlas, sebagai rasa syukur terhadap nikmat Allah. Dan anak-anak di sini cukup tinggi dalam beramal karena mungkin mereka kebanyakan anak-anak orang kaya, jadi tidak eman-eman dalam memberikan sesuatu"[57]

Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa siswa-siswi di SMP Muhammaiyah 2 Yogyakarta dibiasakan untuk beramal dengan menyisihkan sedikit uang jajan mereka. Dengan kegiatan ini, diharapkan agar para siswa mempunyai rasa kepedulian sosial yang tinggi terhadap nasib saudara –saudara atau teman mereka. Kegiatan ini tentunya sangat bermanfaat untuk melatih mereka berbuat baik terhadap sesama, selain tolong menolong sesama muslim, untuk dapat memberikan sesuatu dengan ikhlas, dan sebagai rasa syukur kepada Allah SWT.
Hal tersebut sesuai dengan hadits Nabi yang memerintahkan umatnya agar bersedia memberikan sesuatu  atau infak kepada yang membutuhkan. Hadits tersebut adalah sebagai berikut:
حَدِيْثُ اَبِى هُرَيْرَةَرَضِيَ اللهُ عَنْهُ، اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَاَلَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ اَنْفِقْ اَنْفِقُ عَلَيْكَ وَقَالَ يَدُ اللهِ مَلأي. لاَتَغِيْضُهَا نَفَقَةٌ سَحَّاءُاللَّيْلَ وَالنَّهَارَ وَقَالَ: اَرَئَيْتُمْ مَا اَنْفَقَ مُنْذُ خَلَقَ السَّموَاتِ وَلاَرْضَ فاََِنَهُ لَمْ يَغِضْ مَافِى يَدِهِ وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ وَيَدِهِ الْمِيْزَا نُ يَحْفِضُ وَيَرْفَعُ

Artinya:   Hadits Abu Hurairoh ra. Bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: Allah Azza Wajalla berfirman: Berinfaklah, niscaya Aku tetap penuh, tidak akan berkurang karena nafkah yang dikeluarkan siang dan malam. Dan beliau bersabda: Bukankah kamu mengetahui bahwa apa yang telah Allah infakkan sejak penciptaan langit dan bumi itu tidak mengurangi apa yang ada di tangan-Nya, sedang Arasy-Nya berada di atas air dan di tangan-Nya ada neraca yang naik turun.[58]


B. Nilai-Nilai yang Muncul dan Dirasakan oleh Siswa

Beberapa pembiasaan yang diterapkan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya. Kegiatan tersebut dilaksanakan di luar kegiatan belajar mengajar di kelas. Dan untuk memotivasi para siswa agar mereka bersedia melaksanakan pembiasaan keagamaan yang diterapkan  di sekolah, maka guru agama selalu memberikan nasehat-nasehat dan dorongan-dorongan agar mereka senantiasa mengamalkan ajaran agamanya. Sehingga para siswa merasa dekat dengan Allah SWT dengan menjalankan ajaran agama dengan penuh kesadaran. Selain itu guru agama menjelaskan hikmah-hikmah atau manfaat dari apa yang mereka kerjakan itu kebiasaan-kebiasaan yang diterapkan di sekolah.
Menciptakan suasana atau lingkungan sekolah yang religius, dengan memberlakukan kebiasaan-kebiasaan untuk melaksanakan ajaran Islam, bertujuan agar para siswa terbiasa melaksanakannya dengan penuh kesadaran sehingga nilai-nilai yang terkandung di dalam pembiasaan yang diterapkan dapat terinternalisasi ke dalam diri peserta didik. Apabila nilai-nilai tersebut dapat terinternalisasi ke dalam diri peserta didik maka dapat membentuk karakter atau kepribadian peserta didik yang Islami. Memiliki karakter yang Islami sangatlah penting, terutama untuk menghadapi zaman modern dan arus globalisasi, di mana nilai-nilai ajaran Islam dapat dijadikan kontrol dan filter dari nilai-nilai yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, sehingga tidak akan terjadi krisis moral dan tindakan-tindakan yang dapat merusak iman.
Metode pembiasaan merupakan salah satu upaya untuk dapat menginternalisasi nilai-nilai ajaran Islam, karena dari kebiasaan yang secara kontinyu dilaksanakan akan dapat membentuk suatu karakter. Pembiasaan yang diterapkan di  SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta merupakan sarana bagi para siswa untuk melatih diri mengamalkan ajaran agamanya. Hal ini seperti diungkapkan oleh Ibu Siti Jazriyah sebagai berikut:
"Anak-anak di sini ada yang menganggap remeh tentang agama dan hanya dimengerti sebatas pengetahuan saja. Dan pembiasaan di sini sangat membantu mereka untuk melaksanakan ajaran agamanya, karena kalau praktek pas mengajar di kelas waktunya tidak cukup, sehingga dengan pembiasaan ini mereka dapat menjadi faham dan diharapkan  agar mereka juga melaksanakannya di luar sekolah"[59]

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa pembiasaan melaksanakan ajaran agama Islam membuat mereka bisa lebih faham tentang ajaran Islam dan dapat mengamalkannya dengan penuh kesadaran. Kebiasaan-kebiasaan tersebut merupakan latihan bagi mereka untuk dapat senantiasa mengamalkan ajaran agamanya, sehingga tanpa disuruh atau dinasehati oleh guru atau orang tua mereka sudah mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Karena ada juga siswa yang enggan melaksanakan kegiatan keagamaan di sekolah, apalagi jika di rumah juga tidak dibiasakan, seperti pernyataan Ibu Atikah Hanum berikut ini:
"Pelaksanaan pembiasaan keagamaan di sini selalu dikontrol karena ada juga yang tidak melaksanakannya sehingga akan kelihatan siapa-siapa yang tidak melaksanakannya. Dan anak tersebut akan kami panggil dan kami beri dia nasehat. Dan kami juga beritahukan kepada seluruh siswa bahwa jika mereka tidak mengikuti pembiasaan itu maka nilai agama mereka akan dikurangi. Jadi semua guru agama di sini membuat kesepakatan bersama tentang nilai pelajaran agama di raport"[60] 

Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa ada sebagian siswa yang tidak melaksanakan pembiasaan yang diterapkan, sehingga perlu dikontrol agar mereka dapat selalu melaksanakannya. Beberapa cara yang digunakan untuk memotivasi siswa dalam melaksanakan pembiasaan tersebut adalah dengan memberikan nasehat dan memberi tahukan hikmah yang terkandung di dalamnya serta memberitahukan kepada mereka bahwa jika mereka tidak melaksanakannya maka nilai agama mereka akan dikurangi dan akan diberikan sangsi. Sangsi yang diberikan jika berturut tidak melaksanakan sholat jamaah, maka mereka harus membuat surat pernyataan yang ditandatangani oleh semua guru agama di sana, wali kelas, dan kepala sekolah dan berjanji kalau mereka akan melaksanakannya.
Jadi agar pembiasaan dilaksanakan oleh semua siswa, maka diperlukan penguatan. Penguatan tersebut berupa nasehat dan hukuman serta contoh dari guru. Dari pembiasaan yang diterapkan akan dapat melahirkan kesadaran, hal ini terjadi apabila nilai-nilai yang ada pada pembiasaan tersebut dapat terinternalisasi dengan baik dalam diri peserta didik. Peranan pembiasaan mengamalkan ajaran Islam dalam pendidikan Islam dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, diharapkan akan menemukan tauhid yang murni, keutamaan budi pekerti, spiritual dan etika agama yang lurus. Karena anak dihadapkan pada dua faktor: faktor fitrah keagamaan pada manusia dan faktor pendidikan Islam yang utama dengan lingkungan yang baik, sehingga pembiasaan tersebut diperlukan. Jika hal tersebut dipadukan dengan baik maka mereka akan tumbuh dalam iman yang baik, berhiaskan etika Islam dan sampai pada puncak keutamaan spiritual serta kemuliaan personal.
Sebagaimana diketahui bahwa  pendidikan Islam bertugas mempertahankan, menanamkan, dan mengembangkan kelangsungan berfungsinya nilai-nilai ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur'an dan Hadits, sehingga nilai-nilai tersebut dapat terinternalisasi dalam diri peserta didik, agar mereka mampu melaksanakan dan mengamalkan nilai-nilai tersebut secara dinamis dalam kehidupan sehari-hari.
Dari hasil observasi dan wawancara selama penelitian dapat dipaparkan bahwa tanggapan dan respon terhadap pendidikan agama dan pembiasaan yang diterapkan di sekolahnya cukup baik. Hal ini seperti dituturkan oleh Andina Manik P berikut ini:
"Menurut saya pendidikan agama di sekolah cukup baik dan bagus, dan lebih bagus lagi jika dalam mengajar diselingi cerita, tentu akan lebih menarik lagi. Hal ini membuat perasaan saya senang, saya dulu belum faham dan sekarang menjadi lebih faham. Dan pembiasaan di sini, saya sangat senang dan setuju, karena dulu ada yang belum bisa saya lakukan sekarang saya dapat lakukan dan  menjadi kebiasaan"[61]

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa para siswa cukup antusias dan tertarik dengan pelajaran agama, tetapi mereka ingin agar dalam mengajar menggunakan berbagai metode, sehingga siswa tidak jenuh. Seperti diselingi dengan metode cerita dan tanya-jawab. Jika para siswa sudah senang dengan pelajaran agama maka mereka akan dapat menguasai pengetahuan agama, tetapi pelajaran agama tidak sebatas hanya pengetahuan saja, hal itu perlu diyakini dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, karena pelajaran agama berisi tuntunan dan syariat. Manusia sebagai hamba Allah maka wajib melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Agar para siswa terbiasa melaksanakan ajaran agama, maka mereka perlu dilatih dan diberi kesempatan untuk mengamalkannya. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah adalah dengan menerapkan pembiasaan menjalankan ajaran agama, sehingga dari pembiasaan tersebut akan menjadikan kebiasaan yang baik, yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam, dan akhirnya nilai-nilai tersebut dapat terinternalisasi dalam diri peserta didik dan dapat bertindak serta bertingkah laku dengan nilai-nilai tersebut. Dengan  terinternalisasinya nilai-nilai ajaran Islam maka dapat membentuk generasi muda atau peserta didik yang berkepribadian muslim.
Berikut ini beberapa nilai ajaran Islam yang dapat diinternalisasikan kepada para siswa melalui metode pembiasaan yang diterapkan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta :
1.      Iman
Iman yaitu sikap batin yang penuh kepercayaan kepada Tuhan. Jadi percaya dengan sepenuh hati bahwa Tuhan itu di atas segala-galanya. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Ibu Siti Jazriyah sebagai berikut:
"Iman adalah percaya dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT Maha Kuasa atas segala sesuatu, sehingga anak-anak di sini dibimbing dan dibiasakan untuk selalu menjalankan perintah agama".[62]

2.      Taqwa
Taqwa adalah sikap yang sadar bahwa Allah selalu mengawasi manusia sehinga di manapun berada selalu melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Sehingga hal ini dapat dijadikan motivasi oleh para peserta didik untuk selalu mengamalkan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari.
3.      Ikhlas
Ikhlas adalah sikap batin dalam segala perbuatan bahwa apa yang dilakukan semata-mata hanya untuk mendapatkan ridlo dari Allah SWT. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Ibu Atikah Hanum sebagai berikut:
"Anak-anak di sini saya anjurkan untuk selalu menolong sesama, di antaranya adalah untuk peduli terhadap nasib teman-temannya dan saya beritahukan bahwa apa-apa yang kita lakukan semata-mata untuk Allah SWT. Selain itu saya juga selalu mencari dana dari wali murid yang kaya untuk mau membantu siswa yang kurang mampu tanpa sepengetahuan siswa yang diberi bantuan dan anak dari wali murid tersebut."[63]


4.      Tawakkal
Tawakkal adalah sikap pasrah kepada Allah SWT bahwa sesuatu yang terjadi adalah kehendaknya. Manusia hanya wajib berdo'a dan berusaha. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Ibu Atikah Hanum sebagai berikut:
"Anak-anak di sini dibiasakan berdo'a sebelum dan sesudah pelajaran agar mereka sadar bahwa apa-apa yang kita lakukan adalah kekuasaan Allah SWT. Jadi selalu saya nasehatkan kepada mereka bahwa kamu wajib berdo'a dan berusaha dengan selalu ingat kepada-Nya dan jangan lupa belajar sehingga kamu menjadi anak-anak yang pintar tetapi tidak sombong. Bagai ilmu padi, makin berisi makin merunduk."[64]

5.      Disiplin
Disiplin adalah ketaatan dan kepatuhan seorang anak didik terhadap aturan atau tata-tertib yang dijalankan oleh suatu lembaga atau sekolah dan mengandung sanksi di dalamnya sebagai sesuatu yang biasa. Beberapa peraturan tersebut seperti yang diungkapkan oleh salah satu guru BP sebagai berikut:
"Kedisiplinan di sini di antaranya adalah datang ke sekolah sebelum pelajaran dimulai yaitu pukul 07.00 dan diberikan sanksi bagi yang datang terlambat. Memakai seragam sesuai yang diwajibkan oleh sekolah, membuat izin apabila tidak masuk sekolah atau pulang lebih awal karena suatu sebab, dan lain-lain. Dan kedisiplinan di sini menurut pantauan dan data yang ada di BP cukup baik."[65]

6.      Kebersihan
Kebersihan adalah sesuatu yang tidak mengandung najis dan kotoran, atau sesuatu yang dapat merusak pandangan mata. Diantara beberapa bentuk kegiatan yang mengandung kebersihan seperti yang diungkapkan oleh Ibu Atikah Hanum sebagai berikut:
"Kebersihan di sini diwujudkan dengan menjalankan piket harian yaitu membersihkan lingkungan kelas setiap hari dan piket mingguan dengan mengepel lantai kelas dan membersihkan kaca, dan sebagainya. Dan khusus anak-anak yang saya walini, saya wajibkan kepada setiap anak untuk memiliki sandal agar mereka tidak terkena najis ketika sesudah wudlu menuju mushola atau aula."[66]

7.      Persaudaraan
Persaudaraan (Ukhuwah) adalah semangat persaudaraan bahwa setiap muslim adalah bersaudara. Sehingga untuk mewujudkan hal tersebut di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta diterapkan program "3S", yaitu saling senyum, salam dan sapa di antara sesama warga sekolah, di antara guru, karyawan, dan peserta didik. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Ibu Atikah Hanum sebagai berikut:
"Dengan kebiasaan bersalaman akan menumbuhkan silaturrahmi dan persaudaraan di antara guru, karyawan, dan anak-anak, serta menghilangkan gap atau jarak di antara kami."[67]

8.      Persamaan
Persamaan (al-musawah) adalah pandangan bahwa sesama manusia adalah sama, tanpa memandang jenis kelamin, kebangsaan, ras, status sosial, dan lain-lain. Hal yang membedakan di antara sesama manusia adalah tingkat ketaqwaannya di hadapan Allah SWT.

9.      Syukur
Syukur adalah sikap penuh terima kasih pada Allah SWT atas segala karunia dan nikmat yang telah diberikan-Nya. Bentuk rasa syukur tersebut seperti yang diungkapkan oleh Ibu Siti Jazriyah sebagai berikut:
"Saya sering menasehati anak-anak bahwa kita harus senantiasa bersyukur terhadap nikmat yang telah diberikan Allah pada kita dengan selalu ingat kepada-Nya dan saya anjurkan kepada mereka untuk meluangkan waktu mereka untuk melaksanakan sholat Dhuha agar Allah senantiasa memberikan rizki-Nya kepada kita."[68]

Dari beberapa pembiasaan melaksanakan ajaran agama yang diterapkan di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta mengandung nilai-nilai seperti di atas, yang telah diinternalisasikan kepada peserta didik. Nilai-nilai yang secara khusus hendak diinternalisasikan adalah nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan, karena kedua nilai inilah yang mendasari semua kegiatan keagamaan yang diterapkan. Hal tersebut seperti diungkapkan oleh Ibu Atikah Hanum sebagai berikut:
"Nilai khusus yang hendak ditanamkan kepada siswa adalah nilai keimanan dan ketaqwaan, dan itu otomatis ada dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan, karena tanpa iman mereka tidak mau melaksanakannya dan kalau mereka sudah mau melaksanakannya berarti sudah menambah ketaqwaan. Dan hal itu terus dipupuk dengan tetap melaksanakannya dan kami jelaskan nilai-nilai lain, pada waktu kami mengajar di kelas"[69]

Dari hasil wawancara di atas, dapat diketahui bahwa nilai keimanan dan ketaqwaan merupakan nilai yang mendasari semua kegiatan keagamaan yang diterapkan. Dengan iman, para siswa dengan senang melaksanakan pembiasaan yang diterapkan dan dengan pembiasaan tersebut diharapkan akan dapat meningkatkan ketaqwaan peserta didik. Untuk mengetahui lebih rinci mengenai nilai-nilai yang ada pada pembiasaan yang diterapkan, dijelaskan sebagai berikut:
  1. Sholat dzuhur berjamaah
Nilai yang dapat diambil dari pembiasaan jamaah sholat dzuhur adalah sebagai berikut:
1.      Nilai kebersihan, hal ini disebabkan karena sebelum sholat diwajibkan berwudlu. Dalam wudlu tersebut mengandung nilai kebersihan , baik kebersihan jasmani ataupun rohani. Kebersihan jasmani dapat terlihat dari kebersihan peserta didik sendiri serta kebersihan lingkungan belajar, dan hal tersebut diterapkan oleh mereka dengan penampilan yang bersih dan teratur, dan membersihkan ruang kelas sesuai jadwal yang sudah ada. Sedangkan kebersihan rohani akan tampak pada tingkah laku dan akhlak mereka, jika hatinya bersih maka akan menjalankan ajaran agama dengan penuh kesadaran.
2.      Nilai persamaan dan persaudaraan, hal ini disebabkan karena dalam berjamaah maka akan berkumpul dalam suatu tempat untuk bisa saling mengenal, baik kaya atau miskin akan melakukan gerakan yang sama, sehingga tidak dibeda-bedakan. Semua sama di hadapan Allah yang membedakan seseorang adalah ketaqwaannya.
3.      Nilai disiplin, jika sudah terbiasa melaksanakan sholat apalagi mengerjakan sholat yang lima, maka akan dapat menumbuhkan sikap disiplin dan menghargai waktu, sehingga waktu yang ada tidak terbuang dengan percuma.
  1. Sholat Dhuha
Nilai yang dapat diambil dari sholat dhuha adalah rasa syukur, bahwa ia mau melaksanakannya sebagai rasa terima kasih kepada Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat dan karunia-Nya, sehingga Allah akan menambah nikmat itu. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu keutamaan sholat dhuha adalah agar Allah melapangkan rezeki-Nya.
  1. Tadarus sebelum pelajaran dimulai
Nilai yang dapat diambil dari tadarus sebelum pelajaran dimulai dimulai adalah nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Karena peserta didik setiap harinya diwajibkan membaca Al Qur’an secara bersama-sama sesuai dengan tajwidnya sehingga mereka menjadi lancar membaca al-Qur’an dan dapat mengambil pelajaran darinya. Sebagaimana diketahui bahwa Al-Qur’an merupakan sumber pertama dan utama sebagai pedoman dan petunjuk hidup bagi manusia.
  1. Membaca do'a sebelum  dan sesudah belajar
Nilai yang dapat diambil dari kegiatan membaca  do'a tersebut adalah tawakkal kepada Allah. Bahwa manusia wajib berusaha dan berdo'a, dan hasilnya diserahkan kepada Allah Yang Maha Kuasa. Do'a merupakan perpaduan antara dzikir dan pikir dan merupakan inti dari ibadah. Dalam do'a mengandung harapan dan harapan itu akan melahirkan sikap yang optimis.
Peserta didik diajarkan berdo'a karena manusia itu tidak ada apa-apannya, semua adalah kekuasaan Allah SWT sehingga manusia wajib berusaha, dan dalam berusaha tidak lupa teriring dengan do'a.
  1. Berjabat tangan dan mengucapkan salam
Nilai yang dapat diambil dari berjabat tangan dan mengucapkan salam adalah nilai persaudaraan dan persamaan. Dengan kegiatan tersebut akan menumbuhkan silaturrahmi dan ukhuwah Islamiyah, karena setiap muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Setiap muslim tidak boleh membeda-bedakan dalam bergaul berdasarkan bangsa, ras, status sosial dan lain sebagainya, semuanya sama di hadapan Allah.
  1. Pengumpulan dana sosial
Nilai yang dapat diambil dari kegiatan tersebut adalah nilai keikhlasan dan rasa syukur. Karena mereka dilatih untuk memberikan sesuatu sesuai dengan kemampuannya tanpa mengharapkan imbalan. Mereka bersedia memberikan sesuatu kepada yang membutuhkan, sebagai rasa syukur kepada Allah karena diberi kelebihan  dan kenikmatan. Jadi wujud rasa syukur kepada Allah terhadap nikmat dan rezeki yang telah diterima diwujudkan dengan mengucapkan rasa syukur, yaitu dengan membaca hamdalah dan dengan perbuatan, yaitu dengan memberikan sebagian rezeki yang ada dengan ikhlas kepada orang yang membutuhkan.
Kegiatan tersebut juga masih sesuai dengan anak-anak usia sekolah menengah pertama, yang masih membutuhkan pembiasaan yang baik dan contoh yang dapat dijadikan panutan sehingga dapat membentuk suatu karakter yang sesuai dengan ajaran Islam. Setelah anak-anak mendapat materi pengetahuan agama di kelas, sewaktu kegiatan belajar mengajar (KBM) maka perlu ada suatu sarana untuk dapat mempraktekkannya yaitu dengan memberikan kesempatan kepada para siswa dalam menjalankan ajaran agama yang sudah diperoleh. Menciptakan suasana atau lingkungan yang religius di sekolah melalui pembiasaan-pembiasaan yang mengandung nilai-nilai ajaran Islam merupakan suatu hal yang berpengaruh positif dan cukup berhasil, sehingga anak-anak yang sudah terbiasa menjalankan ajaran agamanya diharapkan mampu menginternalisasi nilai-nilai ajaran agamanya dan dibawa terus sepanjang masa. Upaya ini juga dilakukan untuk mengimbangi arus globalisasi di mana sudah banyak para pelajar yang tingkah lakunya jauh dari nilai-nilai ajaran Islam, khususnya bagi pelajar muslim dan nilai-nilai moral bagi pelajar pada umumnya.
Apabila nilai-nilai ajaran Islam dapat terinternalisasi pada peserta didik maka tujuan pendidikan agama Islam dapat tercapai, dan hal ini berarti tujuan pendidikan nasional dapat tercapai juga yaitu untuk mencetak generasi bangsa yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang bertanggung-jawab.
Untuk mengetahui nilai-nilai apa saja muncul dan dirasakan oleh siswa berdasarkan pembiasaan yang diterapkan, maka di bawah ini dipaparkan beberapa hasil wawancara dengan beberapa siswa sebagai berikut:
"Dari pembiasan tersebut saya merasakan hati ini menjadi tentram dan damai. Dan belajar saya menjadi di sekolah menjadi lebih mudah dan mantap. Dan pembiasaan itu juga saya lakukan di rumah, tetapi kadang-kadang tidak, terutama sholat berjamaah dan membaca Al-Qur'an, saya rasa nilai disiplin, iman, dan taqwa menjadi bertambah"[70] 

Hal yang sama juga dialami oleh Monika Dewi Gunawati sebagaimana diungkapkan berikut ini:
"Pembiasaan itu membuat saya lebih nyaman dan dekat dengan Allah SWT, selain itu saya jadi murah senyum dari sebelumnya. Tetapi saya masih rada-rada kurang disiplin karena sulit dilakukan. Dan yang jelas keimanan dan ketaqwaan saya menjadi lebih bertambah"[71]

Ungkapan yang senada tetapi lebih variatif juga dikemukakan oleh Aditya Probo Saputro sebagai berikut:
"Pembiasaan itu perlu sehingga dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun kadang tidak melaksanakannya, tetapi itu bisa menambah keimanan dan ketaqwaan dan hal itu dapat menumbuhkan sikap menghormati orang lain, memperkuat kepercayaan kita terhadap ajaran agama kita, menambah wawasan dalam beragama dan menjadikan diri hidup jadi lebih baik"[72]

Berdasarkan beberapa hasil wawancara di atas, dapat diketahui bahwa pada umumnya para siswa melaksanakan pembiasaan yang diterapkan dan merasakan manfaatnya.. Manfaat yang mereka rasakan di antaranya adalah merasa lebih dekat dengan Allah sehingga dapat meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, sedikit demi sedikit dapat merubah kebiasaan mereka dari yang tidak melaksanakan ajaran agama menjadi melaksanakannya meskipun terkadang tidak konsisten. Hal tersebut dapat dilihat dari kebiasaan yang diterapkan kadang-kadang dilakukan dan kadang-kadang tidak, terutama jika mereka berada di luar sekolah karena tidak ada yang mengontrol. Apalagi kalau di rumah orang tuanya sibuk bekerja dan tidak memperhatikan pengamalan ajaran agama anak-anaknya. Kalau di sekolah ada yang mengontrol yaitu guru agama dan suasana yang mendukung dikarenakan  semua siswa melaksanakan maka merekapun juga melaksanakannya, sebab ada perasaan malu kepada teman-temannya yang melaksanakan atau takut jika nilai pelajaran agama dikurangi jika tidak melaksanakan pembiasaan keagamaan tersebut.
Hal tersebut dibenarkan oleh Ibu Atikah Hanum seperti yang diungkapkan sebagai berikut:
"Anak-anak di sini kebanyakan anak-anak orang kaya sehingga kadang-kadang mereka tidak memperhatikan agamanya karena biasanya mereka dimanja. Agama hanya sebatas pengetahuan saja, jadi kurang diamalkan. Tetapi anak-anak di sini rata-rata melaksanakan pembiasaan yang diterapkan dan kalau diprosentasikan, menurut saya ada 50 % yang memang benar dan sadar akan ajaran agamanya dan mengamalkannya 30 % yang setengah-setengah yaitu di sekolah menjalankan tetapi di luar kadang-kadang tidak, dan 20 % yang cuek-cuek saja kalau tidak dipaksa mereka tidak melaksanakannya dan biasanya mereka itu anak-anak yang nakal. Kendala utama dari kesadaran menjalankan agama adalah tidak ada dukungan orang tua, di sekolah dibiasakan tapi di rumah tidak."[73]

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata siswa-siswi di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta menjalankan pembiasaan yang diterapkan di sekolah dan juga menerapkannya di luar sekolah, walaupun nilai-nilai yang terkandung di dalam pembiasaan tersebut belum dapat terinternalisasi dengan baik tetapi mereka menjadi terbiasa menjalankan ajaran agama baik di sekolah maupun di luar sekolah sehingga hal tersebut dapat meningkatkan keimanan dan ketaqwaan yang pada akhirnya dapat menumbuhkan kesadaran beragama.
Sedangkan kendala utama dalam menumbuhkan kesadaran beragama sehingga nilai-nilai ajaran Islam dapat terinternalisasi dalam diri peserta didik adalah tidak ada dukungan dari orang tua atau keluarga, walaupun di sekolah sudah dibiasakan tetapi di rumah tidak mengakibatkan tidak adanya kesinambungan antara pihak sekolah dan orang tua. Hal inilah yang menyebabkan tidak terinternalisasikan dengan baik nilai-nilai ajaran Islam yang hendak ditanamkan.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan selama penelitian, dikemukakan bahwa pembiasaan yang diterapkan sebagai upaya internalisasi nilai ajaran Islam di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta baru pada tahap transaksi nilai sehingga perlu upaya lain agar mencapai tahap transinternalisasi nilai, dimana nilai-nilai ajaran Islam benar-benar terinternalisasi dengan baik sehingga menjadi motivasi dalam bertindak dan sebagai pengontrol dari pengaruh-pengaruh negatif yang masuk. Untuk mencapai tahap transinternalisasi nilai diperlukan metode yang lain, agar pembiasaan yang sudah menjadi kebiasaan akan menjadi bermakna dan dapat menjadi karakter sebagai pribadi yang Islami atau insan kamil. Beberapa metode untuk melengkapi metode pembiasaan adalah metode nasehat, hukuman dan uswah hasanah.
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
1.      Metode pembiasaan sebagai upaya internalisasi nilai ajaran Islam di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta adalah sholat dzuhur berjamaah, sholat dhuha, tadarus sebelum pelajaran dimulai, membaca do'a sebelum dan sesudah pelajaran, berjabat tangan dan mengucapkan salam, serta pengumpulan dana sosial, secara umum berjalan dengan tertib dan teratur, karena para siswa cukup aktif dan antusias dalam melaksanakannya. Walaupun masih ada yang tidak begitu peduli dengan pembiasaan tersebut. Dari pembiasaan tersebut para siswa dapat menginternalisasikan nilai-nilai ajaran Islam dalam diri mereka. Metode ini cukup berhasil, tetapi untuk mencapai hasil yang lebih baik diperlukan metode lain yang mendukung, sehingga anak didik tidak hanya dibiasakan saja tetapi dari pembiasaan yang diterapkan mereka bisa lebih memahami dan menghayati nilai-nilai tersebut. Beberapa metode tersebut adalah nasehat, hukuman dan uswah hasanah yang harus dijalankan secara terus-menerus dan saling melengkapi disesuaikan dengan materi dan nilai yang hendak disampaikan.
2.      Nilai-nilai yang muncul dan dirasakan oleh peserta didik adalah nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan sedangkan nilai-nilai lain yang ada pada pembiasaan yang diterapkan, yaitu nilai: ikhlas, tawakkal, disiplin, kebersihan, persaudaraan, persamaan, dan syukur juga dirasakan tapi tidak dapat diukur sehingga hanya dapat dilihat dari tingkah laku atau akhlak mereka. Dan nilai tersebut tumbuh dan berkembang serta dapat terinternalisasi dari masing-masing individu tentunya berbeda, tergantung dari kefahaman dan kesadaran melaksanakan ajaran Islam.

B. Saran-Saran

  1. Agar nilai-nilai ajaran Islam dapat terinternalisasi dengan baik ke dalam diri peserta didik, maka perlu adanya kerjasama antara sekolah dan wali murid sehingga kebiasaan-kebiasaan di sekolah juga dijadikan kebiasaan di rumah atau di luar sekolah. Sehingga dari kebiasaan-kebiasaan tersebut akan dapat membentuk karakter peserta didik yang Islami atau insan kamil.
  2. Diharapkan kepada guru, khususnya guru agama Islam untuk dapat dijadikan model atau contoh yang baik terhadap nilai-nilai ajaran Islam sehingga nilai-nilai tersebut dapat tertanam dengan baik (terinternalisasi) pada diri peserta didik. Karena jika modelnya tidak sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam (karena sifat hilafnya manusia) maka berakibat gagalnya proses internalisasi nilai-nilai yang akan ditanamkan.
  3. Diharapkan kepada para guru (guru piket dan guru BP) untuk dapat lebih tegas dalam menertibkan siswa dan memberi sanksi bagi yang melanggar tata-tertib dan yang tidak melaksanakan pembiasaan yang diterapkan, sehingga peserta didik mempunyai kesadaran yang tinggi dan bertanggung-jawab.
  4. Khusus bagi guru agama, perlu dikembangkan sistem penilaian yang tidak hanya dari aspek kognitifnya saja tetapi perlu dari aspek afektifnya karena pendidikan agama merupakan pendidikan nilai sehingga perlu adanya penilaian perkembangan tingkah-laku peserta didik, baik di sekolah maupun di luar sekolah.
  5. Bagi kepala sekolah diharapkan untuk senantiasa mengadakan supervisi kelas untuk meningkatkan kinerja para guru dalam proses belajar mengajar serta menciptakan suasana pendidikan yang kondusif, harmonis, dan agamis sehingga menjadi suatu sekolah yang berkualitas.
  6. Bagi para siswa diharapkan untuk aktif mengikuti dan melaksanakan kegiatan-kegiatan keagamaan sehingga bertambah pengetahuan agamanya dan dapat memahami dan menghayati nilai-nilai yang terkandung di dalamnya serta diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

C.   Kata Penutup

Syukur alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Kepada semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini, terutama kepada Bapak Drs. Ichsan, M. Pd selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan masukan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis ucapkan banyak terima kasih dan semoga segala amal kebaikan yang telah diberikan mendapat ridlo dan balasan dari Allah SWT.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kekhilafan karena keterbatasan pengetahuan penulis, sehingga segala kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini akan penulis terima dengan lapang dada.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan semoga Allah SWT meridloi dan menerima semua amal perbuatan kita. Amin.
 


DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman Mas`udi, dkk, 2001, Paradigma Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Abuddin Nata, 2001, cet. IV, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos.
Ahmad Ludjito, dkk, 1988, PBM – PAI di Sekolah Eksistensi dan Proses Belajar-Mengajar Pendidikan Agama Islam, Yogyakarta: Pustaka pelajar
Ahmad Syafi`i Mufid dan Dudung Abdullah, 1984, Kunci Peribadatan dalam Islam, Semarang: Aneka Ilmu.
Departemen Agama RI, 1982/1983, Muqaddimah al-Qur’an dan Tafsirnya.
Departemen Agama RI, 1992, al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: Gema Risalah Press.
E.M.K. Kaswardi, 1993, Pendidikan Nilai, Jakarta: Grasindo.
Hasan Langgulung, 2000, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: Al-Husna Zikra.
Hery Noer Aly, 1999, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu
H.M. Chabib Thoha, 1996, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Husaini Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, 1996, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara.
Imam Nawawi, 1999, Terjemah Riyadus Sholihin, Jakarta: Pustaka Amani.
Jalaluddin, 2001 (edisi Revisi), Psikologi Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Labib MZ, 1994, Samudra Pilihan Hadits Shohih Bukhori, Surabaya: Anugrah.
Labib MZ, 1997, Koleksi Hadits Nabi yang Disepakati Mutafaqun'alaihi, Tuban: Amanah.
Lexy J. Moleong, 2002, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Rosdakarya.
M. Nur Syam, 1986, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, Surabaya: Usaha Nasional.
Malih  Usa dan Aden Widjan SZ, 1997, Pendidikan Islam dalam Peradaban Industrial, Yogyakarta: Aditya Media.
Muhammad Anis Matta, 2003, Membentuk Karakter Cara Islam, Jakarta: Al-I’tishom
Mattew B Miles dan A. Michael Huberman, 1992, Analisis Data Kualitatif, Jakarta: UI Press.
Muhaimin dan Abdul Mujib, 1983, Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Tribenda Karya.
Muhaimin, dkk, 2001, Paradigma Pendidikan Islam, Bandung: Rosdakarya.
Muhibbin Syah, 2001, (edisi revisi), Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung, Rosdakarya.
Nurcholis Madjid, 2000, Masyarakat Religius, Jakarta: Paramadina.
Peter Salim dan Yenni Salim, 1991, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta: Mozan English Press.
Ramayulis, 1994, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia
Saifuddin Azwar, 2002, Sikap Manusia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sayid Sabiq, 1985, Fiqh Sunnah I, Bandung: al-Ma`arif.
Sistem Pendidikan Nasional. 2003. Yogyakarta: Media Wacana Press
Sutrisno Hadi, 1979, Metodologi Research I, Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM.
Soemarno Soedarso, 2002, Character Building: Membentuk Watak, Jakarta: Elek Media Komputindo
Zakiyah Darajat, 1970, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta; Bulan Bintang











Dari skripsi ini saya kesulitan dalam



[1] Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (Jakarta: Modern English Press, 1991) hal. 973
[2] Depag RI, Petunjuk Pelaksanaan Kurikulum/BPP PAI Lanjutan Tingkat Pertama ( t. k: t. p.,1994 ), hal. 5
[3] Peter Salim dan Yenny Salim, op cit., hal. 576
[4] Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam (Bandung: Tribenda Karya, 1983) hal. 7
[5] Sistem Pendidikan Nasional 2003 (Yogyakarta: Media Wacana Press, 2003), hal. 12
                [6] Muhaimin dkk., Paradigma Pendidikan Islam (Bandung: Rosda Karya, 2001), hal. 172
[7] Ibid., hal. 168
[8] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam  (Jakarta: Logos, 2001), hal. 91
[9]  Ibid, hal. 91-92
[10] Ibid, hal. 9.
[11] Abuddin Nata, op.cit., hal. 100-101
[12] Hery  Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Logos, 1999), hal. 162
[13] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), hal. 184.
[14] E.MK Kaswardi, Pendidikan Nilai (Jakarta: Grasindo, 1993), hal.
[15] M. Nur Syam, Filsafat Pendidikan Islam dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila (Surabaya: Usaha Nasional, 1986), hal. 133.

[16] Zakiyah Darajat, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 1970 ), hal.107
[17] Muhaimin, dkk, op. cit., hal. 178
[18] Saifuddin Azwar, Sikap Manusia (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hal. 57
[19] HM.Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal. 94.
[20] Ibid., hal. 62
[21] Abdurrahman Mas`udi, dkk, Paradigma Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2001,), hal. 19.
[22] Ibid., hal. 39.
[23]  Al-Qur’an dan Terjemahnya, op. cit., hal. 862.
[24] Muhaimin, dkk, op.cit., hal. 169-170. 
[25] Jalaluddin, Psikologi Agama (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000) edisi revisi, hal. 181
[26] Muhammad Anis Matta, Membentuk Karakter Cara Islam (Jakarta: Al-I’tishom Cahaya Umat, 2003),  hal.69-70
[27] Soemarno Soedarsono, Character Buidling: Membentuk Watak (Jakarta: Elek Media Komputindo, 2002), hal. 217
[28] Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta : Bumi Aksara, 2000), hal. 5 
[29] Ibid., hal. 81
[30] Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Rosdakarya, 2002) cet: XVII, hal. 90
[31] Husaini Usman dan Purnomo Setiady, op. cit., hal. 54.
[32] Ibid., hal 57-58
[33] Ibid., hal 73
[34] Lexy J. Moleong, op.cit, hal. 103
[35] Sutrisno Hadi, Metodologi Research 1 (Yogyakarta : Yayasan Penerbitan Fak. Psikologi UGM, 1979) cet: VII, hal. 42
[36] Mattew B. Miles dan A. Michael Huberman, Penerj. Tjetjep Rohendi Rohidi, Analisa Data Kualitatif (Jakarta : UI Press, 1992 ) hal.19
[37] Dokumentasi SMP Muuhammadiyah 2 Yogyakarta, dikutip pada tanggal 10 Agustus 2004
[38] Ibid.
[39] Dokumentasi  SMP Muhammdiyah 2 Yogyakarta, dikutip tanggal 10 Agustus 2004.
[40] Dokumentasi SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta, dikutip pada tanggal 11 Agustus 2004
[41] Dokumentasi SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta, dikutip tanggal 11 Agustus 2004
[42] Dokumentasi Kepala Sekolah SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta, dikutip pada tanggal 11 Agustus 2004
[43] Wawancara dengan Kepala Sekolah, pada tanggal 11 Oktober 2004
[44] Wawancara dengan Ibu Siti Jazriyah, pada tanggal 11 Oktober 2004
[45] Wawancara pada tanggal 11 Oktober 2004
[46] Wawancara dengan Bapak Badruddin yang pada waktu itu menjadi imam, pada tanggal 11 Oktober 2004
[47] Wawancara pada tanggal 11 Oktober 2004
[48] Al-Qur’an dan terjemahannya, op. cit. hal. 635
[49] Imam Nawawi, Terjemah Riyadhus Shalihin, terj. Ahmad Sunarto (Jakarta: Pustaka Amani, 1999), hal.153
[50] Hasil wawancara pada tanggal 8 Agustus 2004.
[51] Wawancara dengan siswi kelas 3, pada tanggal 8 Agustus 2004
[52] Wawancara pada tanggal 11 Oktober 2004
[53] Hasil wawancara pada tanggal 9 Agustus 2004
[54] Wawancara dengan Ibu Atikah Hanum, pada tanggal 10 Agustus 2004
[55] Dokumen  Program Pembiasaan SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta, dikutip pada tanggal 10 Agustus 2004
[56] Labib MZ., Samudra Pilihan Hadits Shohih Bukhori (Surabaya: Anugrah, 1994) hal. 19-20
[57] Wawancara pada  tanggal 11 Oktober 2004
[58] Labib MZ, op.cit., hal. 175-176
[59] Wawancara pada tanggal 10 Agustus 2004
[60] Wawancara pada tanggal 11 Agustus 2004
[61] Wawancara  pada tanggal 11 Agustus 2004
[62] Wawancara pada tanggal 5 Agustus 2004
[63] Wawancara pada tanggal 9 Agustus 2004
[64] Wawancara pada tanggal 9 Agustus 2004
[65] Wawancara dengan Ibu Endang Wahyu Tj pada tanggal 11 Oktober 2004.
[66] Wawancara pada tanggal 11 Agustus 20004
[67] Wawancara pada tanggal 11 Oktober 2004
[68] Wawancara pada tanggal 5 Agustus 2004
[69] Wawancara pada tanggal 11 Oktober 2004
[70] Wawancara dengan Farida Ariani, pada tanggal 11 Agustus 2004
[71] Wawancara pada tanggal 11 Agustus 2004
[72] Wawancara pada tanggal 11 Agustus 2004
[73] Wawancara pada tanggal 13 Agustus 2004
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url
Advertisement here
Advertisement here
Advertisement here
Advertisement here