BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejarah
Peradaban Islam adalah sesuatu yang wajib kita ketahui sebagai umat Islam,
karena dari Sejarah Peradaban Islam tersebut kita dapat belajar banyak hal dan
banyak nilai-nilai moral yang kita dapat seperti mempelajari hasil kebudayaan
pada suatu peradaban dan sistem pemerintahannya. Dari sinilah kita akan
memperoleh nilai-nilai sosial, moral, budaya, pendidikan dan politik. Dalam
masa lebih dari tujuh abad kekuasaan pada periode Islam klasik.. Banyak orang
Eropa mendalami studi di Universitas-Universitas Islam disana. Ketika itu bisa
dikatakan, Islam telah menjadi guru bagi orang Eropa. Selama delapan abad,
Islam pernah berjaya di bumi Eropa (Andalusia) dan membangun peradaban yang
gemilang. Namun peradaban yang di bangun dengan susah payah dan kerja keras
kaum Muslimin itu, harus ditinggalkan dan dilepas begitu saja karena
kelemahan-kelemahan yang terjadi di kalangan kaum Muslimin sendiri dan karena
keberhasilan Bangsa Barat atau Eropa bangkit dari keterbelakangan. Kebangkitan
yang meliputi hampir semua element peradaban, terutama di bidang politik yakni
dengan dikalahkannya kerjaan-kerajaan Islam dan bagian dunia lainnya sampai
kemajuan di bidang sains dan teknologi.Kesemuanya itu dapat menambah
pengetahuan dan wawasan kita, maka hal inilah yang melatar belakangi disusunnya
makalah ini.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas penulis dapat merumuskan beberapa masalah:
1. Bagaimanakah proses awal berdirinya daulah Bani Umayyah I?
2. Seperti apakah masa-masa kejayaan daulah Bani Umayyah I ?
3. Bagaimanakah proses kemunduran dan kehancuran daulah Bani Umayyah I?
4. Bagaimanakah kronologii kejadian yang terjadi pada masa Dinasti Umayyah I?
Dari latar belakang diatas penulis dapat merumuskan beberapa masalah:
1. Bagaimanakah proses awal berdirinya daulah Bani Umayyah I?
2. Seperti apakah masa-masa kejayaan daulah Bani Umayyah I ?
3. Bagaimanakah proses kemunduran dan kehancuran daulah Bani Umayyah I?
4. Bagaimanakah kronologii kejadian yang terjadi pada masa Dinasti Umayyah I?
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis, diantaranya adalah:
Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis, diantaranya adalah:
- Untuk mengetahui proses berdirinya daulah Bani Umayyah
- Untuk mengetahui masa-masa kejayaan daulah Bani Umayyah
- Untuk mengetahui proses kemunduran dan kehancuran daulah Bani Umayyah
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
“SEJARAH
PERADABAN ISLAM PADA MASA DAULAH BANI UMAYYAH I”
A.
Sejarah Berdirinya Dinasti Umayyah I
a.
Situasi Politik Ummat Islam Sepeninggal ‘Ali ibn Abi Thalib
Pada saat ‘Ali r.a. menjabat sebagai
khalifah, banyak terjadi pemberontakan. Diantaranya dari Mu’awiyah ibn Abi
Sufyan (yang pada saat itu menjabat sebagai gubernur di Damaskus, Siria) dan
didukung oleh sejumlah mantan pejabat tinggi yang telah dipecat ‘Ali r.a.
Disini timbul indikasi fitnah atau perang saudara karena Mu’awiyah menuntut
balas bagi Utsman (keponakannya) dan atas kebijaksanaan-kebijaksanaan
‘Ali.Tatkala ‘Ali beserta pasukannya bertolak dari Kuffah menuju Siria, mereka
bertemu dengan pasukan Mu’awiyah di tepi sungai Eufrat atas, Shiffin (657).[1] Terjadi lah perang yang disebut perang
Shiffin. Perang ini tidak konklusif sehingga terjadi kebuntuan yang akhirnya
mengarah pada tahkim atau arbitrase. Dalam majlis tahkim ini ada dua mediator
atau penengah. Mediator dari pihak Ali adalah Abu Musa al-Asy’ari (gubernur
Kuffah), sedangkan mediator dari pihak Mu’awiyah adalah ‘Amr ibn al-Ash. Namun
tahkim pun tetap tidak menyelesaikan masalah.
Menurut
Ibnu Khaldun, setelah fitnah antara ‘Ali – Mu’awiyah, jalan yang ditempuh
adalah jalan kebenaran dan ijtihad. Mereka berperang bukan untuk menyebar
kebatilan atau menimbulkan kebencian, tapi sebatas perbedaan dalam ijtihad dan
masing-masing menyalahkan hingga timbul perang. Walaupun yang benar adalah
‘Ali, Mu’awiyah tidak melakukan tindakan berlandaskan kebatilan, tetap
orientasinya dalam kebenaran.
Partai
‘Ali terpecah menjadi dua golongan, yaitu Khawarij (orang-orang yang keluar
dari barisan ‘Ali sekaligus menentang tahkim) dan Syi’ah (para pengikut setia
‘Ali). Sementara itu, Mu’awiyah melakukan strategi dengan menaklukkan Mesir dan
mengangkat ‘Amr ibn al-Ash sebagai khalifah di sana.
Jadi,
di akhir masa pemerintahan ‘Ali, umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan
politik; Mu’aiyah, Syi’ah, dan Khawarij.[2] Kemunculan Khawarij semakin memperlemah
partai ‘Ali, di sisi lain Mu’awiyah semakin kuat. Mu’awiyah memproklamirkan
dirinya sebagai khalifah di Yerusalem (660). Kemudian ‘Ali wafat karena dibunuh
oleh Ibn Muljam, salah seorang anggota Khawarij (661).
b. Pengangkatan
Hasan ibn ‘Ali sebagai Khalifah
Setelah
‘Ali wafat, kursi jabatan kekhalifahan dialihkan kepada anaknya, Hasan ibn
‘Ali. Hasan diangkat oleh pengikutnya (Syi’ah) yang masih setia di Kuffah.
Tetapi pengangkatan ini hanyalah suatu percobaan yang tidak mendapat dukungan
yang kuat. Hasan menjabat sebagai khalifah hanya dalam beberapa bulan saja.
c. Peralihan
Kekuasaan dari Hasan ke Mu’awiyah
Di tengah masa kepemimpinan Hasan yang
makin lemah dan posisi Mu’awiyah lebih kuat, akhirnya Hasan mengadakan
akomodasi atau membuat perjanjian damai. Syarat-syarat yang diajukan Hasan
dalam perjanjian tersebut adalah:
Bani Umayyah atau Kekhalifahan Umayyah
adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafaur Rasyidin yang
memerintah kurang lebih selam 90 tahun dari 661 M sampai 750 M dengan Damaskus
sebagai pusat pemerintahannya. Nama dinasti ini dirujuk kepada Umayyah bin ‘Abd
asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah yaitu Muawiyah bin
Abu Sufyan. Jabatan raja menjadi pusaka yang diwariskan secara turun-temurun
dengan sistem monarkhi. Kekuasaan Dinasti Umayyah dimulai pada masa kekuasaan
Muawiyah bin Abu Sufyan, yaitu setelah terbunuhnya Ali bin Abi Thalib
(Khulafaur Rasyidin yang terakhir). Kemudian orang-orang Madinah membaiat Hasan
bin Ali namun Hasan bin Ali menyerahkan jabatan kekhalifahan ini kepada
Mu’awiyah bin Abu Sufyan dalam rangka mendamaikan kaum muslimin yang pada masa
itu sedang dilanda bermacam fitnah yang dimulai sejak terbunuhnya Utsman bin
Affan, pertempuran Shiffin, perang Jamal dan penghianatan dari orang-orang
Khawarij dan Syi’ah. Namun Hasan bin Ali memberikan jabatan tersebut disertai
dengan beberapa syarat atau lebih dikenal dengan perjanjian Madain yang isinya
diantaranya adalah :
1.
Agar
Muawiyah tidak menaruh dendam terhadap penduduk Irak
2.
Agar
pajak tanah negeri Ahwaz diberikan kepada Hasan setiap tahun
3.
Muawiyah
harus membayar Husain sebesar 2 juta dirham
4.
Pemilihan
atau pengangkatan khalifah selanjutnya harus diserahkan kembali kepada
musyawarah kaum muslimin
Dengan
adanya perjanjian ini maka berakhirlah masa kekuasaan Khulafaur Rasyidin dan
menandai masa berdirinya kekuasaan Dinasti Umayyah. Adapun nama-nama khalifah
yang pernah memimpin di daerah pemerintahan pusat yaitu Damaskus, diantaranya
adalah:
1.
Muawiyah
I bin Abu Sufyan (41-61 H / 661-680 M)
2.
Yazid
I bin Muawiyah (61-64 H / 680-683 M)
3.
Muawiyah
II bin Yazid (64-65 H / 683-684 M)
4.
Marwan
I bin al-Hakam (65-66 H / 684-685 M)
5.
Abdul-Malik
bin Marwan (66-86 H / 685-705 M)
6.
Al-Walid
I bin Abdul-Malik (86-97 H / 705-715 M)
7.
Sulaiman
bin Abdul-Malik (97-99 H / 715-717 M)
8.
Umar
II bin Abdul-Aziz (99-102 H / 717-720 M)
9.
Yazid
II bin Abdul-Malik (102-106 H / 720-724 M)
10. Hisyam bin Abdul-Malik (106-126 H /
724-743 M)
11. Al-Walid II bin Yazid II (126-127 H /
743-744 M)
12. Yazid III bin al-Walid (127 H / 744 M)
13. Ibrahim bin al-Walid (127 H / 744 M)
14. Marwan II bin Muhammad (memerintah di
Harran, Jazira) (127-133 H / 744-750 M
B.
Masa Kejayaan Dinasti Umayyah I
Pemindahan
ibukota dari Madinah ke Damaskus melambangkan zaman imperium baru dengan
menggesernya untuk selama-lamanya dari pusat Arabia, yakni Madinah yang
merupakan pusat agama dan politik kepada sebuah kota yang kosmopolitan. Dari
kota inilah daulat Umayyah melanjutkan ekspansi kekuasaan Islam dan
mengembangkan pemerintahan sentral yang kuat, yaitu sebuah imperium Arab.
Selama
berkuasa, Dinasti Umayyah terus melakukan perluasan wilayah hingga daerah
kekuasaannya meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arabia,
Irak, sebagian Asia kecil, Persia, Afganistan, Pakistan, Purkmenia, Uzbek dan
Kirgis di Asia Tengah.Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan perluasan wilayah yang
terhenti pada masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib dilanjutkan
kembali, dimulai dengan menaklukan Tunisia, kemudian ekspansi ke sebelah timur,
dengan menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke
Kabul. Sedangkan angkatan lautnya telah mulai melakukan serangan-serangan ke
ibu kota Bizantium dan Konstantinopel. Ada tiga hal yang menyebabkan Muawiyah
terus berusaha merebut Byzantium, diantaranya adalah :
1. Byzantium merupakan basis
kekuatan agama Kristen Ortodoks, yang pengaruhnya dapat membahayakan Islam.
2. Orang-orang
Byzantium sering mengadakan pemberontakan ke daerah-daerah Islam
3. Byzantium termasuk
wilayah yang memiliki kekuasaan yang melimpah
Sedangkan
ekspansi ke timur ini kemudian terus dilanjutkan kembali pada masa khalifah
Abdul Malik bin Marwan. Abdul Malik bin Marwan mengirim tentara menyeberangi
sungai Oxus dan berhasil menundukkan Balkanabad, Bukhara, Khawarizm, Ferghana
dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan menguasai Balukhistan,
Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan.
Ekspansi
ke barat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman Al-Walid bin Abdul-Malik.
Masa pemerintahan al-Walid adalah masa ketenteraman, kemakmuran dan ketertiban.
Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang
lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara
menuju wilayah barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah
Aljazair dan Maroko dapat ditundukkan, Tariq bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam,
dengan pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan antara Maroko (maghrib)
dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan
nama Gibraltar (Jabal Thariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Dengan
demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Cordoba,
dengan cepatnya dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti
Seville, Elvira dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah
jatuhnya Cordoba. Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena
mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat
kekejaman penguasa.
Selain
wilayah kekuasaan yang sangat luas, di masa Dinasti Umayyah ini kebudayaan juga
mengalami perkembangan, antara lain seni sastra, seni rupa, seni suara, seni
bangunan, seni ukir dan lain sebagainya. Pada masa ini telah banyak bangunan
hasil rekayasa umat islam dengan mengambil pola Romawi, Persia dan Arab. Salah
satu dari bangunan itu adalah Masjid Damaskus yang dibangun pada masa
pemerintahan Walid bin abdul Malik dengan hiasan dinding dan ukiran yang sangat
indah. Contoh lain adalah bangunan masjid di Cordova yang terbuat dari batu
Pualam.
Dalam
bidang ilmu pengetahuan, perkembangan tidak hanya meliputi ilmu pengetahuan
agama saja, tetapi ilmu pengetahuan umum, seperti ilmu kedokteran, ilmu pasti,
filsafat, astronomi, geografi, sejarah, bahasa dan sebagainya. Kota yang
menjadi pusat kajian ilmu pengetahuan antara lain, Damaskus, Kufah, Makkah,
Madinah, Mesir, Cordova, Granada dan lain-lain, dengan masjid sebagai pusat
pengajarannya, selain madrasah atau lembaga pendidikan yang ada.
Dinasti
Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan berbagai bidang, Muawiyah bin Abi
Sufyan mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tentu yang menyediakan kuda
lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. Menertibkan angkatan bersenjata
dan mencetak mata uang. Spesialisasi jabatan Qadhi atau hakim yang berkembang
menjadi profesi tersendiri. Abdul Malik bin Marwan mengubah mata uang Byzantium
dan Persia dengan mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M yang memakai
kata-kata dan tulisan Arab, kemudian melakukan pembenahan-pembenahan
administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi
administrasi pemerintahan Islam. Pada masa Al-Walid bin Abdul Malik (705-715 M)
banyak membangun panti-panti untuk orang cacat, jalan raya, pabrik-pabrik,
gedung-gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.
1.
Diwan
Perkataan
diwan, sebagaimana ditulis Ibn Khaldun, berasal dari bahasa Persia “diwanah”
yang berarti catatan atau daftar. Nama ini kemudian berkembang menjadi untuk
digunakan sebagai tempat di mana diwan disimpan. Agar lebih praktis, nama ini
disingkat menjadi diwan. Diwan ini, di kalangan orang Arab didirikan pertama
kali didirikan oleh Umar bin Khattab, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
Pada
masa bani Umayah, menurut Hasan Ibrahim Hasan, diwan yang didirikan terbatas
pada empat diwan penting, yaitu Diwan Pajak, Diwan Persuratan, Diwan Penerimaan
dan Diwan Stempel di samping ada juga diwan lain yang posisinya berada di bawah
keempat di atas seperti diwan yang mengatur keperluan polisi dan tentara.
2.
Barid
Karena
luasnya wilayah kekuasaan Islam sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya,
pada masa bani Umayah sejak khalifah Mu’awiyah telah dibentuk suatu badan atau
lembaga yang pada masa sekarang dikenal dengan nama Kantor Pos, yang bertugas
mengantarkan surat-surat maupun dokumentasi penting lainnya ke suatu wilayah,
terutama dalam pemerintahan Islam. Lembaga ini disebut dengan Barid yang telah
dijalankan oleh para kaisar Persia dan Romawi pada waktu itu. Oleh karena itu,
mengenai sebutan Barid ini ada yang mengatakan bahwa ia berasal dari bahasa
Persia, baridah yang berarti yang dipotong ekornya, karena orang-orang
Persia biasa memotong ekor kuda yang dipergunakan sebagai barid agar bisa
dibedakan dengan hewan tunggangan lainnya. Dalam bahasa Arab sendiri, barid mengandung
arti jarak yang ditempuh sejauh 12 mil yang kemudian berkembang dan
dipergunakan untuk nama utusan.
Abdul
Malik bin Marwan, khalifah ketiga bani Umayah (685-705 M.), karena pentingnya
Barid ini dalam jalannya roda pemerintahan, berpesan agar tidak menahan petugas
Barid yang datang untuk menemuinya baik siang maupun malam, karena jika hal itu
terjadi, berarti pekerjaan suatu wilayah telah hancur selama satu tahun
lamanya.
3.
Kepolisian
Pada masa Bani umayah kepolisian
mengalami perkembangan. Berbeda dari masa-masa sebelumnya, pada masa ini
terutama pada pemerintahan Hisyam bin Abdul Malik (102-125H.) ketika dimasukkan
seorang kepala yang berwewenang meneliti tindakan-tindakan militer dan dianggap
sebagai penengah antara wewenang kepala polisi dan komandan militer.
Pada
masa ini markas kepolisian bertambah menjadi dua setelah Shalih bin Ali Al
Abbasi mendirikan Darussyurthah Al ‘Ulya, suatu markas kepolisian yang
berlokasi di Al Mu’askar pada 132 H. setelah sebelumnya telah didirikan pula Darussyurthah
As Sufla, yang berlokasi di Fusthat.
4.
Angkatan Perang
Dalam masalah angkatan perang, bani
Umayah melanjutkan apa yang telah dilakukan Umar bin Khattab yang telah
membentuk Diwan Tentara yang bertugas megidentifikasi nama-nama, sifat-sifat,
gaji dan pekerjaan mereka dan mengembangkannya dengan mengadopsi sistem Ta’biah
dari orang-orang Persia, yaitu membagi para tentara menjadi lima kesatuan. Lima
kesatuan ini, sebagaimana diuraikan Hasan Ibrahim Hasan terdiri dari Jantung
Tentara karena berada di bagian tengah kesatuan, Kesatuan Kanan karena di
sebelah kanan, Kesatuan Kiri karena posisinya di sebelah kiri, Kesatuan
Pendahuluan, yaitu para penunggang kuda yang berada di depan dan Kesatuan
Pengiring yang berada di belakang kesatuan.
Salah satu perkembangan dalam bidang
angkatan perang ini adalah dibuatnya pabrik kapal laut pada tahun 54 H. setelah
serangan yang dilancarkan oleh tentara Romawi yang menyebabkan banyak kaum
muslimin yang gugur. Berkenaan dengan angkatan laut Islam ini, Hasan Ibrahim
Hasan menyatakan bahwa bangsa Arab dalam cara berperang di laut pada mulanya
meniru bangsa Byzantium. Namun, pada perkembangannya kemudian merekalah yang
menjadi guru bangsa Eropa dalam bidang ini. Kenyataan ini seperti ditunjukkan
dalam istilah-istilah kelautan yang berasal dari bahasa Arab dan masih
dipergunakan hingga sekarang.
5.
Peradilan
Pada masa bani Umayah, sebagaimana
sebelumnya, para hakim yang diangkat adalah orang-orang pilihan yang sangat
takut kepada Allah Swt dan adil dalam menetapkan suatu keputusan. Perkembangan
yang terjadi adalah bahwa pada masa ini keputusan-keputusan hakim sudah mulai
dicatat. Hasan Ibrahim Hasan mengatakan bahwa Salim bin Anas adalah hakim
pertama pada masa bani Umayah yang melakukan pencatatan ketetapan hukum.
Selain itu, peradilan pada masa bani
Umayah dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu Al Qadla’, yaitu peradilan
yang menyelesaikan perkara-perkara yang berhubungan dengan agama, Al Hisbah,
yang mengurus masalah-masalah pidana dan Al Mazhalim, yaitu lembaga
tertinggi yang mengadili para pejabat tinggi dan hakim-hakim. Yang terakhir ini
juga dipergunakan untuk menyelesaikan perkara-perkara yang belum tuntaspada
pengadilan Al Qadla’ dan Al Hisbah (pengajuan banding).
Pengadilan pada Al Mazhalim ini memiliki tingkat kepentingan yang sangat tinggi
sehingga, sebagaimana ditulis Hasan Ibrahim Hasan, setiap persidangan pada Al
Mazhalim harus dihadiri oleh lima kelompok persidangan, mereka adalah para
pembela dan pembantunya, para hakim penasehat, para ahli fikih, para sekretaris
dan para saksi.
C.
Masa Keruntuhan dan Kehancuran Dinasti Umayyah I
Meskipun keberhasilan banyak dicapai
daulah ini, namun tidak berarti bahwa politik dalam negeri dapat dianggap
stabil. Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan inilah suksesi kekuasaan bersifat
monarchiheridetis (kepemimpinan secara turun temurun) mulai diperkenalkan,
dimana ketika dia mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap
anaknya, yaitu Yazid bin Muawiyah. Dan kemudian Muawiyah bin Abu Sufyan
dianggap tidak mentaati isi perjanjiannya dengan Hasan bin Ali ketika dia naik
tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan penggantian kepemimpinan diserahkan
kepada pemilihan umat Islam. Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid bin Muawiyah
sebagai putera mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi di
kalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan
berkelanjutan. Ketika Yazid bin Muawiyah naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka
di Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Yazid bin Muawiyah kemudian
mengirim surat kepada gubernur Madinah, memintanya untuk memaksa penduduk
mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk,
kecuali Husain bin Ali Ibnul Abu Thalib dan Abdullah bin Zubair Ibnul Awwam.
Bersamaan dengan itu, kaum Syi’ah (pengikut Abdullah bin Saba’ al-Yahudi)
melakukan konsolidasi (penggabungan) kekuatan kembali, dan menghasut Husain bin
Ali melakukan perlawanan. Husain bin Ali sendiri juga dibaiat sebagai khalifah
di Madinah, Pada tahun 680 M, Yazid bin Muawiyah mengirim pasukan untuk memaksa
Husain bin Ali untuk menyatakan setia, Namun terjadi pertempuran yang tidak
seimbang yang kemudian hari dikenal dengan Pertempuran Karbala, Husain bin Ali
terbunuh, kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya dikubur
di Karbala sebuah daerah di dekat Kufah. Kelompok Syi’ah sendiri bahkan terus
melakukan perlawanan dengan lebih gigih dan diantaranya adalah yang dipimpin
oleh Al-Mukhtar di Kufah pada 685-687 M. Al-Mukhtar (yang pada akhirnya mengaku
sebagai nabi) mendapat banyak pengikut dari kalangan kaum Mawali (yaitu umat
Islam bukan Arab, berasal dari Persia, Armenia dan lain-lain) yang pada masa
Bani Umayyah dianggap sebagai warga negara kelas dua. Namun perlawanan
Al-Mukhtar sendiri ditumpas oleh Abdullah bin Zubair yang menyatakan dirinya
secara terbuka sebagai khalifah setelah Husain bin Ali terbunuh. Walaupun dia
juga tidak berhasil menghentikan gerakan Syi’ah secara keseluruhan. Selain itu
masih banyak gerakan-gerakan oposisi lainnya yang dapat diredakan. Hubungan
pemerintah dengan golongan oposisi membaik pada masa pemerintahan Umar bin
Abdul Aziz (717-720 M). Meskipun masa pemerinahannya sangat singkat, dia
berhasil membina hubungan baik dengan kaum Syi’ah. Dia juga memberi kebebasan
beragama dan beribadah sesuai kepercayaan yang diyakini masing-masing orang.
Pajak diperingan dan kedudukan Mawali disejajarkan dengan muslim Arab.
Sepeninggal
Umar bin Abdul Aziz , khalifah selanjutnya adalah Yazid ibn Abdul Malik
(720-724 M) yang sangat menyukai kemewahan sehingga kurang memperhatikan
kehidupan rakyat sehingga masyarakat menyatakan kofrontasi yang berlanjut
hingga pemerintahan khalifah Hisyam bin Abdul Malik (724-743 M). Bahkan pada
masa ini muncullah kekuatan baru dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh
golongan Mawali yang nantinya mampu menggulingkan Dinasti Umayyah dan
menggantinya dengan dinasti baru, Dinasti Abbasiyyah.
Sepeninggal Hisyam bin Abdul Malik,
khalifah-khalifah Bani Umayyah tidak hanya lemah tetapi juga bermoral buruk.
Hal ini makin memperkuat golongan oposisi. Akhirnya pada tahun 750 M, Daulah
Bani Umayyah digulingkan Bani Abbas yang bersekutu dengan Abu Muslim
Al-Khurasani. Marwan bin Muhammad khalifah terakhir Bani Umayyah melarikan diri
ke Mesir, kemudian ditangkap dan dibunuh disana.
Faktor-faktor
penyebab runtuhnya Dinasti Umayyah :
1. Pergantian khalifah
mengalami penyelewengan dari system musyawarah Islam diganti dengan system
kerajaan.
2. Latar belakang
terbentuknya Dinasti Umayyah tidak lepas dari konflik-konflik politik yang
terjadi di masa Ali.
3. Adanya pertentangan antara
suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang makin
meruncing.
4. Menyalahi perjanjian
Madain antara Muawiyyah dan Hasan bin Ali.
5. Pengangkatan putra mahkota
lebih dari satu.
6. Pemerintahan yang korup, boros
dan bermewah-mewah dikalangan istana.
7. Memecat dan mengganti
orang-orang dalam jabatannya dengan orang-orang yang disukai saja padahal
pengganti itu tidak ahli.
8. Kurangnya perhatian pemerintah
terhadap perkembangan agama sehingga menimbulkan pergolakan dari golongan
agama.
9. Munculnya kekuasan baru
yang dipelopori oleh Al-Abbas ibn Abdul Munthalib kekuasaan Dinasti bani
Abbasiyyah.
D.
Kronologi Dinasti Umayyah
1.
Tahun
661 M- Muawiyah menjadi khalifah dan mendirikan Bani Ummayyah.
2.
Tahun
670 M- Perluasan ke Afrika Utara. Penaklukan Kabul.
3.
Tahun
677 M- Penaklukan Samarkand dan Tirmiz. Serangan ke Konstantinopel.
4.
Tahun
680 M- Kematian Muawiyah. Yazid I menaiki takhta. Peristiwa pembunuhan Husain.
5.
Tahun
685 M- Khalifah Abdul-Malik menegaskan Bahasa Arab sebagai bahasa resmi.
6.
Tahun
700 M- Kampanye menentang kaum Barbar di Afrika Utara.
7.
Tahun
711 M- Penaklukan Spanyol, Sind dan Transoxiana.
8.
Tahun
713 M- Penaklukan Multan.
9.
Tahun
716 M- Serangan ke Konstantinopel.
10. Tahun 717 M- Umar bin Abdul-Aziz menjadi
khalifah. Reformasi besar-besaran dijalankan.
11. Tahun 725 M- Tentara Islam merebut Nimes
di Perancis.
12. Tahun 749 M- Kekalahan tentara Ummayyah
di Kufah, Iraq terhadap tentara Abbasiyyah.
13. Tahun 750 M- Damsyik direbut oleh
tentara Abbasiyyah. Kejatuhan Kekhalifahan Bani Ummaiyyah.
14. Tahun 756 M- Abdurrahman Ad-Dakhil
menjadi khalifah Muslim di Kordoba. Memisahkan diri dari Abbasiyyah.
BAB III
PENUTUP
a.
Kesimpulan
Daulah
Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyyah bin Abi Sufyan bin Harb bin Umayyah tahun
661 M dan berkuasa selama lebih kurang 90 tahun dengan Damaskus sebagai ibu
kotanya. Muawiyyah mendapatkan kekuasaannya setelah adanya perjanjian Madain
dengan Hasan bin Ali.
Selama
berkuasa kemajuan yang dicapai meliputi hamper segala bidng seperti dalam
bidang pembangunan masjid dan tatanan kota yang sangat maju dan modern. Tidak
hanya ilmu agama, ilmu pengetahuan umum juga berkembang pesat. Luasnya wilayah
kekuasaan yang meliputi tiga benua, yakni Asia Tengah, Eropa dan Afrika Utara.
Selain itu didirikan juga pos-pos yang menyediakan kuda lengkap disepanjang
jalan, menertibkan angkatan bersenjata, mengganti mata u`ng Byzantium dan
Persia dengan mencetak mata uang tersendiri yang memakai kata dan tulisan Bahasa
Arab pada tahun 659 M. Memberlakukan Bahasa Arab sebagai bahasa resmi
pemerintahan Islam, membangun panti-panti untuk orang cacat, membangun jalan
raya, pabrik-pabrik, gedung-gedun pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.
Faktor-faktor
penyebab runtuhnya Daulah Bani Umayyah :
1. Pergantian khalifah dari sistem
musyawarah menjadi sistem kerajaan
2. Konflik-konflik politik dan pertentangan
antar suku yang memuncak
3. Pemerintahn yang korp, boros dan
bermewah-mewahan di kalangan istana
4. Lemahnya para khalifah dalam memimpin
pemerintahan sehingga kurang memperhatikan kesejahteraan rakyat
5. Munculnya kekuatan baru yang dipelopori
oleh Al-Abbas ibn Abdul Mutholib yakni kekuasaan Dinasti Abbasiyyah
Dalam
masa lebih dari tujuh abad kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam telah
mencapai kejayaannya disana. Banyak prestasi yang mereka peroleh bahkan
pengaruhnya membawa Eropa dan kemudian dunia kepada kemajuan yang lebih
kompleks. Tapi pada abad 10 M dunia Islam mulai menampakkan tanda-tanda kemunduran,
begitu juga peradabannya. Kemunduran itu terjadi setapak demi setapak, sehingga
pada pertengahan abad ke 12 M , tibalah saatnya masa keruntuhan Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Bullet, Ricard W, 1979, Conversion
to Islam In The Medieval Period, Massachusetts : President and Fellow Of
Harvard College.
Harvey, L,P,1990, Islamic Spain,
Chicago : The University Of Chichgo.
Hitti, Philip K, 1970, History Of
Arabs, London : Mac Millan and co LTD,Cet. Ke 10.
Holt,P.M dkk (ed) , 1970, The
Cambridge History Of Islam, New York : Cambridge University Press.
Sunanto, Musyrifah, 2004, Sejarah
Islam Klasik, Jakarta : Prenada Media, Cet Ke 2.
Yatim, Badri, 2006, Sejarah
Peradaban Islam, Jakarta : Raja Grafindo Persada, Cet. Nke-1.
http://amirulbahri.wordpress.com/2011/08/16/peradaban-islam-masa-bani-umayyah-ii-di-andalusia/
dicopi pada tanggal 9 oktober 2012 pukul 09.32 WIB
Kumaidi, dkk.2009.Sejarah
Kebudayaan Islam.Jakarta:Akik Pusaka
Yatim, Badri.2000.Sejarah Peradaban Islam.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada
Yatim, Badri.2000.Sejarah Peradaban Islam.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada
Bener ga ada bani umayah 3?